Ganjar Sudibyo*
Kiat Sukses Hancur
Lebur
adalah novel, sebagaimana label yang tertera di pojok kanan atas kover depan.
Para pembaca harus paham itu terlebih dahulu sebelum memasuki halaman demi
halaman. Mengapa demikian? Saya sempat takjub hendak mengatakan bahwa ini
sungguh novel? Beberapa hari minggu
setelah saya membaca novel ini, saya mencoba mencari alternatif bagaimana para
pembaca novel (lewat resensi atau reviu buku) bercerita tentang proses baca
mereka. Dan... Usai saya menulis kata kunci “Kiat Sukses Hancur Lebur”, berikut
saya pilih 8 besar nukilan komentar yang bersinar versi saya (tidak menunjukkan
peringkat):
1.
“Catatan
ini adalah kemungkinan dan kebingungan seorang pembaca. Mungkin Kiat Sukses
Hancur Lebur Martin Suryajaya adalah sebuah karya yang dinatkan dan dikerjakan
dengan serius dan berhasil, bisa pula sekedar karya main-main dan tidak
sepenuhnya berhasil. Lebih sering saya meyakini yang terakhir ini.”
2.
“Akan tetapi setelah membaca dan mendengarkan
langsung penjelasan penulis perihal proses penulisannya, saya berpendapat bahwa
novel ini memang betul-betul prematur, kelahirannya terlalu dini di tahun 2016.
Tiga setengah abad lagi mungkin novel ini menjadi rujukan pelajaran sastra di
ruang-ruang kelas.”
3.
“Buku ini, bagi saya
telah memperkenalkan genre yang masih ganjil dalam dunia fiksi Indonesia.
Kebanyakan dari pembaca fiksi hanya ditawarkan model eksperimen penulisan yang
sekalipun kreatif, tak jarang berada pada jalur semiotika formal, yang pada
akhirnya membenci humor, dan secara berlebihan menggandrungi balutan kosakata
satir. Persis dalam konteks inilah, Kiat Sukses Hancur Lebur menjadi penting.”
4.
“Acara selesai sangat singkat. Benar-benar
terasa sangat singkat. Tak tahu lagi harus membicarakan apa. Sebuah novel yang
benar-benar sialan. Membuat semua orang yang hadir di dalamnya, terasa tak tahu
lagi harus mendiskusikan apa. Acara pun ditutup. Dengan tanda tanya.”
5.
Dekonstruksi seperti ini bisa jadi bermanfaat
bagi orang-orang yang mabuk akut dalam hidup ini. Mabuk jabatan, mabuk cerita
motivasi, mabuk agama, dan mabuk-mabuk lain yang menenggelamkan akal sehat.
Resep yang ditawarkan buku ini adalah menggemburkan“mabuk” dengan
kegilaan-kegilaan yang tidak kalah akutnya. Jadi, hancur lebur dan sukses
sebenarnya merupakan dua wajah dalam sekeping koin.
6.
“Sulit menyebut Kiat Sukses Hancur Lebur ini
buku jenis apa. Mungkin sejenis lele dumbo yang bisa terbang dan mendarat di
depan kelas, nemplok di antara yang mulia presiden dan wakil presiden. Buku
yang ngelanturnya sungguh keterlaluan. Membuat saya berpikir lagi tentang
kesia-siaan membaca berbagai macam buku yang menawarkan ilmu pengetahuan.
Seperti sindiran bagi pembaca yang menelan mentah-mentah apa yang ia baca tanpa
perlu mengunyah atau mencari petunjuk informasi lebih lanjut. Melakukan apa
yang ia baca tanpa berpikir, berjalan saja seperti primata gagal berevolusi
menjadi manusia. Mengutip pendapat-pendapat orang orang penting agar dianggap
penting tanpa menelusuri kenapa orang-orang itu menjadi penting dan pantas
dikutip.”
7.
“Terus terang saya menghadapi kesulitan yang
hakiki ketika hendak mengulas novel ini. Bukan karena ia sulit dimengerti,
tetapi karena Kiat Sukses
Hancur Lebur ditulis dalam
bentuk yang unik dan tidak konvensional. Novel ini ditulis selayaknya sebuah
buku nonfiksi bertema pengembangan diri atau self-help.”
8.
“Meskipun kalau bukunya dibuka-buka sekilas
kelihatan seperti buku nonfiksi serius, sangat disarankan untuk tidak serius
membaca buku yang sangat melantur ini. Dari halaman-halaman awal sampai daftar
pustakanya benar-benar konsisten ngawur seperti benar-benar ditulis oleh filsuf
stress.” --Indah Threez Lestari (bintang
3)
“Harap diingat dalam memori cinta kita:
pertama-tama, buku ini bukanlah novel. Novel adalah cerita yang memiliki plot
dan tokoh utama. Buku ini tidak memiliki semuanya. Tak ada cerita, plot ataupun
tokoh utama. Yang ada hanyalah kematian yang akan datang kepada siapapun juga
yang telah berolah raga aerobik di halaman depan rumah sakit jiwa. Buku ini
adalah racauan orang stres. Yang menakjubkan adalah racauan orang stres ini
sampai menghabiskan 211 halaman! Sungguh-sungguh hanya menghabiskan kertas dan
waktu saja.” --J. Garammyigan (bintang
2)
“DNF. WTF did I just read. Berhenti di bab kedua.
