PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

7.23.2016

3 PUISI MI DI HARI MINGGU



Ini kali kedua puisi saya dimuat di media ini. Berikut 3 puisi saya yang dimuat di Media Indonesia pada tanggal 17 Juli 2016:


NOTIFIKASI KINI

ke mana kita mesti mencari matahari
setelah ufuknya benar-benar bangkit dari barat,
cahaya berjatuhan setelah kalap menghadap
jutaan manusia mencipta cahaya kedua
dengan terang separuh masa silam
di kemudian, segala perasaan yang hunjam
beriringan menelaah: pendarnya yang palsu

di antara kerumun manusia yang mencoba
menghidupkan masing-masing benderang
pada sumbu jejaring, kita barangkali sadar
jiwa bersitumbuh: yang remang dan yang gamang
--lepas di antaranya, seorang manusia
sedang bergoyang, memabukkan sunyi picisan
dengan lagu-lagu sungsang, memberi napas kecil
pada nyala yang menancap di mata para manusia;
sebuah lorong disisakannya, kecamuk yang jelma
merah menempiaskan kemerdekaan atas nama
bangsa yang tidur

maka, ia tak ingin sekalipun menelan ludah sendiri
atau memelantingkan sunyinya sendiri dengan
bunyi-bunyi klise; mulutnya terbuka

menghasut sukma menghasut
luka ia lelehkan, duka yang lumer
di kantung matanya
mengugurkan prasangka kecut dibunting sunyi
mengoyak matahari kemanusiaan buatan
mengirim bajingan kecil
memecahkan pengumuman atas nama
:
harapan yang terlanjur politik

2016




BULAN MENAKSIR HUJAN


aku tak menemukanmu sama sekali
di cangkir keempat kopi hitam yang menjauhkan
dari diabetes melitus; aku tak menemukanmu
pada pelangi yang muncul sehabis sembilan ibu
mengecor kaki-kakinya di depan istana mimpi

jalanan yang aduh dengan anak-anak bersabuk
dikasihi mesin-mesin beroda, jalanan yang ludah
oleh kaum aku. sejak kapan para aku tekun
mencarimu?

malam dengan ledakan trafo menjauhkan
dari jarak-jarak bunuh diri dalam kepala
seorang manajer pemasaran toko buku;
hujan lewat di kegelapan, mencuri waktu
yang dibungkus cahaya teplok di setiap angkringan,
tempias membeku dadu mengirim nasib
ke udara

aku tetap tak menemukanmu
sampai jauh indeks perasaan yang dilepas
oleh riuh busur kekuasaan:
cintamu, bulan
meringis
klasik sekali;
basah mata--kampanye para pendaku

2016



PUJIAN MENJEMPUTMU

tiga kali tiga sudah
kita melipat-hitung kegagalan
karena duka searah jarum jam
dari yang itu menjadi yang itu lagi
dan itu lagi; di putaran itu, musim
nyeri di bekas liurmu
tak pernah sesekali berkhianat

kita berpikir bahwa dengan rajin-rajin
bertindak dan melaksanakan apa
yang semestinya berhaluan cinta,
kita mendapat hal setimpal;
tapi sekali lagi, jika ini kehendak,
perlahan bebal dan bertahan normal
adalah upaya untuk bisa merasakan
jalan selamat.

sebuah altar didirikan dari sisa-sisa sabda
dan aliran-aliran putus asa; sesungguhnya
perjamuan ini mengundang kecemasanmu
seperti gerimis ketika matahari
sedang terik-teriknya

tiga kali tiga sudah
ketika kenangan wafat
jasadnya bangkit menyertai kita
entah selama-lamanya
entah sampai kita
benar-benar
saling cekik
dalam naik doa-doa yang ujung telunjuknya
selalu berdarah

2016


(Sumber gambar: http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia)


7.16.2016

SILIH KOTA


menerima segala sisa perjumpaan dalam petunjuk-petunjuk arah
menyemat kau untuk sekadar berhenti menebus separuh sunyi
hablur dalam jeda lebur dalam tanda,

gairah luka yang dibisikkan angin rendah kepada tanah-tanah
ini milik pemerintah, ini milik sekolah, ini milik kaum resah,
menyemat kau dalam tubuh yang dicucuri jatuh huruf-huruf
perjamuan:
lu-
ka
kau
aba-
di

menerima segala sisa perjumpaan yang jadi bayang-bayang
pada kota-kota yang kau tempuh, pada ingatan perjamuan
malam pengisah luka:
gelisahkanlah ini akan daku



Yogyakarta, 2016

7.05.2016

DUA SAJAK RABI'AH AL-ADAWIYAH



DUHAI TUHANKU

Duhai Tuhanku,
Sang kemilau pendar cahya bintang-bintang
yang membuat pejam mata setiap insan.
Raja-raja telah menutup rapat gerbang mereka
pun setiap mempelai tinggal sendiri bersama cintanya.

Di sini, aku seorang diri bersama Engkau.


DUHAI TUHANKU

Bilamana aku menyembah Engkau
tersebab rasa takut atas neraka, bakarlah aku di neraka.

Bilamana aku menyembah Engkau
tersebab harapan atas Surga, cegahlah aku dari pintu-pintu gerbangnya.

Namun, bilamana aku menyembah Engkau
tersebab diriku sendiri, semata; maka berilah aku seri keindahan wajah-Mu.



*Diterjemahkan oleh Ganjar Sudibyo (2016) yang bersumber dari Rabi’a, “[O my Lord]” translated by Jane Hirshfield, from "Women in Praise of the Sacred" (New York: HarperCollins, 1994).
**Sumber gambar: http://www.poetryfoundation.org