sore sore, saya membersihkan rak sepatu. rak sepatu ini tergolong kekar sudah sejak tahun delapan sembilan masih saja berwarna cokelat muda. masih tahan menampung dua puluh satu pasang sepatu. pun, tidak ada rerayap yang mau berkoloni membangun sarang. saat bersih bersih, saya menemukan sepatu milik ibu saya yang penuh debu. entah, kapan terakhir ibu memakai sepatu di tahun kemarin. tapi sepatu ini seperti tak berhenti memohon supaya ada yang mengelapnya. saya mengabulkan permintaannya. sepatu ibu ternyata warnanya sama dengan rak sepatu. ah, tapi untuk apa lama lama mengelap sepatu ibu. toh, ibu tidak memakainya lagi dan tidak memanggilnya lagi dengan nama sepatu. sepatu saya letakkan kembali. hingga tiba tiba ada yang menjerit jerit di lubang sepatu: surga, surga! bersihkan surga kami, sepatu para ibu! saya kaget. saya mengintip intip lubang sepatu itu. ternyata ada ngengat rayap memenuhi bekas telapak kaki ibu sebelum saya dilahirkan. sore sore saya membersihkan rak sepatu. rak sepatu yang pernah sesekali jatuh dari gempa lima koma sembilan skala ritcher. dan tak sekalipun pernah enyah dibawa bah pada tahun dua ribu enam. saya kagum. rak sepatu ini seperti ayah saya. tegas. tak patah arang. suka memberi nasihat bukan kepada pemiliknya saja seperti saya. kerap kali, saya hanya ingin menjatuhkan airmata saya demi rak sepatu sepanjang sore. merimbunkan lumut pertama kalinya supaya nasihat muncul semakin keras dan berteriak seperti dulu pernah terjadi menjelang penggusuran rumah tetangga saya; "saban sore, orang mesti berbenah bencana sambil mendengarkan rak sepatu mereka masing masing. mungkin saja, suatu ketika ada doadiri memanggil manggil dari dalam sepasang sepatu yang jarang dipakai mengabulkan bahwasanya di masa depan benar benar tak ada bencana berpasangan dengan dosa." 2011
2.19.2011
SEPATU RAK SEPATU
17.19
No comments
0 pembaca kata berbicara:
Posting Komentar
silakan rawat benih ini