Berapa kali sudah terwasiatkan
dari kakek hingga ayah kami
dada kami yang kini koyak
masih saja bersikeras mendirikan
tempat pelipur segala kebuntuan
Kebuntuan itu datang dan likat
seperti benalu bertahun-tahun lingkar
pada tubuh pohon beringin yang kami
tanam di kepala kami masing-masing
sewaktu musim mengeringkan mata kami
Mata kami sejauh ini dapat melihat
balok-balok jatuh di pelupuk mata
mata kami tak ingin dibutakan dan
dibelalakkan oleh setiap kehilangan
arah yang menyesatkan diri kami
oleh ucapan-ucapan peramal
di tahun dua ribu dua belas
Dua belas tahun kami mengingat
teman-teman kelas kami dulu begitu
antusias bermain sepak bola
dengan langit hujan deras tanpa
sepatu ataupun baju olahraga
hanya saja teriakkan kami sama
dengan bunyi geledek petir
Petir sering mengetuk tanah kami
ialah pertanda pancaroba hampir usai
tapi tetap saja kami khawatir akan
sawah-sawah kami menjelma
villa-villa dan perumahan mewah
arghhhh...doa-doa yang terbakar!
maka ke manakah roma kami
yang dulu?
Yang dulu masih mudah kami temui
obat lara sewaktu longsor dan banjir
atau kemarau panjang melalui kami
dengan begitu cepat menguras
sumur-sumur di belakang rumah kami
Rumah kami sejatinya sekarang kandas
atau bisa saja dikatakan lepas dari
genggam airmata sampai-sampai
kami mencari dan tak kunjung
mendapati jalan menuju kediaman
idaman kami
Semarang, 2010