menghisap udara dengan sepuluh jari tanganmu
seperti berpulangnya sengal nafas satu per satu
menuju penantian yang kucatat-ulang tadi pagi
karena tanggal-tanggal semakin semu tak berganti
dari episode menjelang episode yang terindui
orang-orang kampung bermatakan channel televisi.
udara kian sesak saja dan bunyi sepi bergentang
seperti penyair menenggelamkan kesunyian dirinya
seumpama berkendara di kemacetan tanpa klakson
selebihnya kota telah lampau memperbaikki alarm
supaya tak ada pagi terbit bersilih karena kaki-kaki
mulai tak sanggup menasrifkan...