“butuh 100 tahun
bagi seekor burung
sampai ke pantai bau nyale
...
barangkali ia menangis
dengan cara yang belum aku
pahami[1]”
Ini
bukan tentang sebuah nama yang berawal dalam sebuah buku bacaan sore[2] berisi
100 puisi Indonesia terbaik di tahun 2008. Namun karya cipta yang membikin mata
saya memiliki keinginan untuk masuk kehidupan itu, menyelaminya dalam-dalam.
Pada suatu kesempatan saya diizinkan untuk berkenalan dengan beliau melalui
jejaring sosial. Sebentar kenal, beliau menanyakan alamat saya. Ingin berbagi
buku, katanya. Saya bahagia sekali, tentu. Sebab akhir-akhir ini saya sedang
ingin gemuk bacaan. Beberapa hari berlalu, dua bukunya sampai di alamat. Beliau
mengirim dua buah buku yang berisi kumpulan puisinya “Dongeng Anjing Api”
(2008) dan “Biografi Burung” (2013). Secara ringkas, riwayat buku “Dongeng
Anjing Api” pernah mendapatkan penghargaan dari KLA pada tahun 2009.
Pada
bagian dari kesempatan menulis atas bahan bacaan kali ini saya tidak akan
menawarkan analisis yang mendalam. Saya hanya ingin berterima kasih atas
buku-buku ini terlebih kepada penulisnya yang rela mengirimkan buku kepada
seorang yang belum beliau kenal sepenuhnya. Demikian saya melihat nilai dalam
kepribadian beliau yang menonjol, yaitu berbagi. Di antara berbagai macam kepribadian
sastrawan yang saya rasa belum tentu mengenal sebentar kemudian membagikan
karyanya (apalagi dalam bentuk buku), beliau melakukannya. Ya barangkali
dugaan saya ini salah dan setiap sastrawan mempunyai cara sendiri-sendiri untuk menindaklanjuti rasa berbagi.
Saya
semakin penasaran dengan beliau, maka saya mencari perihal yang berkaitan
dengan beliau. Pada pencarian itulah saya menemukan wawancara ook nugroho
dengan beliau[3].
Di sana, Saya mengamati proses penciptaan dan eksplorasi beliau dalam
kepenulisan. Tentu ada hal-hal yang dapat saya pelajari beliau lewat wawancara
tersebut.
Akhirnya
saya hendak menikmati kedua buku ini untuk kesekian kali terlebih dulu (sebelum menelisik lebih dalam)--barangkali ada cara memantik "kesedihan" muncul ketika membaca puisi-puisi yang belum saya pahami. Dua buku kumpulan puisi yang
sebagian besar diksinya menggunakan kosa kata makhluk hidup seperti binatang
(burung, kupu-kupu, anjing) dan tetumbuhan. Mereka seolah menjelma
dongeng-dongeng ketika saya beranjak dari masa kanak-kanak. Ya, semacam ada kehidupan yang kembali dihidupkan dalam kepala saya ketika proses membaca saya lakukan secara khusyuk.
Terima
kasih atas perkenalanmu, Bli!
Semarang,
2014