PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

1.30.2012

MALAM TENGAH HUJAN DI TEMBALANG

sepeninggal vivi, guri, dan arif, peristiwa datang bergantian


i. jam begitu payah menasbihkan bunyi tiktoknya
sebagai percintaan yang hendak disenyapkan
rapat-rapat bersama nomor rahasia di ponselmu,
pohonan semakin diam menumbuhkan getir-khawatir
kapan mereka tumbang tanpa ada angin gaduh
yang berjalan sangsi perlahan dari mulut, dari musykil
pikiran-pikiran konyol tentang dingin korek api
dengan ukuran pakaian dalammu.

ii. tak ada keasingan di sini. lampu-lampu menyala
sebagaimana mestinya seperti bunyi kesabaran klakson
di kemacetan. tak ada hasrat di sini. warung-warung makan
masih buka selebar harga kelaparan yang lengang. hanya
kesunyian berkelebat di antara pasangan yang sedang
mengartikan selebihnya kehangatan—air bersitubuh dengan
suara cairnya sendiri, lalu turun, mencari-cari letak ke mana
ketiadaan hendak dialirkan. dilahirkan kembali

iii. di dalam kos seorang kawan, pertemuan hanyalah percakapan
winamp bersama poster pram di getar kaca. di sebuah ruang
yang atapnya tiba-tiba menciut ke bawah dan basah, kau berusaha
lari memutarbalikkan putaran jam yang hampir patah, menimpali
kebodohan lewat cahaya yang dipalingkan. mata itu




2012

1.29.2012

KATAMU, MASA LALU YANG RINGSEK DI SEBUAH PERLINTASAN


"solo, solo, solo, katamu,
lampu-lampu tua di sriwedari
yang cahayanya mengacaukan kenangan
seperti halnya suara perlintasan kesabaran
patung seorang wanita yang sedang membatik"

I. kaca-kaca mobil adalah rahim bagi kesunyian
bukan kekhawatiran pun kegigilan yang dicatat
berulang. gelap itu warna serak: cahaya pertama
yang terpaksa dipalingkan, katamu. di luar sana
orang-orang berusaha telanjang untuk mencatat-
warnai tahun-tahunnya. yang satu pekat hitam,
yang lain kontras selaras. lantas semuanya tergesa
masuk-resap, seperti ingin memerdekakan kesunyian.

II. mata kita bersikeras untuk membersihkan diri
dari nama-nama jalan yang terasa asam, memenuhi
lambung ingatan sebelum jam-jam melucuti asah pisau
yang tercipta oleh risik sapu jalanan pagi-pagi atau
kantong kresek yang dibakar bersama batang-batang
tumbang. mata kita bersitegang memaknai mereka:
kota-kota yang tak berlalu menumpaskan sejarah
sepanjang kita terus bertanya, sampai kapan
jalanan ini menamai dirinya dengan kesaksian
cat-cat trotoar dan pembatas jalan.

III. alangkah peristiwa-peristiwa lalu menjadi begitu
kuning seperti sinar lampu. hijau rindang seperti
beringin di tengah taman kota. air semakin terlihat
payah di pipimu. masa lalu itu sepeninggal pertemuan
yang cengeng, katamu, meringkus kebahagiaan sama
halnya dengan menyusun angin yang keluar-masuk
menyatakan keberantakan sejumlah ingatan—perjalanan:

"solo, solo, solo, katamu,
lampu-lampu tua di sriwedari
yang cahayanya mengacaukan kenangan
seperti halnya suara perlintasan kesabaran
patung seorang wanita yang sedang membatik"


2012

ANTIFON RETARDASI MENTAL

“seperti pada permulaan, sekarang, selalu
dan sepanjang segala abad”

ampunilah kami wahai milenium picisan
kami tak terlihat menyakiti diri kami sendiri
bukan? wajah-wajah kami sedemikian
menyepadankan usia seperti memeluk kaca
jendela di pagi hari—memandang wajah kami
yang selalu sama dan sama.

