PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

4.17.2016

MANGUNAN (KEMBALI) MERAYAKAN PENDIDIKAN


Judul: Secangkir Teh Hangat dari DED
Editor: G. Kriswanta, Pr
Penerbit: Kanisius
Cetakan: I, 2016
Tebal: 180 halaman
ISBN : 978-979-21-4485-7

“Alas dari pada pembangunan masjarakat jang nasional adalah pendidikan jang nasional”
, kata Muhammad Yamin (Mawardi, 2014). Alas yang dimaksud dalam penjelasan tersebut tentunya adalah pendidikan. 17 tahun sudah Y.B. Mangunwijaya, seorang rohaniwan, budayawan, dan pendidik telah meninggalkan dunia. Kini yang tersisa adalah warisan-warisan beliau yang berharga. Salah satu warisan berharga dari beliau adalah sebuah sekolah eksperimental yang berlokasi di Kota Yogyakarta.

"Secangkir Teh Hangat dari DED" merupakan sebuah judul yang menjadi personifikasi dari senarai peristiwa beserta refleksi yang ada di dalam buku ini. DED adalah singkatan dari Dinamika Edukasi Dasar, yang mana sekaligus sebuah nama lembaga dari salah satu yayasan pendidikan. Dieditori oleh G. Kriswanta, Pr, buku ini berisikan 26 tulisan yang menuturkan kisah dan refleksi masing-masing penulis atas pengalaman yang dijumpai.

Kedua puluh enam penulis yang ikut andil dalam buku ini berprofesi sebagai guru maupun karyawan di TKE dan SDKE Mangunan. Susunan buku ini dibagi menjadi empat bagian: “Spirit Romo Y.B. Mangunwijaya”, “Memberikan hati dalam Karya”, “Berbagi Spirit” dan sebuah epilog berjudul “Meletakkan Hati”. Berbagai kisah dan refleksi menarik menjadi semacam oleh-oleh yang bisa dibawa pembaca. Sebagian kisah menerangkan bagaimana seorang guru harus mampu menghadapi uniknya karakter para murid. Selain itu, seorang guru harus mampu menyesuaikan diri dengan berbagai macam suasana, termasuk dipindahkan ke jenjang yang lebih dasar (dari SD ke TK) atau melaksanakan tugas ke sekolah terpencil di luar Jawa untuk menerapkan kurikulum baru.


Di tengah pelbagai berita yang mendera di dunia pendidikan, buku ini pantas diseduh oleh siapapun, terutama para aktivis sekolah. Kisah-kisah berdasarkan realita yang diangkat dalam buku ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca. Tentunya untuk tetap berproses dalam mengembangkan pendidikan sekolah, terutama nilai-nilai luhur dalam jenjang pendidikan itu sendiri.

Seorang guru bertutur demikian terkait refleksinya selama menjadi pendidik: “Sebagai guru TK, peran kita tak hanya sebagai guru. Kita pun harus dapat berperan sebagai ibu, kakak, teman, dan sahabat bagi anak. Kesabaran dan ketulusan adalah kunci utama agar bisa dekat dengan anak. Anak membutuhkan perhatian dari seorang guru saat mereka ingin berbagi cerita. Dalam hal ini guru berperan sebagai seorang teman/sahabat bagi anak. Saat anak-anak merasa sedih karena ada masalah dengan teman (seperti bertengkar, diejek teman, atau terjadi kesalahpahaman), perlukan guru adalah obat bagi mereka. Guru bagaikan ibu bagi anak-anak selama berada di sekolah." (hal. 126)


Tidak hanya itu, Romo Mangun (sebagaimana yang dikutip oleh penulis pada halaman 85-86) mengatakan, "Semua pendidikan yang baik selalu menganut kepada kearifan nenek moyang kita, yakni prinsip ajrih-asih...Apabila kedua unsur tersebut dipadukan dalam ramuan yang pas, maka pendidikan sejati akan terlaksana.” Suatu refleksi yang rasa-rasanya penting untuk direnung-rayakan oleh semua pendidik di zaman dengan variabel masalah bangsa yang kian menumpuk ini. 17 tahun setelah Mangunwijaya mangkat, buku ini tetap menjadi warisan lain. Alih-alih, demi tetap mengobarkan semangat pendidikan yang lebih baik, mencerdaskan kehidupan bangsa.



Diresensi oleh Ganjar Sudibyo
Yogyakarta, 2016