PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

3.04.2010

PUISI DARI MUTIAH AYU R.

Berjalan di Kelopak Mata

-Ganz


(akan seperti apakah perut hidup yang berpuisi itu?

mungkin kataku

dan kau?)


kerikil yang menggugus di halaman telah lama menjadi dingin, saat bulan menutup

kornea malam dan membuka tubuhnya untuk dilapangkan bahwa malam adalah langit

paling ganas.


seketika orangorang dengan rangkaian bunga di telinganya mencoba terbang dengan

kaki, lalu seperti apakah mereka merajut bulu dengan jarum dari sebuah cerita ayam dan

elang.


di situlah bayangan dikukuhkan. dan ketika ia sampai pada puncak altar, seluruh tubuh

akhirnya setengah melingkar. dalam tengadah terbalik : ribuan mantra yang tersimpan di

bawah laci lidah dirapalkan


dengan sedikit kidung yang terasing, lalu hendak dipejamkan di mana mata. hendak

ditenggelamkan di mana kornea


alis yang tumbuh menanjak di setiap kening waktu: serupa kita yang hendak terbang.

mengendapkan beberapa langkah di jembatanmata. hingga menjadi dada langit yang

mengapungkan waktu. dan malam : berjalan di kelopak mata



palembang, 2009-2010

SALAH SATU SAJAK DALAM ANTOLOGI PENGHUJUNG TAHUN (2009)















DESEMBER: PADA BINGKAI SULUR KABUT KAWAH



/I/


Kepada wajah desember yang belum terburai lalai akan kita. Di belantara sulur

kabut kawah itu. Lewat lensa mata kameramu. Engkau cetuskan muasal album

kita:

dari keras batu-batu

mulut-mulut kawah

gigil temperatur-temperatur

padas-padas tanah

dari bulan susut,

romansa desember kita.


/II/


Jalan-jalan berbaju terjal. Kerikil-kerikil menaruh pinta keabadian.

Di sini kita memagut mereka.


Kabut-kabut berbondong, menuju. Asal yang menamainya.

Di sini kita memanggil mereka.


Jejak-jejak tak berbekas. Dua pasang alas kaki, menjelma.

Asmara. Di sini kita memahat romantika.


Di sini kita dirikan nostalgi sepasang tubuh cinta

oleh kata

oleh tanya:


kau sintaku, aku ramamu

ingatkah?


(gambar oleh panitia antologi)

2009