Ga ngerti maunya apa ini buku. Ngelantur ga jelas (in a bad and messy way).
Yang kaya gini cocoknya di twitter aja 140 karakter, nge-post jam 1 malem.
Mirip2 sama captionnya geboymujaer di instagram, tapi lebih mending sih video nya menghibur.” --Dedi Setiadi (bintang
1)
Tentu
saya tidak akan membahas satu per satu nukilan komentar tersebut, Kedelapan
sumber tersebut memberikan penilaian yang berbeda-beda tentang Kiat Sukses Hancur Lebur, namun
sedikit-banyak dari mereka mengungkapkan bahwa novel ini sarat racauan yang
membingungkan pembaca. Benang merah komentar inilah yang menjadikan saya
semakin gelisah, seolah novel semacam ini baru saja menembus kebaruan dalam
dunia tulis-menulis di Indonesia: apakah mereka kehabisan bahan literatur untuk
mengulas novel model beginian? Dengan demikian memang dalam sejarah literatur
novel sejenis belum tercatat?
Martin
mengemas novel ini dengan sistematika seperti halnya buku panduan atau pedoman
dari daftar isi sampai dengan daftar pustaka. Ia membuat unsur-unsur yang
terkandung dalam sistematika ini dikemas sefiksi mungkin. Lantas, fiksi yang
bagaimana? Tengoklah judul-judul yang ada di daftar isi berikut: Menjadi Pribadi Sukses Berkepala Tiga, Tujuh
Kurcaci Manajemen Bisnis, Dasar-dasar Akuntansi Avant-Garde, Pemrograman
Komputer Menggunakan Sepuluh Jari, Resep Sukses Tes Calon Pegawai Negeri Sipil,
Arahan Seputar Budi Daya Lele, Etika Hidup di Apartemen, Cara Gampang Memakai
Baju. Martin mengamil tema-tema seperti psikologi, teknik, ekonomi, yang
alih-alih menjabarkan kebutuhan masyarakat di antaranya pangan, papan, sandang.
Tema-tema ini diambil yang kemudian jika dibaca secara lebih dalam terdapat
lelucon-lelucon atau plesetan yang membuat pembaca perlu memikirkan ulang
tentang pesan yang ingin disampaikan tiap bab-nya. Namun, Martin tidak
menggurui, dan tidak memakai cara yang semacam itu dalam novel ini. Tak ada
tokoh utama, plot, konflik, tak seperti novel pada umumnya. Novel ini bahkan
bisa dibaca terbalik dari belakang ke depan, dari tengah ke belakang atau ke
depan, atau random. Tak ada panduan khusus membaca novel ini. Martin membiarkan
imajinasi pembaca yang bekerja untuk menghayati setiap lelucon yang dimunculkan
di tiap halamannya. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Martin sengaja
memberikan lelucon tersebut? Kesengajaan yang bagaimana?
Ada
klasifikasi menarik yang pernah diulas oleh seorang kritikus sastra. Jakob
Sumardjo (1979) mengklasifikasikan novel menjadi dua, novel hiburan dan novel
sastra. Artinya bahwa tidak semua novel adalah sastra. Novel bisa semata adalah
hiburan. Novel sastra adalah novel yang berupaya memecahkan persoalan
artifisial. Apa yang diupayakan Martin berada di tengah-tengah jenis novel
tersebut. Namun, sekali lagi, ini bukanlah suatu persoalan yang genting untuk
mengetahui genre novel yang ditulis oleh Martin. Kiat Sukses Hancur Lebur bilamana dilihat secara seksama sarat
dengan kritik sosial. Persoalan yang terjadi di masyarakat dialih-bahasakan
dengan menggunakan majas-majas sinisme, satire, metonimia, totem pro parte, dan
sebagainya. Semuanya dicampur-adukkan sehingga terlalu riuh bilamana pembaca
bersegera untuk memperoleh manfaat dari bacaan ini selain untuk menghibur diri.
Kembali
pada pertanyaan, bagaimana membaca novel “Kiat-kiat Tak Jelas”? (saya sebut tak
jelas karena memang sepertinya ini bukan kiat yang berpola pada umumnya) Berangkatlah
dari bab yang Anda senangi, bisa dibarengi juga dengan kesesuaian mood Anda. Saya sendiri memilih membaca
dari halaman belakang ke halaman depan. Nikmati saja kata per kata, kalimat per
kalimat, paragraf per paragraf, ilustrasi per ilustrasi, halaman per halaman.
Martin barangkali seperti sedang bermain-main membuat karya seni, bukan karya
sastra.
*Pegiat Lacikata
dan pengelola Majalah Kanal, tulisan dibuat untuk keperluan acara Kelab Buku#11