[1]
di rinduku. kini, kau adalah hujan
dan aku detak jam yang redam
pada dadamu. tisu
[2]
kucari kau malam malam. kucari
di sebalik kertas buku harianku,
tapi kata kata telah begitu luruh
menyembunyikanmu. dan puisi
tak henti membunyikan rindu
pada setiap katanya.
[3]
aku payungmu, sayang. ucapku
suatu ketika di hadapan kaca,
matarinduku sendiri. aku paham,
percintaan ini hanya milik
sebagian mata kita saja
sebagian dari hujan.
[4]
barangkali, kaulah laut itu:
ombak. aku yang memecah
kedatanganmu berulang kali.
mengaramkan kepergian,
dengan arus di karang karang.
[5]
biar kuwarnai sketsa wajahmu dengan jingga,
hingga kau tampak begitu senja. tampak
begitu ingin mencintaiku. tanpa gambar.
[6]
bila kau tanyakan
tentang harga pertemuan,
maka takkan kau temukan
jawaban di mata uang
manapun.
[7]
wajahmu perca, perlahan
tersusun di jantungku.
[8]
kutiup harmonika dengan oktaf oktaf tinggi
sebagai bahasaku yang terlanjur kamus
di perjumpaan: kau sebagai penonton semata wayang,
dan panggung ini adalah hadiah bagimu seorang.
[9]
angin itu. angin itu adalah pemecah bisu
sewaktu kalender beramai-ramai
membuat sarang yang masai
: bibir, ibumu.
-- maka kunamakan angin itu
pulang
[10]
genapilah nas ini,
tulislah sayang tulislah ingatan
sampai habis ibubatumu
mi!
2011