o matahari, beri kami cahaya. beri kami cahaya
biarlah bahasa kami tetap mengepul membekukan
segala ucap senantiasa bertalu menabuh kejujuran
dalam gelap setiap orang yang menatap kami:
kenapa kami ada untuk dicipta atau memang
kami lahir supaya manusia belajar tentang
kesabaran bagaimana bisa menyebut dirinya
manusia.

maka, tersebab sunyi yang membikin kami
sendiri, asuhlah kami seperti kami mengasuh
bahasa kesepian yang membelah dasar airmata
yang tak tampak. bahwasanya orang-orang
melihat kami renta karena sepanjang usia
adalah permainan demi permainan tanpa
memandang kedewasaan sebagai ibu
untuk kami tiru. ampunilah kami
karena kami bergegas ke bahasa lain
yang tak mudah untuk disimpulkan.

“seperti pada permulaan, sekarang, selalu
dan sepanjang segala abad”

jauhkanlah kami dari kecacatan berulang
yang jauh dari manusia. jauhkanlah



2012

CAHAYA-CAHAYA YANG MENULISMU

tersebab andre kertesz


1.
mereka yang berada di dalam lensa
adalah kebajikan selebihnya hasrat
untuk memandang, apakah mata ini
tercipta dari puluhan zoom atau zoom
itu menjadikan mata ini memetakan
objek-objek lalu menjadi sesuatu
tentang keabadian diam di punggung
lensa yang terbalik.

2.
jingga itu kelabu syahdu, sesyahdu
nama warna-warna baru affandi. kelabu
yang membesarkan sepia sebagai jalan-
jalan retak di kota tua. jingga ialah isyarat
kenapa langit tetap saja seperti seorang
gadis berlari di padang rumput ketika
dilihat. kelabu itu jingga dalam kaca:
jaket beludru merah maroon,
ada gigil terjepit di dalamnya.

3.
hitam bukan melulu perkabungan
atau kode misteri. sefasih-fasihnya
orang membaca dirinya sebagai foto
kenangan, foto itu takkan terlalu lihai
menyimpan tanda baca seutuhnya,
melainkan menceraikannya satu per
satu di setiap pandangan. hitam itu
kekaburan: ingatan yang tak pernah
rampung.

4.
cahaya adalah program satu juta kecepatan
peristiwa yang benam pada bentuk-bentuk
kekal siluet manusia


2012

1.24.2012

SAM PO TAY DJIEN

tertanda replika laksamana zheng he


1.
pelayaran adalah sembahyang anak cucu kita--pawai kebajikan
yang dihidupkan dalam nyaring kebisuan. sesampainya
kata-kata ini tak tumpah jadi sepah yang rapal di ujung
ikat kepalamu. perjalanan itu pelayaran panjang yang aduhai
mengusik pendaratan: di mana mesti kita tanggalkan
baju zirah pertama kalinya.

kau tahu, di atas kita bukanlah langit atau angin kencang
yang mengoyak-koyak awan, melainkan semacam pengetahuan
abadi tentang bagaimana memahami hilir ketinggian, bagaimana
menerjemahkan kerendahan sebagai rumput terhijau sebagai
tujuan yang tak pernah tuntas untuk dirayakan


2.
lampion-lampion itu matahari khusyuk yang menulis kearifan
sepanjang pencarian dipadamkan, demikian kau menamainya
doa yang getir. tanah ini sepia, kataku. pengembaraan bagi
orang-orang perindu cahaya, pemanggil abad-abad kegelapan
yang memantrainya dengan kelebat dupa atau bau sublim lilin
--lampion-lampion itu seperti membangun merah klenteng
di antara percakapan surau. mungkin saja ini pertanda
bahwasanya manusia sudah berulang kali siuman

