PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

9.17.2012

SAJAK DARI AMAL BAYU RAMDANA

PENGGOYANG LONCENG
untuk ganjar sudibyo

/1/
Pertama bermula adalah malam.
Diberkatilah, kau pendengar yang budiman.
Sebelum itu, membran di telinga dan seluk-seluk
jantungmu sudah kaupuasakan.
Tanpa cemar cerita dari lahat dan pusar kota: 
Pengabar yang itu-itu juga; mencoleng akhir berita,
nun menujumnya jadi sengketa — kau ingat,
yang sana itu memerlukan kata-kata
agar bisa bersiasat dalam satu upacara.
Apalah, kau memang tidak senang bertanya.
Yang sana itu boleh jadi butuh pengeras suara 
agar bisa turut serta dalam dunia yang digesa.
Tak lebih, kau hanya suka memaklumi kantukmu
sendiri, menyemai-nyemai bakal mimpi.

Karena kau suka waktu pulang, suka jika tidak ada
lagi yang menduga-duga-menjawab-menerjemahkan.


/2/
Betul, dia hanya suka membunyikannya sesekali,
tidak ingin mengenal sebentuk hirukpikuk
yang entah telah dinasibkan dalam arisan, layar tv,
lampu merah, jejalan ruang ganti — tapi tidak akan
digaduhkan nostalgianya sendiri sebab tahu betul
kepada apa alur jalannya. Ke pintu tidur? Jangan bertanya.
Mungkin sebab sunyi saja yang bakal menguduskannya.
Sungguh mungkin sebabnya dia karib dengan takzimnya
sendiri ketika loncengnya berayun pelan —
dan sama sekali tidak mau ingkar
menukar bunyi lonceng itu dengan bunyi peluit
pada sebuah dermaga dalam peta, atau bunyi
burung kukuk yang masih saja bersarang di jam dinding
sejak hari kelahirannya. Tidak terbang, tidak ke mana.

Dia hanya suka membunyikannya demi mengiringi
nyanyian yang masih hidup dekat pokok lehermu:
lagu yang tidak berhasrat memeluk lirik-lirik, 
lagu yang rindu menebus kembali bahagia asingmu
setelah kau terlempar dari rahim atau kepul asap cerutu.
Setelah namamu tidak mampu lagi bergoyang
memprotes datangnya perkenalan itu.


/3/
Kau adalah pendengar yang budiman.
Dan dia akan singgah mengiramakan malam-malam.










Bekasi, September 2012
Amal Bayu Ramdhana

PUISI SAYA DALAM BUKU PUISI BILINGUAL DI AMAZON

MEMBACA TELAPAK TANGANMU

“Kita memang bersandar pada apa yang mungkin kekal,
Mungkin pula tak kekal.
Kita memang bersandar pada mungkin.
Kita bersandar pada angin.”
[GM]



MEMBACA TELAPAK TANGANMU

satu sisi, masa depan adalah lengkung-lengkung di garis telapak tanganmu;
sisi lain, adalah keyakinan atas diri yang tak ada sesuatupun,
sesuatupun yang secara rahasia diciptakan. kita semata-mata sama.
garis di nasib, nasib di garis. cuma keraguan, yang kerap kali
dipertautkan sebagai iman tanpa menimbangnya pada bagaimana
kau terlampau jatuh cinta padaku


2012