(SAJAK I)
PAGI MENUJU SEBERANG JENDELA
1.
bagaimana aku bisa menyampaikan gerimis
di kedua mata mungilku kepada abjadabjad puisi
sedang lampu belajar masih saja membacakan nyalanya
pada kertas dan pena di meja belajar itu
bagaimana aku bisa berbicara tentang seberang jendela
di bibir-puisi yang baru saja mengatakan bahwa
gerimis adalah tekateki yang kurancang semalam
- pun engkau tahu meja belajar itu melihatmu
perlahan muncul di uapan cangkir kopi –
2.
lewat tanya yang telah aku tuliskan,
lewat alis yang kupertebal semalam
aku mencium baumu dari uapan itu
: kopi yang terasa manis untuk lidah-gerimis
3.
tulisan bahwa aku berdiam di antara halaman tumpukan buku
adalah isyarat lama yang kutujukan pada rerintik
yang jatuh menebalkan pagi melebihi jumlah halaman itu
aku adalah alismu
dan kita, kita telah lupa akan waktu yang tak berhenti
menebalkan kulitnya supaya kita tahu bagaimana
cara mengajarkan pagi menuju seberang jendela
yang dipenuhi anak-anak gerimis.
2010
(SAJAK II)
SEMALAM MENUJU SEBERANG JENDELA
semalam lampu belajar bilang padaku,
“remangkanlah mata yang engkau
letakkan pada gerimis di seberang jendela dan cungkillah
gerimis itu satu per satu ke atas mata penamu.”
salah satu sisi jendela telah terbuka mengizinkan gerimis menanggalkan
gigilgigilnya ke halamanhalaman buku yang kusandarkan lekat pada jendela
itu; aku sendiri telah jelma pada coretan di kertas tempat pena membaringkan
puisi yang selesai dihurufkannya.
perlahan gerimis mengajakku dan seluruh isi meja belajarku untuk
menerjemahkan malam yang tak sanggup menampung airair di kantung
matanya; sedang lampu belajar masih saja tinggal di atas meja menemani
gambar mataku yang redup.
semalam gerimis belajar berpesan padaku,
“jangan lupa matikan lampu
sebelum jendela menyuruh mata yang engkau
kenakan itu menujuku.
-engkau tahu akan nama di seberang jendela itu
: mimpi yang tak habis diterjemahkan- ”
2010
0 pembaca kata berbicara:
Posting Komentar
silakan rawat benih ini