ia. pantulan pupur
cahaya menitipkan yang baru padaku:
“tapi bukan, bukan musabab
kebahagiaan”
dalam dua hari aku
menungguinya bersalin
lewat persegi dinding
kamarku yang bunyi tik-taknya dulu kelabu.
pada bercak-bercaknya
seringkali kupandang benderang kisah-kisah
tentang taman yang
teramat sunyi tempat masa kanak bermain
begitu intim dengan
ingatannya.
sembari aku belajar
mengekalkan ranjang yang merebahkan penantian
dinding-dinding
terasa lebih cerah untuk menggantikan langit pagi hari,
udara yang kedap
sedemikian kejap menuntunku: memandang mereka
di samping
musik-musik yang lirihnya tiada henti sama dengan
mandi setiap waktu.
angan-angan yang
lentur tak akan pernah merubah seluruh dinding ini
membusuk diresapi pendaran
titik-titik air mata; aku
sekali lagi masih
percaya, seorang aku yang lain akan lahir
sebelum jejal nasib melebur
dan benar-benar raib
oleh angin malam
kamar yang selalu berkabar sama:
lesap pada lepuh dadaku
seorang aku yang lain
akan lahir
menggenapi warna
ziarah
... o mahasuci sunyi
... o mahasuci sunyi
2014