~ bencana merapi dan mentawai
*
ada orangorang menggulung dadanya yang rusak
sedang kami menjadi batu di masing-masing mata;
ikat yang kami kenakan di kepala begitu pitam
menanyai ke mana tubuh lain yang sedang gagal
mengikat liat airmata kami
kini, orangorang itu tumbuh menjadi tanah pekuburan
dengan segala pengingatan untuk melupakan
siapa dan apa yang menamakan dirinya mayat;
maka kami tak akan merusak mata dan dada
yang engkau berikan, ibu- -sebab di desa dan pulau kami
masih setia memeram lara di pundak dan menanam
bunga kamboja putih di setiap kepala
**
pulau kecil kami sedemikian sesak
oleh tsunami yang ingin belajar diam dan redam
pun ombakombak lautan tak kenal lagi
ke mana ia biasa menjadi anak pesisir
jauh di matadoa kami yang kecil,
kami tak pernah ingin rumah menjadi pasir
menjadi remasan bagi dada kami masing-masing
***
apakah engkau sungguh tidur atau sedang insomnia
di desa kami yang sorga?
biarlah kami sesekali menjadi debu dari arah gunung
menjadi awan yang panas dan lahar yang dingin
lalu berkalikali bernama jasad
yang menuju lugu bibir pertiwi kami
sebagai pertanda bahwasanya
kami sedang tak ingin datang menciummu,
ibu?
2010