PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

3.29.2013

INRI


tuanku, tuanku, dalam rupa apa lagi
darah dari duri-duri mahkotamu menjelma;
engkau panggil ibu...ibu... kepada seseorang
di bawah sana bersama seorang yang engkau
sayangi

via dolorosa,
sebab kalvari adalah saksi bahwasanya tanah
yang pernah engkau kasihi bergantian menurunkan langit
perlambang buatan para malaikat yang memandangmu
sangsi: inikah dunia yang menyambut seorang manusia?

dengan airmata yang menetaskan penyesalan
pun memeram penebusan
kami juga ingin mencintaimu, tuanku




2013

3.28.2013

MENINGGALKAN PERJAMUAN




pada seisi ruang yang kami sebut
sebagai sakramen: tuanku, kekasih kami,
koyakkanlah dada dan baju kami
dengan setetes anggur
beserta sepotong roti

piala ini adalah peringatan bahwa kami
ingin menyatu pada setiap perasaanmu
yang jatuh kemudian tumbuh
sebagai jalan-jalan duka
yang tak pernah sekalipun
dilalui orang-orang


2013 

ANAMNESE GETSEMANI




yang datang sebagai raja, yang datang sebagai pelayan

kau memberkati sedekat-dekatnya lengan
pada dahi, sedekat-dekatnya bibirmu yang suci
pada kaki--salik kami;
dengan kata-kata yang pasi
kau menuntun kami pada lorong-lorong
yang tak sekedar meninggalkan alamat
penebusan dan tradisi kesedihan.

kau yang lahir dari gelap maupun terang,
bagaimanapun kami mempercayai getsemani
adalah tempat tubuh ini berjaga dan merawat doa
: bagi kami, perasaan inilah waktu ketika kau
menyerahkan diri, puasa para malaikat beserta doa-doa

yang datang sebagai raja, yang datang sebagai pelayan

tuanku, kekasih kami,
kepada siapa lagi kami membikin detak cintamu
dari lubuk airmata,
selain kepada diri kami sendiri?


2013

DI SAM POO KONG, KITAKU




[1]
gerimis di sini tiba-tiba jadi semacam doa penunjuk arah;
ya, sebuah rencana yang tak dapat kita reka-reka
namun jangan sampai kamera kita basah, bukankah
kita akan merekam semuanya. semuanya yang berdiri
di kota ini--Semarang, tempat kita menelusuri gedung-gedung
yang jadi museum, restoran, tempat nongkrong atau peziarahan.

gerimis di sini tiba-tiba jadi hujan. baiklah, kita duduk-duduk sebentar
di antara relief patung-patung dewa dan warna-warna merah emas;
daripadanya: hujan, klenteng-klenteng yang perkasa membuat kita kian
khusyuk memandang. kitaku, dengan perasaan-perasaan yang kesemutan,
kita telah lama ingin mengenal semua ini: sejarah-sejarah yang tak
berhenti memperbincangkan cerita pun dongeng-dongeng. nun di sini
orang-orang Tionghoa tak putus saling berceramah dari asap dupa
ke asap dupa yang lain, dari warisan tahun-tahun pelayaran
nenek moyang;
“kami masih meyakini Sam Poo Tay Djien yang mulia itu,
baju zirahnya yang tak pernah ditanggalkan adalah
segenap perasaan syukur di hamparan tanah subur
beserta kebajikan-kebajikan yang senantiasa bergerak
seperti deras sungai simongan di penghujan,
kami masih meyakini Sam Poo Tay Djien yang mulia itu,
persinggahan ini adalah langit yang juga kami tinggikan
demikianlah kami menghaturkan berkali-kali harapan”

[2] 
hujan seperti merayakan para peziarah yang sedang saling salam
sujud bersujud dalam sembahyangan King Sing,
lalu bersama gantungan lampion-lampion, orang-orang mengabarkan
bahwa malam akan bersegera tiba, hujan akan bersegera reda;
sebagian orang bersegera melepas kimono dan asesoris-asesoris
dari Cina, para tukang foto bersegera mencetak foto-foto mereka.

kitaku, kita paham bahwasanya di kota ini sajalah kita temukan
berbagai lambang dan cara untuk mengabarkan cinta dari seberang;
demikianlah, demikianlah, kita bersama-sama mengamini:
tanah ini, negeri yang selayaknya menjadi tempat orang-orang
memandang dan mengabadikan, lalu menyalakan sejarah
kamera-kamera mereka untuk belajar tak membenci
lembaran-lembaran klise perihal perbedaan
bahasa foto demi foto


