menghisap udara dengan sepuluh jari tanganmu
seperti berpulangnya sengal nafas satu per satu
menuju penantian yang kucatat-ulang tadi pagi
karena tanggal-tanggal semakin semu tak berganti
dari episode menjelang episode yang terindui
orang-orang kampung bermatakan channel televisi.
udara kian sesak saja dan bunyi sepi bergentang
seperti penyair menenggelamkan kesunyian dirinya
seumpama berkendara di kemacetan tanpa klakson
selebihnya kota telah lampau memperbaikki alarm
supaya tak ada pagi terbit bersilih karena kaki-kaki
mulai tak sanggup menasrifkan kilometer perjalanan
menyembunyikan derap-derapnya, merahasiakannya
dengan nafas istirah panjang di kamarmu. demikian
segalanya terasa ingin abadi di kamarmu, dan kau tak
kunjung menyerah karena bulan selalu kuning merah
diam tak ingin kausuarai sebagai bulan yang pelan
masuk ke malam berikutnya.
alangkah kau masih mempercayai penantian bertahun
yang batal itu, menuliskannya dengan kecut jari-jarimu
dari kamar hingga bulan bisa tampak kekal di dalamnya
mengembalikan seluruh alamat pergi, membesuki
kebahagiaan tinggal di sini sambil menyaksikan gelap
kamar beserta bulan yang sebentar lagi memilih mesra
selamanya
hey, bukankah bulan tak mudah kehilangan byte sedikitpun?
0 pembaca kata berbicara:
Posting Komentar
silakan rawat benih ini