“musim ialah bibir yang mengering, berjuang
menenggelamkannya ke air yang jatuh-pergi
dari nama nama liang mata”
~ 1/
suatu musim, kebebasan kita ialah sejauh kita dulu telah berdiskusi tentang ilmu ilmu buku,
di emper warung tengah hari itu. tentang kegagalan percobaan percobaan einstein yang tak
sama halnya dengan puisi.
puisi,
puisi-puisi kecil yang coba kita tetaskan di sarang laboratorium tua. di sanalah kita bersama
sama mengetahui bahwasanya pemahaman yang dangkal bukanlah rangkaian ilmu pasti. dan
selebihnya kita telah lama mencibirkan musim di sepanjang percobaan renta yang berhasil
mengering, kuncup pada bibir kita masing masing.
- suatu musim, pada bibir bibir kering
: pertanda waktu kita untuk saling dihayatkan oleh ratusan nyala puisi,
bukan oleh eksperimen einstein yang padam -
~ 2/
pernah pada awalnya kita elukan musim perjuangan kaum proletar dari penindasan
kapitalisme para borjuis, dengan bendera merah karl marx. alhasil? alhasil kalender agustus
telah menetapkan bangsa mana yang tiga abad lamanya. tiga abad lamanya, baru
mengatakan bahwasanya perjuangan tidak hanya satu.
lantas,
lantas separuh tahun lamanya kita tak bersua tentang buku buku filsafat. separuh tahun
lamanya kita mengubur kepala karl marx ke dalam mata kita sendiri. tanpa mengenal mata
kita yang tak semerah dulu. separuh tahun lamanya ternyata, kita baru sadar. kita tak
semestinya memperingati bendera merah yang tertancap di bibir kering. karena sebenarnya
perjuangan kita telah ada sebelum karl marx berkata. sebelum kita mengucap ikrar kosong
tentang marxisme. memusim-keringkannya ke suhu bibir.
~ 3/
kerumitan adalah kewajaran dan sepenuhnya tempat kesederhanaan itu bermula. kita bukan
berasal dari kebenaran Kata-Kata sartre
“eksistensi mendahului esensi”
dan Kata-Kata hanya semacam teori kuno bukan kitab atau kamus bahkan puisi. sebab,
kita juga pernah menulis dekat kolam ikan yang keruh. tentang kebenaran seumpama riak
riak air di kolam. bergelombang sejenak lalu tenang. bergelombang lagi, tenang lagi. begitu
seterusnya. tak pernah berhenti sebelum musim kering jatuh dan pergi dari riwayat bibir
kita sendiri.
~ 4/
manusia. manusia hakikatnya menyimpan ribuan lebih ketidaksadaran. seperti gunung es.
bertahun tahun freud menyimpan perumpamaannya sebelum ia terkenang oleh tulisan
tulisan yang mengabadikannya. dalam mimpi, kita serupa anak anak freudian. di sana kita
hanya melukis tawa tak lepas atas diri yang lupa dan baka pada gigil gigil pemukiman kemah
yang kita dirikan ke atas gunung es. lalu membicarakannya bagaimana kita mengartikan
kertak gigi setelah kita tak lagi ada dalam mimpi.
begitulah kiranya kita. manusia yang bertanya, manusia yang menjawab. bahwa pemahaman
ke mana arah tingkah laku kita tertuju pada musim yang teringkas oleh bibir kita sendiri.
~ 5/
maka di ibarat yang selanjutnya. kita adalah garam di luas lautan musim. sementara mereka
yang kita sebut hanyalah kapal kapal yang lewat sebentar. maka kita tahu, mana di antara
nama nama itu yang jatuh-pergi dari liang mata kita. bukankah di pertemuan terakhir, kita
berjanji pada suatu tanya
musim bukan lagi seperti bibir yang mengering,
einstein,
marx,
sartre,
ataupun freud?
maka ingatlah saja akan perjuangan. musim yang telah tenggelam. tenggelam ke air
yang jatuh-pergi dari nama nama liang mata. sebab dari merekalah kita mengerti
puisi mana yang paling bijak kita baca untuk suatu musim tanpa bibir bibir
yang ingin jatuh ke dasar air mata.
demikianlah. demikianlah musim mengenal bibir siapa yang sedang rajin menyulam
tekad menuju jalan-seribu tahun duka chairil, selain
puisi.
2010