9.28.2015

MITOS AESOP BESERTA FABEL-FABELNYA




ALKISAH, saya sedang hendak berusaha mempunyai pikiran seperti anak-anak pada masanya. Pikiran yang selalu diawali dengan rasa ingin tahu. Saya kemudian teringat seorang tokoh psikoanalisis sosial, Erik Erikson pernah bertutur dalam bukunya "Childhood and Society", tentang ketidakmauannya untuk berhenti berpikir seperti anak-anak. Sebagian penulis pun pernah bilang demikian. Berpikir seperti anak-anak berbeda dengan berperilaku seperti anak-anak. Berpikir seperti anak-anak dimaksudkan bahwa ada sisi-sisi yang dapat diambil dari perangainya.  Selain keluguan, kejujuran, wajah-wajah yang nampak selalu menggemaskan, ada satu hal yang tak kalah pening, yaitu sisi keingintahuannya menghadapi realita. Keingintahuan bukanlah segalanya untuk mencapai segalanya, tapi keingintahuan adalah pemantik yang mujarab. Dalam komparasi yang pasaran, keingintahuan lebih baik daripada sok tahu. Nah, saya sudah lama hendak membangkitkan gairah keingintahuan itu dalam kepala saya. Setelah beberapa waktu, saya disadarkan dengan sebuah lintasan pikiran: membaca buku cerita anak. Saya berputar-putar mencari buku itu di dalam internet. Hingga kemudian saya memperoleh beberapa ebook berbahasa Yunani, eh maaf, berbahasa Inggris. Ada nama-nama pengarang seperti Hans C Andersen, Grimm bersaudara, Joseph Jacobs, Ignacz Kunos, Robert Luis Stevenson, dan masih banyak yang lainnya. Tapi saya menemukan seorang pengarang cerita anak yang namanya hampir sama seperti tokoh dalam kartun One Piece: Aesop (eh Usop maksud saya).

Waktu itu saya putuskan untuk pergi ke rumah kawan yang akan belajar bahasa asing di pulau seberang. Dia mencetak banyak ebook dalam bentuk fotokopian atau stensilan. Di situ saya menemukan beberapa pengarang cerita anak. Kemudian kawan saya itu menyodorkan satu buku kumpulan cerita anak hasil unduhan di situs sebuah perguruan tinggi di Amerika. Singkat cerita, Aesop menjadi nama pengarang yang hendak saya telusuri kitab cerita anak yang telah ditulisnya. Selang beberapa waktu, saya mendapatkan ebook classics yang berisi kumpulan berbagai cerita anak milik Aesop. Saya langsung membuang waktu yang tersedia untuk membacanya. Dan, mencoba mengalihbahasakannya ke dalam Bahasa Indonesia. Tak lama, saya menerjemahkan 7 judul cerita anak karya Aesop.

Aesop menurut berbagai sumber pustaka, konon lahir di Asia kemudian menjadi budak di Yunani. Ada yang mengatakan 550 Sebelum Masehi. Yang lain mengatakan 650 Sebelum Masehi. Tapi saya tidak ingin dibikin bingung oleh almanak kelahirannya. Aesop berwajah degil, dan adalah seorang budak. Ya, budak. Budak yang cerdas dalam menangkap suatu perisitiwa yang kemudian dibahasakan melalui cerita-cerita. Ketekunannya, kejeliannya, ketajamannya dalam melihat sesuatu, terutama tingkah polah manusia menjadi modal ketika menuliskan ke dalam bentuk asosiasi manusia dengan binatang. Maka, tak jarang cerita-ceritanya mengandung amanah moral yang luar biasa kuat dan melampaui zaman. Beberapa sumber pustaka bahkan menyebutkan bahwa kisah-kisah cerita anak yang ditulis Aesop telah diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Arab dan juga Bahasa Indonesia. Ya meskipun sudah ada banyak kisah Aesop yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, saya pribadi malah merasa ingin-tahu bagaimana proses penerjemahan kisah-kisah cerita anak yang ditulis oleh Aesop. Toh, ini baru kali pertama saya menerjemahkan cerita anak. 7 judul cerita anak karya Aesop yang coba saya terjemahkan bukan serta merta saya ingin memunculkan tendensi sesuatu bahwa cerita ini lebih penting dari cerita-cerita lainnya. Tidak. Saya hanya ingin menerjemahkan saja, maksud saya mengalihbahasakan.

Saya punya kepercayaan bahwasanya Aesop pernah lahir, hidup, dan menulis kisah-kisah anak itu. Meskipun beberapa sumber pustaka juga menyebutkan bahwa Aesop hanyalah pengganti nama anonim. Dia tidak pernah lahir, hidup, dan menulis. Dia hanya mitos. Mitos yang kemudian digunakan untuk menutupi mitos-mitos kecil di dalam judul-judul cerita anak. Terlepas dari risalah fabel-fabel yang tentu sarat dengan fantasi dan imaji, dengan membaca fabel-fabel tersebut saya menjadi semakin yakin saya bisa mencapai kebangkitan atas pikiran anak-anak lagi. Merasakan bahwa binatang bisa berbicara, bertingkah, berperasaan, berbahasa dengan karakter manusia. Merasakan bahwa tumbuhan dan benda-benda bisa bergerak dan tertawa, mengajarkan perilaku-perilaku tercela atau sebaliknya, berbisik di telinga anak-anak posmo bahwa suatu waktu mereka pernah Ada!


2015
Sumber gambar: www.jssgallery.com

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini