/1/
bahkan, cinta pun tak
menjawab cibir pengemis kecil
menengadah tanpa
berhalusinasi: tuhanku sudah mati.
(aku bukan nietzsche itu)
tertunduk lalu dilepaskan
hinggap gagakgagak
di sarang kepalanya,
telapaktelapak tangan terkatup,
mata pejam,
sujud tubuh.
/2/
ada sekantung tangis, di doa
menjelang hitunganhitungan
uang demi uang
peser demi peser
takut demi takut.
ada sekantung murung, di doa
wajah yang bukan topeng
bukan mahkota
namun abjadabjad bahasa
dari kitabkitab nasib
pada masa kaum jalanan.
ada sekantung harap, di doa
menjelang kata mimpi
di atas tikar permadani diri
ada sekantung hujan
di doanya.
/3/
disisipkannya, gelindinggelinding
bolabola tanya menuju sekolah hati
tanpa menggurui, digurui
hanya melalui.
dimudahkannya, doa yang sulit
mengendarai mendung menuju tepian
muara kotakota malam.
sungguh, zikir yang lekat!
sebelum segalanya terbenam, terbenam
pada keakuan hidup.
/4/
berdiamlah ibu nasihat
di samping lelapnya:
belantarakan, ego-id-superegomu
supaya jangan ada freudian
membercak di kulitkulit
kidung kemiskinannya
hingga memaksa lalatlalat luka
meminum nurani yang salah
pecahkan, purnamapurnamamu
supaya wajahmu ada
pada setiap pertemuan
petang yang baru
di bawah hujan-doa
di bawah doa-hujan.
2009