ini monumenmu: pengasingan segala kesah yang seringkali
tak pernah disangka


2012

1.23.2012

SEBUAH LESAP MENCIPTA PERTEMUAN

tertanda arther panther olii


sebuah lesap datang dari nomor yang asing, berdering di handphone itu
seperti tak ingin sepi memandangnya jauh. jauh dari kaca jendela. sebuah
lesap menyatakan dirinya sinyal yang tiada sebagaimana kesunyian ini
berbentuk seperti wanita telanjang. ia itu semacam keypad kerinduan kota
terjauh, semacam suara burung pagi-pagi yang memanggil entah atau kata
kata tak terbaca di sebuah buletin indie. sebuah lesap berjalan di percintaan
yang kosong—menumbuhinya, menjadikannya pertemuan setiap kali mata
menatapnya sebagai suara berwarna merah muda. seperti wajah yang
daripadanya berulang kali menanggalkan kesedihan demi mengabarkan
sesuatu.


2012

1.18.2012

ASAP TERLELAH DI GOMBEL

ini seberang bukit perawat bangkai air hujan
orang-orang menanam waktu siang, menuainya malam-malam
lalu memeramnya ke lelap panjang tanpa ingin tahu
kalau masa depan sudah tak ingin jenuh
mengasihani langit dengan memberi banyak matahari.
di jalan, mimpi-mimpi mengantre sangat panjang
macet bepuluh kilometer hingga suatu saat
jalanan penuh awan karena orang-orang hanya diam
memakai masker dan otak yang super--kuper
membahagiakan diri bilamana kota tanah lindung
dijadikan tempat menghibur diri, merobohkan pohon
demi pohon. menggeletakkan hotel-hotel, warung-warung
kelontong, restoran 24 jam. ruang bagi air hujan perlahan
rembes ke ponsel-ponsel touchscreen para investor, mengeringkan
telpon genggam yang semakin buram dan tak jelas keypadnya.
semakin tak bernafas oleh timbunan asap, seperti pesepeda
yang memaksa melaju tanpa henti lewat jalan ini. rute
dengan tanjakan berat seberat asap bus-bus tua.
ketahuilah, kini di kota kebencian ini, semarang mulai
menampakkan orang-orang pecinta asap. asap-asap
yang terlelah tapi tak mampu punah karena tradisi,
membiasakannya seperti makan nasi basi.


gombel, senin, pukul tujuh pagi, musim kemarau,
masih saja ada asap sepasang kekasih yang bersikeras bercinta di gazebo!




2011

1.16.2012

SEBUAH PARAGRAF TERSEBAB FREUD

setiap manusia adalah pejangkitan dirinya. katamu, kita tak lekas selesai
berkelahi dengan bunyi yang diciptakan oleh kebisuan tentang nafsu pertama
di persembunyian. demikian kau namakan persembunyian itu kecemasan. mungkin
manusia hidup dalam struktur seperti sebuah kota yang kehilangan aliran
listrik,tak banyak bayangan di sana. dan bayangan telah menukar dirinya
dengan ketakutan yang berusia anak-anak, nampaknya. masa lalu memelantingkan
masa depan tanpa kejutan-kejutan di masa sekarang. manusia menyusun kepedihan
di dalamnya, berusaha menghayati diri sebagai masa yang bersatu dalam waktu.
usia tak lagi bertanya-tanya ke mana segala pikiran berujung, ke mana tingkah
laku mesti diselamatkan serupa barang antik.hanya saja, setiap persembunyian
memiliki wajahnya masing-masing. itulah yang membuat aku menumpahkan tanya:
kenapa kau menujukkan jalan kebebasan mesti melalui alam bawah sadar, bukankah
sama dengan perihal kenapa engkau membutuhkan kokain tanpa perlu menisbikan
kebahagiaan?