2012-2013

ANAK-ANAK SELEKAS MENGHENINGKAN CIPTA



bagi anak-anak penyandang tuna grahita

(“bersama ketabahan yang harum,
doa-doa ini adalah jalan seraya langit
bagi kalian;
bagi kita...”)

kita jadi hafal sekali,  anak-anak yang menyanyikan lagu
mengheningkan cipta saat upacara bendera tadi lekas
bergantian mengucap salam sebelum meletakkan
alat tulis beserta rupa-rupa pelajaran ke atas meja
masing-masing.

“anak-anak adalah pangkal keselamatan”, kata kalian;

kita jadi saling mengeja dan mengabarkan tentang bagaimana
anak-anak sekolah itu mempertunjukkan gerakan-gerakan bibir mereka
lalu bagaimana kosa kata berlahiran—sebentar melupakan kekurangan
meski tanpa alasan yang mesti dan pasti.

kita jadi saling begini dan begitu. melihat tatapan-tatapan asing
dan mendengar cerita-cerita melankolis; anak-anak selalu
saja begini bilamana kita berusaha membenarkan
letak pensil yang dipakainya. pun kita selalu saja
begitu seketika ada anak yang tiba-tiba menangis
menatap jendela, mencari kunci pintu, dan menggedor-gedor
pintu berulang kali.

aduhai, kita ini mengapa selalu begini dan begitu,
padahal ada yang lebih dekat untuk kita percakapkan
dan pertautkan. anak-anak seperti itu telah mengajari kita
dengan bahasa mereka, sebenarnya;
kita tak perlu khawatir, sebab bab-bab mengenai kemanusiaan
telah hadir pada tindakan-tindakan mereka.
barangkali kita bertemu untuk belajar mengizinkan
melepas sepatu mereka di tempat lain
sekembalinya kita memahamkan ini semua
sebagai kerendahan yang lapang, sedasar kata-kata
:
biarkan waktu menanak
biarkan waktu menanak
biarkan waktu membawa anak-anak beserta
keselamatan menuju luar kelas, 
menuju luar sekolah
menuju dunia yang menyusun letak
gambaran penebusan manusia-manusia 
yang kelak;
demikian kita belajar kepada rerupa anak-anak
...biarkan waktu menanak


2012 - 2013 

3.24.2013

PERJALANAN




selanjutnya di temu waktu
usia adalah bagaimana cara kita
memaknai getah ingatan yang telah
kemas menjadi biru maupun abu

selanjutnya, sebelum kita mengenal
perasaan adalah waktu



2013

RILKE YA RILKE

Berikut terjemahan beberapa sajak Rainer Maria Rilke; Bahasa terjemahan ini merupakan bahasa yang ketiga setelah dari bahasa aslinya (bahasa jerman maupun bahasa perancis) disulih menjadi bahasa inggris. Oleh karena itu, bias yang terjadi sangatlah signifikan. Berikut merupakan beberapa sajak yang diterjemahkan dengan menggunakan interpretasi bebas (dalam seni menerjemahkan yang saya pahami):






You, You Only, Exist (Kamu, Hanya Kamu, yang Ada)

Kamu, hanya kamu, yang ada
kita yang berlalu, sampai pada akhirnya
yang kita lalui terasa begitu luas
bahwasanya kamu hadir: dalam peristiwa indah,
dalam segalanya yang jadi tiba-tiba
muncul menjelma cinta, atau mempesona
menjelma keriuhan kerja

Pada kamu, milikmulah aku, bagaimanapun waktu
menghablurkan aku. dari kamu menuju kamu
aku ini yang berjalan. di antara
ruang yang menggantung pada karangan bunga, tapi bilamana kamu
meraihnya, raih, dan raih: pandanglah:
segalanya menjadi festival!



Women in Love (Wanita dalam Cinta)


Itu jendelaku. Baru saja
aku perlahan telah terbangun
aku berpikir bahwa aku akan melayang
pada seberapa jauh tangkupan hidupku
dan di manakah malam dimulai

Aku berpikir bahwa segalanya
masih mengitariku
tembus pandang seperti sebuah butiran yang hablur
dalam, gelap, bisu.

