~ 1/
Ma, dengan siapa lagi aku harus membagi tubuh-kunangku
pada setiap malam yang selalu datang tanpa salam.
apakah mungkin dengan ketidakmungkinan yang pasti
aku mesti meninggalkan pertanyaan bodoh
: di pulau pesakitan terjauh,
kapan aku mati mendekap usia-malammu?
~ 2/
bahwa bergulung gulung kain kafan
telah merupa mimpi yang keluar berlarian
dari arah pulaumu menuju jendela di pulauku
adalah isyarat rencana pengakhiranku
seperti di waktu pemakaman
yang tiba tiba jatuh
menimpamu,
tempo lalu.
~ 3/
di tempat penantianmu, Ma
izinkanlah aku membentuk ribuan mimpiku
sebentuk kapal untuk engkau pakai bepesiar
menyeberangi samudera tangis terluas
kelak, setelah engkau mengetuk pintu pulauku
akan kutunjukkan bagaimana kunang-kunang, bernyala
mengubangi tubuhku yang tak pernah sembuh
di nama pulauku sendiri
tempat aku menuliskan riwayatmu
ke dalam cawan nisanku
dan, setelah engkau benar benar mengetuk
pintu pulauku
akan kutunjukkan bagaimana matahari dan rembulan
menamatkan kebutaan cintaku
setelah berabad engkau curi untuk dihanyutkan kepada ombak
yang arahnya pun
aku tak tahu
maka, bepesiarlah ke pulau pesakitanku
Ma.
2010
0 pembaca kata berbicara:
Posting Komentar
silakan rawat benih ini