2012

NERUDA 2012

1973 kau bangkit

matilde, matilde
katamu

matilde sedang bercinta
dengan puisi-puisi basah

2012 kau semakin muda
di pulau capri yang tua

2012 sebuah film tentangmu
masih saja selihai suara matilde

matilde, matilde
kataku

1973 kau benar-benar kekal


2012

TAHUN BARU DI JEMBATAN TI

hanya kamera
dan orang-orang
terkurung dalam cahaya
lalu melesat
:doa kesepian widji thukul

katakanlah, apakah waria-waria di sini
sedang memikirkan kelaminnya
berganti tahun?



2012

TAK ADA AIR DI MILO

tak ada air di sini. ya, kata mereka. pun kau.
mereka hantu, katamu. hantu-hantu angkot
atau bus jurusan semarang-solo. tapi kau baru lihat
itu air. di rambutmu. kataku. kau nyana:
mana mungkin di halte ini ada air. rambutku
basah karena tempo hari

telingamu baru saja dimiliki hantu van gogh,
dimasukkannya ke botol mineral. disimpan
di dalam koper. menunggu pemberhentian ini
purna sementara

kekasih, tak melihatkah kau tak ada diriku
di dalam air?

- dua puluh ribu rupiah kita naik rajawali ke solo
tanpa kau dan air mineral -


2012

1.15.2012

70 KM MENUJU SURABAYA

bus ini mungkin terpeleset terlalu kencang
hingga mimpi-mimpi kejang selepas semalam
angin kencang keluar dari tubuh yang ingin
mengabadikan dirinya sebagai cahaya lampu-lampu
tugur di semenanjung orang-orang mendudukkan dirinya
melamun atau berusaha memusnahkan jalan-jalan di depannya
dengan lintasan kata-kata atau memenggal takdirnya sendiri

70 km menuju surabaya, bus ini masih terjaga, rupanya
menahan kelahiran dan kematian di luar sana



2012

TANJUNG KODOK, KEKASIH

kepala yang aku taruh di dadamu dulu
kini, benar-benar terantuk pada terjal batu
seperti katamu: pertemuan kita adalah sepenggal batu
dan kau mencoba mengeraskan diri

jalan panjang menuju tempat yang kausaksikan
sesungguhnya adalah waktu yang mengikis dirinya
membentuk sebuah monumen: ini aku menunggumu,
ciuman yang menyublimkan ombak-ombak
sebagai ruang untuk berpelukan
lalu kita saling memasuki

--memandang seberapa batas perahu menjadi titik
dan menghilang dari bibir



2012

1.13.2012

MEMORABILIA SEPENINGGAL KILOMETER PERJALANAN



"Warga Lamongan tidak suka hidup kepura-puraan,

akan tetapi menyukai hidup yang lugas, apa adanya dan tanpa pamrih."
[Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang]



/i/
lamongan, katamu, lamongan


kita sampai melintas ke atas jembatan ini:
lampu-lampu putih bundar menyisihkan cerita
kesepian tukang becak di bawahnya,
sepanjang jalan yang bukan keasingan
bukan sesuatu atau nama yang tak pernah
diperdengarkan. mungkin saja ini tepian
yang sama getarannya dengan langit sempit
di sebelah sana.


kita sejumlah bayangan pada sisa perbatasan kota
--peralihan menuju tempat yang tak ingin disembunyikan:
sehabis malam lalu, seorang penyair muda belajar
berdang-dut sendirian dengan cong yang di pojok bus
mencuri seribu cahaya lesap ke dalam paru-parunya
lantas dihembuskannya ke celah rapat kaca jendela, menahan
sebuah ruang bau pekat penuh jaket dan syal-syal tebal
dengan matanya yang berat ditimpa karat bening embun
dari hujan yang tumbuh buluh melalui alis matanya,
embun-embun serentak menciptakan seribu cahaya
jadi sebentuk susunan warna picasso tentang sebuah kota.
kota yang menelanjangi ruas-ruas pesisir


lamongan, katamu, lamongan



/ii/
pagi itu, sebuah, dua buah, tiga buah, beberapa
buah perahu mengapung tanpa hasrat atau kecerewetan.
ah, mungkin saja muka air ini diselubungi basah syahwat


mereka adalah perahu-perahu yang siuman
siuman dari lanskap kamp kamp penampung sampah plastik
putih, hitam, hijau, bunyinya. siuman dari seribu lebih cahaya
kembang api tahun baru!



