PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

11.28.2009

ORBITUARI LUKA

:putu w.


aku tak tahan melihatmu

mencucuri diri dengan seisi kendi sepi

melumatkan tubuhmu pada

cinta tak terbentuk


bulanbulan memabukkanmu

pada katakata yang kaujumlahkan

tak setara dengan apa

yang abjadabjad curahkan

di kering ladang kepalamu


aku tak tahan melihatmu

terkakukaku di lilitan benalu

hurufhuruf uraianmu

menjebak masuk di semak

semakin masuk


ya,

hingga kau tak tahu

mana jalanjalan setapak

yang dulu sempat menjadi kawan

menyusuri sawahsawah

beserta lentang tubuh ilusimu


mungkin kau perlu

menutup saja kamus tahuntahunmu

lalu berlarilah, berlarilah

temui firdausmu

milik dewata hati dan kepala

asal jangan kau kejar

apa yang kau namai luka


ya,

luka.



2009

11.27.2009

IBU-IBU DAN ANAK-ANAK TERINJAK-INJAK

: Jakarta, saat pembagian kurban


Apa yang dapat kamiteriakkan padakalian. Kakikaki. Apa yang dapat kamitangiskan padakalian. Tubuhtubuh. Dosakah kami berkorban melumuri lapangan manusia dengan jeritjerit pahit. Dengan injakaninjakan brutal. Dengan instinginsting, nalurinaluri tengadah pada sedekah. Atau siapakah. Kami atau mereka.



2009

DI SEBUAH LUKISAN : NONA KECIL DAN PERAHU-PERAHUAN


kemarin aku bertemu nona kecil. di sebuah lukisan sepupu kerabat ayahku. “hei, si angin kelana nakal mencuri milikku!” berlari ia menepi. mencoba menangkap selembar kertas puisinya. tersedu kesal ia di pinggir jembatan. airmatanya meleler dan tak tenggelam di arus kali, namun bersimfoni menjadi perahu-perahuan.


“perahu-perahuku, carilah ia sebelum aku memudar dibuatnya. sebelum kalian merupa riakriak ego yang dalam.”dan nona kecil meniupkan bunyi puisi di hadapan setiap kabar perahunya. seperti suara debur arus di bebatuan, hanya batubatu saja yang mengerti.



2009

11.25.2009

MARI MEREBUS AIRHUJAN PADA FRASA GIGIL KITA



Mungkin kita perlu merebus airhujan. Yang tergeletak di atap payung kita. Atau yang terinjak oleh langkah-langkah sepi kita.

Manakala hujan tak mendengar rengekan jendela-jendela tembok, trotoar, lampu jalan, dingin yang menyelinap di jaket hingga bagian terpencil dari diri kita.


Mungkin kita perlu merebus airhujan. Sewaktu frasa gigil mengoyak kerangka tubuh begitu dalam dan dalam. Tanpa memandang wajah puisi mana yang beku terlebih dahulu sebelum membekukan penyairnya.


Mungkin kita perlu merebus airhujan. Agar kita meminumnya menghangatkan lekat frasa gigil kita. Sembari menyandarkan dingin pada genggaman payung di bulanbulan penghujan kita.


Mungkin tapi bukan kemungkinan. Mungkin tapi bukan memungkinkan. Mungkin yang adalah ajakan.



2009

11.24.2009

SEHIRUP KITA


Sehirup kita duduk bersama merangkum matamata elips. Berintik hujan mereka. Menjelma payung kita. Lalu bersandiwara. Bila malam tak mampu lagi mengisi cinta sepi.


Sehirup kita duduk bersama memandang kacakaca di samping wajah kita. Bahwa mendung isyarat kesiagaan dan bahasa pengharapan.


Sehirup kita duduk bersama melukis, tinta doa pengemis yang habis karena iblis. Sehirup kita.



2009

11.17.2009

CELOTEH KEPADA MALAM DAN AIRMATA


Kulihat seorang bapak berceloteh kepada malam tentang himpunan angka di daftar barisan hutang: “engkau adalah tangisan nafkah bagi rembulanku. Ya. Rembulan yang hampir pejam”


Kepada airmata ia berbisik: “malam berwajah murung begitu congkak mengendarai rembulan, entah ke mana. Dan engkau telah merupa bulan-bulan baru di sisi petak-petak tanggunganku.”


Kulihat seorang bapak menutup celotehnya dengan memotong pita doa pada malam airmatanya.



2009

11.15.2009

GERIMIS DI LUKISAN PESINGGAH


Adalah bahasa. Bagi kemuning dedaun di lukisan pohon kesepian. Membacakan mereka untuk ziarah pesinggah. Setelah sekian kali berteduh mencium teka-teki isyarat sendiri: barangkali ada petunjuk terselip di antara cabang dahan puisi.


Adalah bahasa. Bagi retak tanah-tanah di lukisan jalan sunyi. Mengabjadkan mereka untuk ziarah pesinggah. Setelah berulang kali menemu tanya: jalan mana yang harus ditempuh? (Sembari memungut puisi-puisi yang berjatuhan ).


Adalah bahasa. Bagi dua lukisan itu. Supaya setiap kata pada kanvas tak lupa pada apa yang menyebabkannya ada.


2009

11.11.2009

NOVEMBER PADA WAJAH PAGIMU


I


Tanyakan pada wajah pagimu

Mata-mata kunangmu terbenam

Pada garis batas laut arung kita

Dan alis-alis tebalmu menyarangkan

Telur-telur tafsir emosi


II


Hujan telah tiba

Menggenangi telaga wajah kita

Di November bulan penantian kita

Akan wajah pagi barumu

Akan telur-telur yang menetas

Menjadi anak-anak perilaku

Menerjemahkan setiap gerak

Mata kunang dan alis tebalmu


III


Ingatlah bahwa kita belajar

Pada November bulan kita

Di mana embun selalu meletakkan

Abjad-abjad perilakumu

Hujan tak lupa memberi pepatah

Tentang lukisan mejikuhibiniu

Pada wajah pagimu


2009

11.05.2009

PAGI, DI SETIAP HARAP


bilamanakah rantingranting doa

melengkungkan daundaun

pagi di setiap garisgaris

kecil kelopak matahari

dari setiap harap ibu

kepada didih mata

anak-anaknya :

ilmu rezekilah mereka


2009

11.02.2009

ABSTRAKSI LUKA



Pisauku:

Ke mana kubawa lari, luka

Didih mata berjumpa, hanya


2009

11.01.2009

FLUTE : POSTLUDE SENJA



Flute engkau tiup

(Allegro moderato…)

Bernafas nada jingga

Meliuk-liuk di antara

Tangga-tangga nada

Dalam baris resonansi

Intuisimu


Flute engkau tiup

Dari nada-nada

Terjemahan inderamu

Atas warna-warna senja

Berpelangi kecil

Di harmonisasi

Simfonimu


Flute engkau tiup

Pada ujung isyarat

Saat setiap maghrib

Adalah tanda titik

Di akhir halaman

Tempat semayam

Syair panjang

Lembaranmu


Flute engkau tiup

(Allegro con fuoco…)

Menuju jengkal hening

Paling sayup

Heningmu



2009