Aku sedapatnya berjaga bahkan bintang-bintang
dalam diriku; begitu luasnya
selayaknya hatiku; yang betapa tulus
membiarkannya untuk pergi kembali

Kepada siapa aku mulai mungkin mencintai, menyentuh
layaknya sesuatu yang asing
nasib yang sekarang menatapku

untuk apa aku kemudian mengartikan
di bawah kealpaan
memancarkan pandangan seperti padang rumput
bergerak dengan cara ini dan itu

berteriak dan takut
supaya seseorang dapat mendengar panggilan itu
dan menghilang dalam takdir
menuju kehidupan yang lain



Childhood (Masa Kanak-kanak)

alangkah baiknya untuk menaruh perhatian, sebelum
kamu menemukan kata-kata demi sesuatu yang hilang
bagi masa sore kanak-kanak mereka
yang hilang dengan sekejap - dan kenapa?

Kita masih diingatkan : – kadang-kadang oleh sebuah hujan
namun kita tidak dapat banyak mengerti apa itu artinya;
hidup tidak pernah lagi sebegitu penuh dengan pertemuan
dengan reuni dan dengan segala yang tersampaikan

sebab dulu, ketika tidak ada yang terjadi di antara kita
kecuali apa yang terjadi pada segala harta dan makhluk
kita seperti berada di dunia mereka sebagai manusia yang berharga
dan menjelma dalam figur-figur yang riuh

dan menjelma seperti seorang penggembala yang sendirian
seperti terbebani oleh jarak yang luas
dan dipanggil dan direngkuh seperti dari kejauhan
dan perlahan seperti sebuah rangkaian baru yang panjang
masuk ke dalam susunan gambar-gambar
yang mana terus menerus membingungkan kita



Evening Love Song (Lagu Cinta Senja)

Awan-awan yang indah
membentuk sebuah lagu cinta senja;
sepanjang jalan mengelak untuk meninggalkan
bulan baru yang dimulai

Sebuah bab baru dari malam-malam kami
dari malam-malam mereka yang rapuh
kami berbaring dan menyatu
dengan horison-horison hitam ini



Interior Potrait (Potret Interior)


Kamu tidak dapat bertahan hidup dalam diriku
sebab ingatan-ingatan;
begitu pula kamu adalah milikku tersebab
dari sebuah daya cinta yang memanjang

Apa yang membuat kamu terlahir
adalah putaran semangat
bahwa sebuah kelembutan yang syahdu
berjejak dalam darahku

Aku tidak terlalu menginginkan
melihat dirimu hadir;
cukup bagiku untuk menjelma kelahiran
untuk sedikit melepaskanmu


Sumber: PoemHunter.com (yang dipublikasikan dalam bentuk pdf pada tahun 2004)
Sedikit mengenai Rilke, bahwa sebenarnya karya kepenyairannya yang paling mencuat adalah kumpulan sajaknya yang diterbitkan pada abad ke 20, adalah sekumpulan sajaknya yang berjudul "The Duino Elegies".

3.21.2013

DUNIA ANONIM*



*Dunia Anonim; “KONON, DI SEBUAH KAMAR YANG MEN-DOWNLOAD BULAN TAK HENTI-HENTINYA” -Ganjar Sudibyo-





Anonimitas berasal dari kata Yunani ἀνωνυμία, anonymia, yang berarti "tanpa nama". Sebuah keadaan anonim, saya sebut ‘Dunia Anonim’ sedang dibangun oleh Ganjar melalui sekumpulan sajak “Pada Suatu Mata, Kita Menulis Cahaya”, anonim dibatasi pada keadaan, dimana hubungan relasi sangat misterius, tidak dapat dipastikan apa dan siapa, suatu keadaan ambang batas, dimana ia berdampingan dengan tidak, tak jarang hubungannya bersifat acak dan eksperimental.


saya sedang membayangkan sebuah rencana besar tentang sebuah konstruksi seni sastra-puisi, ada kerja yang lain yang sedang diupayakan penyair ini dari banyaknya kerja kreatif berpuisi, ia sedang menarik-narik sebanyak-banyaknya pengetahuan dari dalam dan luar dirinya dengan sengaja, lalu diolah dengan acak, saya melalui engkau (wawasan pengetahuan), engkau melalui saya, saya-engkau-engkau-saya, saya-saya-engkau-engkau. Kerja kreatif ini terlihat sangat referensial, bisa saja memukau (mencengangkan) karena di tuangkan dalam teks puisi dimana kerja puisi bagi saya adalah kerja seni, yang ukuran dan capaiannya tidak mutlak.


