di antara orang-orang yang lelap, sebentar menjadi orang-orangan sawah
dalam lengan lelah aku tetap berjaga bersama suara kelelawar dan burung malam,
tetapi betapa kepedihan itu tak terjemahkan di mimpi orang-orang
tersebab mereka terlanjur buta dan tabu pada merah. merah yang darah,
merah yang kehilangan arah, merah orde-orde serapah. ini perlambang
aku mesti kembali pada jalan paling sunyi itu. merah sejarah
bapak dan kakekku hilang lima puluh tahun lampau. tak ada jejak
yang bisa kulacak. lubang-lubang kubur yang bertambah rekah
oleh para tawanan. aku berujar pada ingatanku, cinta akan dikau
menghanguskan aku. itu cerita lama, kata mata pelajaran sekolah.
entahlah. lalu ke mana "yang benar" itu, yang telah dicuri dan dikunci
bersama para mayat. kegelapan telah menutupi mata kepala
semua orang, memindahkan bahasa burung-burung,
ke dalam ular-ular, tikus-tikus, dan wereng lainnya
mereka menulis sejarah, mencatatnya di diktat-diktat. tapi tidak tentang
bapak dan kakekku. aku bahkan sungguh tak bisa menuliskan kepedihan ini
ke dalam sajak biar musnah segala gelisah. bau kehilangan yang tetap pekat,
ruang-ruang gelap yang rekat. orang-orang bersenjata yang sekali lagi melarang
segala usaha untuk melempar buku-buku sejarah suatu bangsa ke jurang
kecamuk lubang buaya
kepedihan suatu zaman menetes tanpa sajak, sebab penyairnya
adalah luka-luka bisu kehilangan itu sendiri
2015
10.19.2015
BAHKAN SAJAK PUN TAK MAMPU MENGARTIKULASI KEPEDIHAN
20.10
No comments
0 pembaca kata berbicara:
Posting Komentar
silakan rawat benih ini