/iii/
70 km menuju surabaya, bus ini tak henti
memenstruasikan bau orang-orang begadang
di atas trotoar yang mempertautkan antara
perhentian dan potongan-potongan jam
di pergelangan tangan mereka.


mungkin di paciran, tempat orang-orang
meyakini setiap jumat adalah tanggal merah,
masjid-masjid di setiap sudutnya dan tak banyak
orang mengabaikan jumlah azan yang mengepul
di riuh kota. di luar, kita tetap saja menghirup
desis ombak sekitar 30 meter dari ayunan
wbl. tak ada kepiting dan lumba-lumba di sini.
tak ada. bahkan sempat-sempat kau mencarinya
di gua insectarium, istana boneka, rumah sakit hantu,
atau tagada yang tersembunyikan pada peta.


70 km dari surabaya, langit gerimis memercikkan
kepalsuan seperti arena tembak ikan. demikian isyarat ini
apa adanya, seperti harga segelas pop mie hangat
yang dimanipulasi



/iv/
onta-onta kandang seketika mengembalikan kita
ke deretan kursi bus paling belakang
dengan punuk terlebar. seketika
mengakumulasi perjalanan hanya
menemui perahu-perahu yang berulang
bersitatap pada tinggi interval gelombang
sebagai jalan abadi.


sebentar lagi, kita meninggalkan perbatasan ini,
katamu, sebentar lagi


perahu-perahu itu masih ada, beserta barisan
sampah tas plastik warna-warni. kita seakan tertahan
melihat betapa asin tekstur sebuah sungai
yang membentuk delta pada rekat batu-batu kapur
dan perahu-perahu menahan angin yang mengantarkan
sampah-sampah itu pergi ke arah lebih jauh, atau bahkan
menyulapnya jadi ubur-ubur jemur


magrib semakin rimis, perahu-perahu memutihkan dirinya
tanpa mengenal siapa saja warga di dalamnya,
kembali ke dalam embun pada hitam kaca jendela
lalu turun ke lorong-lorong
menjadi kita


kuning ingatan



2012

1.05.2012

BEBERAPA TERJEMAHAN SAJAK PENDEK CHARLES BUKOWSKI


Sebuah Tantangan Menuju Gelap


tembak di mata
tembak di otak
tembak di pantat
menembak seperti bunga dalam tarian




Seketika Puisi Pergi

seketika puisi pergi ke ribuan dirimu
menyadari bahwasanya kau telah diciptakan sangat
sedikit




Selesai

Kita sama seperti bunga-bunga yang tak pernah merasa repot
untuk mekar ketika mesti mekar dan
seketika itu seolah-olah
matahari telah menjadi jijik dengan
penantian



Keberuntungan

sesekali
kita masih muda
pada
mesin ini...




Oh Ya

ada hal yang lebih buruk dibandingkan
sendirian
tetapi sering kali membutuhkan puluhan tahun
untuk menyadari hal ini
dan paling sering
ketika kau melakukan
itu terlalu terlambat
dan tidak ada yang lebih buruk
dari
terlambat yang terlalu



Puisi untuk Ulang Tahun ke-43ku

berakhir saja kesendirian
di sebuah makam dalam ruangan
tanpa rokok
atau anggur --
hanya sebuah bola lampu
dan perut buncit yang
berambut abu,
dan kesenangan untuk memiliki
ruangan ini



Memecahkan

Van Gogh memotong telinga ini
memberikannya kepada seorang
pelacur
yang melemparkannya jauh pada
kemuakan
liar



[sajak-sajak ini diterjemahkan secara bebas oleh Ganjar Sudibyo @2012]