= d.
sepeda yang kukayuh itu menuju namamu yang dulu
saat hujan masih menggenapi februari yang kuyup pada setiap
keringat dingin yang sering kali menjadi iringiringan
ketakutan kita akan sanksi yang diberikan oleh pak guru
untuk tiap keterlambatan waktu; mata pelajaran di kelas kita
dan nama kita selalu jadi pelanggan yang membeli sanksi
dengan alasanalasan ular di mulut kita
sepeda yang kukayuh itu bergerak-lesat lewat jembatan bambu
yang hampir tiap bulannya ada saja bambubambu yang terjatuh
ke arus sungai banjir kanal timur tanpa mengenal nama siapa
yang lewat di atasnya dan kayuhankayuhan cepat seperti kilat
ialah buah kerinduan atas buku puisi yang aku pinjam dari
reruntuhan bambubambu itu
sepeda yang kukayuh itu telah menitipkan namamu
sebagai saksi buta di setiap nama jalan yang kita lewati
dan di antara semua jalan hanya jembatan itulah melekatkan
namamu eraterat dengan simbol hurufhuruf mimpi yang datang
dari rumahrumah pinggiran bantaran sungai itu; mereka telah
jadi pesan yang terbaca untuk sebuah perjalanan tiga tahun kita
sepeda yang kukayuh itu selalu rindu mendekap jembatan
yang kini bertempel lumut di sisisisi hingga melapuk
tanpa menghilangkan ingatan kita akan nama akan cinta,
di jembatan itulah kita selalu bergegas menjemput
ucapan yang menanti lama sepanjang pagi telah menjadi
jalan yang abadi untuk bingkai hujan di garis lengkung mata kita
lalu menyebutnyebut nama kita
: aku puisimu
aku puisimu!
2010