10.30.2010
10.22.2010
10.19.2010
MENULISMU AYAH
ayah pernah bilang,
"jangan isi perutmu
dengan sebongkah bulan retak
ketika setiap malam ibu
mempebincangkan dongeng"
*
malam-malam begini ada jemari
yang tak bisa berhenti menulismu, ayah
ia bergerak ke dalam rindu paling relung
dan mataku tak cukup mengusap apa-apa
yang keluar darinya melaluinya; tahukah
bahwa ia perlahan bernama pelukan
di seberang jarak rumah dulu?
**
seketika ada bintang jatuh
aku mencoba jadi kantong
untuk menyimpan pecahannya
di saku doamu;
supaya suatu waktu aku diizinkan
merasakan memahamkan
bahwasanya harapan itu
tak pernah jatuh
pun timpang ke atas kepala
maka, ayah
aku ingin mendengarkan sekali lagi
dongeng ibu tentang langit malam
ketika si kancil tak lagi mencuri
timun di lahan tempat segalanya
bersegera melerai jarak yang dekat
berkali-kali memanggil namamu
menuliskanmu dengan huruf-huruf
yang terkunci supaya siapapun
tak ada yang merasa berseberangan,
kehilangan.
2010
10.15.2010
DI BAWAH LAMPU JAM TIGA PAGI
*
ada gambar wajah dan kakimu
telungkup pada baskom
berisi airmataku
**
pundak dan tangan yang kuberikan
rupanya susah menjadi huruf
di gelombang menuju kotamu;
kotamu yang masih rapi
tapi, tampak segalanya
seperti buritan
***
jika dua mata ini tak cukup
maka ambillah yang ada
pada dadaku,
sebab jantungku tau
kapan harus berdetak
kapan menyatu dengan detakmu
****
jam tiga pagi ini
ada tubuh yang puisi
penangkal remang-rindu
di bawah lampu
yang gelisah memijar tanya
apakah usiamu setara tangismu,
mataku?
2010
10.14.2010
TAK ADA YANG PULANG DARI ANGIN MATA LALU
tersebab mi
siur manakah yang lembam di matamu, mi?
angin itu memilih diam untuk kakimu
yang kau sembunyikan di balik jilbab;
tapi, jilbab itukah yang sebenarnya mengajak
mencelakaiku di ingatan masa depan?
duh, mi
mata ini meratap seraya takut
akan besok yang jadi lebih dingin
tanpa puisi tanpa jaket, syal atau selimut
mata ini berpenyakit dari angin salah arah
angin yang tak pulang-pulang oleh setangis rindu
kepada jarak yang seperti merasa sendiri
dan mengoyak-oyak rambutmu, dadaku
sebab itu, di matamu aku merawat mataku
supaya angin tak berjejal masuk
dari arah dan lupa yang lalu
datang menjagal siur yang ingin membusukkan
niat di pengaduhanmu kepadaku
2010
10.09.2010
DI SANA, DI LUBANG DADA IBUMU
*
oktober lalu kau lupa, pun sekarang
di sana,
tak kutemukan kata kau di telapak
tanganku bergurat seribu nasib
seribu pemahaman baru tentang
alamat yang sebenarnya tak sesat
dan tak ada Roma
di setiap kau bacakan almanak
**
bahasa bukan lagi hikayat ibu yang kuno
jikalau,
kau adalah malin kundang yang bertobat
maka sebenarnya durhaka telah menjadi bijak
karena sepeninggalan manusia yang mengadakanmu
bukanlah cerita fiksi atau bahasa takhayul
maka di sana,
di lubang dada ibumu
ada suara parau tentang kau
yang sedang memecah rindu
bagaimana rasa tawar terakhir
dari air susu ibu yang selalu sama
dan tak lagi kuno seperti sekarang.
2010
10.07.2010
JENDELA YANG TAK SEPERTI PERMAINAN AIR DAN API
"bermain air basah
bermain api hangus"
*
sisi manakah yang membaca
tanda di peribahasa wajahmu,
sebab ada bahasa lain
mencoba jadi peri
dinding kamarmu telah tandas
untuk kesekian kalinya
seperti kau jatuh di pelukku
dan jam yang menggeser ranjangmu
sesekali kau sembunyikan
di bawah selimutmu yang gigil
**
jendela di samping meja belajarmu
mencoba untuk jadi permainan
yang tak kalah basah dan hangus;
ia telah belajar dari raut muka dan dadamu
suatu waktu aku tak mungkin ada
di tempat persembunyian mana
juga permainan apapun
seperti puisi yang robek
oleh air dan api.
2010
10.05.2010
BAGAI PUNGUK MERINDUKAN BULAN, MAKA DI SINI TERCATAT TAK ADA KERINDUAN BAGI BULAN
"bahwa mimpi itu seperti suaramu
merayap-rayap menjadikan
punguk yang lain"
aku telah bersabar menunggumu
mengambilkan bulan di sebelah teras
tapi tak ada kabar tentang tengokanmu
yang lalu
maka dengan kemauanku sendiri
aku mencatat kepergianmu seperti
aku mencatat tak ada catatan
bagi bulan yang telah kupesan
padamu
di kotamu yang singgah, mi
aku menanarkan mataku
untuk kutanggalkan pada punguk
yang berlarian namun tak sampai
menuju dendang bulan rindu
dan sesekali aku bertanya;
bulan manakah yang tak mencatat rindu punguk kita
atau kita lupa mencatat nama rindu?
2010
PERCAYA SAJA, HAUS TAKKAN MENDAPATI AIR MINUM RASA DURI
setiap tenggak dan rindumu adalah tenggorokkanku yang ingin
menginapkan bagaimana haus itu bertanya-tanya tentang siapa
yang bisa mencabuti duri di tenggorokan kita besok. namun jikalau
kita tak sepaham, maka pelukkah leherku erat-erat. rasakanlah bagaimana
tak ada kehausan yang panjang sebagaimana ceritamu tentang air
di kubang matamu. bila aku mendapatimu nanti,
kelak tak ada haus tidur bersama duri di tenggorokkan kita.
2010
10.04.2010
LEMPAR BATU SEMBUNYI TANGAN, LEMPARKAN AIRMATAMU SEMBUNYIKAN PADA BATU
di siluet yang kau namakan senja
segalanya adalah nyawa yang kembali
seperti sediakala menjelang pagi
ketika tangan menengadah
merangkaikan matahari pada kepala
di pagar rumahmu ada nyanyianmu
yang dibawa pulang burung-burung;
dan tempayan yang tadi siang hilang
ternyata kau bawakan untukku
supaya tak ada kekosongan
juga kepalsuan pada pepatah
manakala tertabur dari benakmu
di jendela matamu ada senja dan nyanyian
duduk bersama menyembunyikan airmata
melempar batu dari arah malam
2010
10.02.2010
HALUSINASI DI SUATU KESEMPATAN
:1
dinding yang tua, seorang yang resah
mereka berebut kursi
:2
sore yang lupa pulang berburu kail.
didapatinya ikan berwarna jingga
memantul ke atas langit dan jatuh
seperti hujan
:3
suatu pagi ingat bahwa rumahmu terguncang
ada keresahan dan alat pancing yang tertimbun,
ada mendung
:4
jauh, di suatu kesempatan
mereka adalah halusinasi
yang tertulis bukan karena pasi-puisi
:5
malam melempar burung-burung hitam
kepada kata-kata kertak kepada bulan perak;
jikalau tak ada kesempatan
cukuplah duduk bicara bersama halusinasi
2010