Pada “KONON, DI SEBUAH KAMAR YANG MEN-DOWNLOAD BULAN TAK HENTI-HENTINYA”, saya melihat ada kerja makna yang lain yang dibebankan pada kata; bukan kata yang dibebani makna, namun sebaliknya, mungkin tidak saya bayangkan kenapa kamar men-download bulan, atau orang-orang kampung bermatakan channel televisi, keadaan demikian saya sebut selanjutnya sebagai dunia anonim, dimana relasi dibangun tanpa identitas, tanpa nama, seperti pada teks:
“ini seberang bukit: ruang bagi air hujan dan kemarau
Yang perlahan rembes ke ponsel touchscreen para
Investor, lalu telepon genggam model qwerty para
Penyapu jalan yang semakin buram dan tak jelas keypadnya
...............................................................................................
...............................................................................................
Ini seberang bukit: langit bernapas seperti bersepeda
Dan bus-bus tua yang memaksa menanjak
Melaju tanpa henti. Ketahuilah, seisi kota
Diam-diam telah bersepakat bahwa panggung
Adalah drama orang-orang pencinta asap


Gombel, senin, pukul tujuh pagi, musim
Kemarau, masih saja ada asap sepasang
Kekasih yang bersikeras bercinta di gazebo!” (Teater Asap Di Gombel)


Ada beban makna pada kata dalam tiga bait puisi diatas, beban tersebut membuat teks terasa asing dari bahasanya, apa ini hanya soal gombel (sebuah kawasan di Semarang), pertunjukan sibuknya sebagai kesia-siaan, atau bicara pada persoalan lain yang lebih besar?

Sebagian lagi Judul-judul sekumpulan sajak ganjar ”Benteng Portugis, Bahu Kita; Cahaya yang Berenang di Via Dolorosa; Carrickfergus; Dacha; Di Bawah Pohon Magnolia; Immaculata; Maleakhi; Marba; Morti; Oratorium; Oreillon; Sam Po Tay Djien” dst.


Judul-judul di atas dibangun dari sebuah narasi yang sudah ada sebelumnya, lalu di ceritakan kembali melalui perspektif ‘aku’, tapi ‘aku yang anonim; ragu’, karena aku bisa menjadi kamu, mereka, dia, kau; sangat cair dan acak sebagian besar tak ada tokoh yang menjadi apa atau siapa, hampir keseluruhannya ‘aku ’ berperan sebagai narator yang menentukan jalannya cerita.
“di sebuah tempat, manakala matahari tumbuh melalui
kepompong-kita menyaksikan orang-orang melumat
dada mereka yang penuh pasir; di sebuah tempat,
manakala mata kita tak pernah berseberangan memandang....” (Dacha:kita, kesedihan)

“pelayaran adalah sembahyang anak cucu kita-pawai kebajikan
Yang dihidupkan dalam nyaring kebisuan.
Sesampainya kata-kata ini tak tumpah jadi sepah yang rapal diujung ikat kepalamu.
Perjalan itu pelayaran panjang yang aduhai mengusik pendaratan; di mana
Mesti kita tanggalkan baju zirah pertama kalinya. ... ” (Sam Po Tay Djien)” dst


Ganjar membangun kembali narasi, tempat bahkan mitos, melalui konstruksi yang acak, aku dalam peristiwa, peristiwa didalam aku, aku diluar peristiwa, peristiwa diluar aku, terjalin secara acak. Posisi aku-kita-mereka-kau-dia mengalami krisis baik sebagai subjek maupun objek. Seperti kutipan pada teks:


“anak itu senang sekali membuat negeri dari tanah liat,
kau senang sekali dibuat cintaku rekat-rekat.
kitaku kita sedang berada didalam mereka tak senang tak juga pilu...
.............................................................................................................
.............................................................................................................
...kitaku, kita, sejumlah lentur tik-tok jam: kanak-kanak
terang yang dipersunting manusia dan kehilangan.” (Pada Suatu Mata, Kita Menulis Cahaya)

Kitaku, sebuah kenyataan bahwa kita (aku dan kau), menjadi hanya aku, ada proses matinya orang kedua, mati dimaksudkan bahwa tak ada lagi kehendak yang mandiri dari orang kedua, segalanya menjadi sepakat, bahwa baik aku ataupun kau sama saja, jadi kitaku, bukan kitamu, atau kita mereka, kecendrungan aku sangat mutlak, dalam sajak di atas, bahwa belum tentu kau (orang kedua) sejumlah lentur tik-tok jam, tapi aku sudah mengatakannya demikian, dan’ kau’ tak memiliki suara apa-apa.
Keadan demikian menimbulkan asosiasi kecemasan, bahwa dewasa ini hampir tidak ada lagi ruang privasi, segalanya digiring menjadi ruang yang terbuka, konsumsi massa, pembakaran habis habisan orang pertama, bahkan persoalan human crisis, pada teks :


“Seekor kucing mati terperangkap di tengah jalan raya,
Sore-sore. Orang- orang lalu lalang saja dengan jam
tangan berputar terbalik. Sore-sore. Sebuah kota
mendirikan gedung-gedung tanpa jalan raya. Seekor
kucing lahir denga matanya yang buta tanpa induk;
orang-orang mengendarai kesibukan tanpa pernah
mendengar suara kucing dan memperhatikan jeda.” (Soresore)


Seekor kucing mati, dan tak ada yang melihatnya sebagai kematian, kesibukan membuat pikiran kita melaju sangat cepat, sehingga tak ada jeda untuk mendengarkan suara kucing, seperti gedung-gedung tanpa jalan raya.


Ganjar menerima kecemasan dan menawarkannya pada kita, melalui kata-kata yang cemas, gugup, dan ragu pada bahasanya, ia ingin bergeser menjadi sesuatu yang melampaui kata-kata itu sendiri


“ibu,ibu,ibu...bagaimana cara yang tepat untuk
Mengartikan ketinggian itu, karena semua tempat tak
Lagi banyak menjelaskan batas. Maka pertama-tama,
Berjanjilah...lepaskanlah segalanya itu
Ke dalam aku,
Aku.” (Ketika Pertama seorangpun Belum Mampu Mengartikannya)


Penyair ini menerima yang datang padanya, dan ia juga menarik sesuatu untuk membaca yang sudah ia pahami sebenarnya, ilmu pengetahuan bagi ia berkilauan sehingga ia menyusun sedemikian rupa realitas berlapis-lapis, imajinasi tumpang tindih, dan menjadikannya “gambar-gambar yang menyala”, apakah sudah cukup menyala di hadapan pembaca, saya menganjurkan membacanya terlebih dahulu.


Supaya pada suatu mata kita dapat menulis cahaya










Salam,
Vivi Andriani Tanjung

3.20.2013

IKAN DALAM ES KRIM, GADIS KECIL ITU DAN INGATAN-INGATAN DALAM PANDANGAN

















kembalilah, ikan-ikan itu berloncatan dari kacamatamu;
seorang gadis kecil duduk di hadapan kita tanpa lelah
berbicara lantang tentang lelehan es krim yang berubah
jadi arus sungai. "kita tak sedang mengkhayal, bukan,
atau gadis kecil itu sedang mabuk dalam ingatan-ingatan
kita: masa-masa ketika waktu dan segala pandangan
di sekeliling belum sempat dikenal sebagai lingkaran
keriuhan dunia"

kata-kata. kata-kata kita perucapkan sebagai niat baik
seperti memandang sebuah rumah pengantin baru; ia
lalu menunjuk sebuah gambar yang bergerak dari sebuah
baju, memperkenalkan foto-foto, menamai wajah
dalam lafal-lafal dan aksen yang membikin kita gagap;
kata-kata telah berjaga di antara kita: menu-menu
makan malam, obrolan-obrolan yang tersusun dari jarak
tatapan kita, sebuah warung yang tiba-tiba tersentuh
oleh kebahagiaan gadis kecil

ini pandangan yang diperuntukkan bagi kita, dari pengembaraan
kembali pada jalan-jalan kembara. pandangan yang menuju
manusia beserta dongeng-dongeng para gadis kecil:
bahasa-bahasa eja yang tak sempat kita namai
dan sebenarnya ada di dalam diri masing-masing

gadis kecil itu adalah kemesraan yang lahir
dari ikan-ikan di sungai metafora es krim,
memuasalkan kebebasan


2013



MENGEJAWANTAHKAN HUJAN



air langit, kekasih kami, berkatmu kami jadi kanak-kanak lagi

kami bisa membuka pintu: keluar rumah, berlari-lari melintasi
jalan-jalan becek di kampung, menengadahkan kepala
seraya berteriak, “hujan, isilah tubuh kami sampai kami
bisa mengapung di antara gelombang air parit!”;

air langit, kekasih kami, tersebab dirimulah kami tahu
ada gelombang yang tak bisa kami lalui sendirian;
hujan, dan hujan tidak akan selamanya mengisi tubuh
kami dengan air seperti waktu dengan setiap detaknya.

pada jalan-jalan yang mempercayakan arah kepada
telanjang kaki-kaki basah kami, pada sisa percakapan
tentang kenapa langit tak juga mengasihani kami
dengan menurunkan sedikit batas antara akar rumput
dan lapisan ozon yang konon tipis itu, pada dirimu
kekasih kami:
luhurlah segenap perasaan-perasaan yang kelabu
atas nama riuh-senyap hujan




 










2013

MENERUSKANMU, MENERKA-TERKA KITA



aku tidak ingin memilih sifat apa yang mengandung dirimu;
malamku, bukankah rembulan tetap saja tidak bisa
menembangkan kata-kata sebagai sepanjang sungai jernih
berbatu yang selama ini kita cari?

melangkah di setiapmu adalah perihal caraku meletakkan
paham demi paham tentang selebihnya kelam dan
seluruh eja lampu-lampu jalan yang sering binal
menasrifkan cahaya.

di depan, segala tujuan tersebutlah perasaan
yang mesti ditumpangi. sebab itu, percayalah malamku 
kita tidak perlu menunggu lama-lama, bahwasanya
segenap pikiran adalah diri kita yang kembali pada mulanya
pada hasrat masing-masing.

sebab itu, sebab semuanya, aku tidak ingin memilih
bagaimana pandangan ini terus menerus aku lenturkan
menujumu. sebab itu, anginlah kita














2013

3.03.2013

KATA-KATA PADA LENGAN KEBEBASAN


(ia bertolak, tapi tidak untuk memeluk yang riuh
maupun yang sangsi, ibunya)


~ daripadanya tak pernah menyebut gusti;
sebab ia percaya gusti benar-benar sedang tidur
di zaman seperti ini. hanya malaikat-malaikat
dan sejumlah penebusan dari langkah-langkah
asing. orang-orang pada parade kecemasan.
benda-benda yang kini dihidupkan oleh sekian
penyair muda.

"aku tak mau terjerumus
aku tak mau terjerumus. sungguh"
,
katamu

malam itu hujan dan petir; mereka
datang bukan atas perantara dewa zeus
--sebuah perayaan telah dimaklumkan
di atas meja dan kita yang menghayati kursi;
sebelum kata-kata tiba pada waktunya
bukan semata dari bibir atau pikir. ia
tidak ingin memaklumi sartre ataupun
nietzsche...ada yang ingin kembali
setelah dulu sekali dikenangkan.
tapi bukan aku-aku

~ daripadanya foto-foto tangan menggenggam
digarisbawahi. kejadian kemudian berkata-kata
seperti gaya bercerita seorang dosen yang
sebentar tak ingin menarik tubuhnya dari kursi;
sepanjang kelas, pikiran ini bertaruh:
aku atau kamu yang menjadi
puisi-puisi kaum sufi di hadapan gusti

di sampingku kini, kata-kata ingin dilepas
bukan cuma sebagai pembaca


2013

3.01.2013

SEKALI LAGI MERAYAKAN FOTO-FOTO



jalanku tak tuntas menempuh ingatan,
barangkali aku mesti bersabar dan tak melulu
memperkarakan ukuran bagaimana atau apa;
aku duduk saja ngopi-ngopi, melihat televisi,
penjual dan pembeli, membaca sms
dan sebuah galeri di laptop

kesepian yang lain begini seperti meletakkan restu:
dengan gaun, kamu mencintaiku perempuanku?
seorang tua yang berbincang sekilas di warung tadi
seperti menggambarkan gaunmu

sekarang, remaslah jari-jariku yang menyimpan debar
dan rupa gaunmu; dini hari ini
kita perlu masuk merayakan dingin foto-foto sekali lagi
-- mengindari rumit ingatan


2013