PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

2.25.2011

PRIMUM EST NON NOCERE*


sejauh aku mengikrarkan bahwasanya senja, takkan lari

lebih dari sehari ketika aku mendekapi angin yang lekas

bersetubuh dengan kota kota pesisir. sejauh itu, aku menanam

pepohon kelapa di kepala supaya bersiuran menghadap ombak:

gelombang gelombang masa kanakku yang bahagia membangun

rumah rumah pasir…..beserta ibu dan bapak, tepian ingatan.


karena masa silam menempuh jaraknya sendiri, menyuburkan

masing masing kepala tanpa merusak masa depan. dan sekarang

aku belajar menemukan nasihat yang sedang menjadi pria tua

entah ke mana ia ada. sebab aku pernah dipeluknya mesra,

membisikkan kata tentang angin seribu senja. pasir tanpa

penghabisan pesisir kedatangan esok demi esok;


“bilamana kau datang sebagai masa yang kini

janganlah sekali kali mendidik dirimu

sebagai masa silam yang tumpah- -penuh jarak pesakitan”


2011



*pepatah latin: perintah utama adalah jangan menyakiti

2.24.2011

KELINDAN

untuk pakdhe totok


[i]

rindumu mesin jahit yang memilin. seperti jentera

takkan berhenti berputar dari jarum ke jarum, dadamu

kini lubang yang kau namai lubuk di gambar baju koyak.

rindumu menciptakan jahitan jahitan ikan yang sabar

menyarangkan telur di tubuhnya. dan bajumu adalah

bekas rajutan kekal dari rusuk ke rusuk

berlambang kuk dengan genangan darah ikan

di bawahnya.


[ii]

sekarang jari jarimu tak lagi lihai, memindai kepiluan yang pintal.

sedang cincin di kelingking kini penuh kutuk uzur namamu;

berkali kali ibumu nyaring di telingamu, meminta

benang sekembalinya mencinta pada baju yang nganga.

katanya sampai esok pun, ia tetap sebagai penjahit

melebarkan tulang-tulang jarimu yang mulai lahir sempit

atas cinta dan kelu rindu.



2011

2.19.2011

SEPATU RAK SEPATU

sore sore, saya membersihkan rak sepatu. rak sepatu ini tergolong kekar

sudah sejak tahun delapan sembilan masih saja berwarna cokelat muda.

masih tahan menampung dua puluh satu pasang sepatu. pun, tidak ada

rerayap yang mau berkoloni membangun sarang. saat bersih bersih, saya

menemukan sepatu milik ibu saya yang penuh debu. entah, kapan terakhir

ibu memakai sepatu di tahun kemarin. tapi sepatu ini seperti tak berhenti

memohon supaya ada yang mengelapnya. saya mengabulkan permintaannya.

sepatu ibu ternyata warnanya sama dengan rak sepatu. ah, tapi untuk

apa lama lama mengelap sepatu ibu. toh, ibu tidak memakainya lagi

dan tidak memanggilnya lagi dengan nama sepatu. sepatu saya letakkan

kembali. hingga tiba tiba ada yang menjerit jerit di lubang sepatu:

surga, surga! bersihkan surga kami, sepatu para ibu!

saya kaget. saya mengintip intip lubang sepatu itu. ternyata

ada ngengat rayap memenuhi bekas telapak kaki ibu

sebelum saya dilahirkan.


sore sore saya membersihkan rak sepatu. rak sepatu yang pernah

sesekali jatuh dari gempa lima koma sembilan skala ritcher. dan tak

sekalipun pernah enyah dibawa bah pada tahun dua ribu enam.

saya kagum. rak sepatu ini seperti ayah saya. tegas. tak patah

arang. suka memberi nasihat bukan kepada pemiliknya saja

seperti saya. kerap kali, saya hanya ingin menjatuhkan airmata

saya demi rak sepatu sepanjang sore. merimbunkan lumut pertama

kalinya supaya nasihat muncul semakin keras dan berteriak seperti

dulu pernah terjadi menjelang penggusuran rumah tetangga saya;

"saban sore, orang mesti berbenah bencana sambil mendengarkan

rak sepatu mereka masing masing. mungkin saja, suatu ketika

ada doadiri memanggil manggil dari dalam sepasang sepatu

yang jarang dipakai mengabulkan bahwasanya di masa depan

benar benar tak ada bencana berpasangan dengan dosa."


2011

KEPRIBADIAN SEORANG SAJAK BERNAMA GANZ

di sajak yang tak ingin bohong, saya sungguh merasa jadi seorang ganz;

penyair muda yang sedang berbangga belajar ilmu psikologi. ho ho ho.

tentu, saya terbaca terlalu narsis sebab ini langkah saya supaya eksis. ya ya,

bolehlah jika anda berpikiran saya ini ganz si penulis yang kerap mencetuskan

sajak sajak, esai esai, dan sejumlah pemikiran absurd di facebook. namun,

bagi anda yang terlahir sebagai kata, saya berharap anda masuk di ruang saya.

bukan untuk menjadi ganz. tetapi untuk menjadi anda. karena anda tetap anda,

saya tetap saya, ganz tetap ganz. memang, sesekali saya merasa jadi ganz.

tapi bukan selamanya menjadi –nya. saya seorang saya yang tidak bisa

berhenti saling tumpah kepala-dada di depan laptop. menjumpa seorang anak

esde sedang bermain petak umpet dengan kata. menemu seorang ibu yang tiba

tiba telungkup bersujud kepada sepiring nasi dan memohon supaya sebutir nasi

menjelma sebuah kata. seorang bapak keluar masuk dari layar laptop. ia ingin

menunjukkan dirinya bahwa sebagai seorang lelaki mesti berani bertualang

melebarkan pandang berlari kencang, bukan menjadi seorang jalang bagi

diri seorang. seorang lelaki mesti punya hasrat menaklukkan dunia tanpa

melupakan cinta. menembus sesuatu yang bahkan dianggap (t)abu, bukan

semata untuk mencipta kata melainkan makna. kerap kali saya minum teh

bersama mereka, sekadar merayakan kata yang harus dirayakan. setiap kali

saya melihat ada seorang bernama ganz membawa serta mereka. duduk

dan memulai pembicaraan tentang asal mula anak, ibu, bapak. lamat lamat

saya percaya kepada ganz, ia tak pernah mengintrogasi pembaca seperti anda.

dan pembaca tak mutlak bernama anda. sebab dalam perayaan kata, segalanya

bisa terbalik berbalik. seperti saya dan ganz. anak, ibu, bapak. mereka itu

kadang menyamar sebagai anda.


--wooii...bodoh amat merayakan kata, apalagi merayakan anda! seru pembaca

di dini hari sambil memelototi sajak ini. sedang saya hanya mengulur tangan

dingin seraya menyambut kedatangan ganz di muka laptop, sekembalinya

berdisposisi sebagai sajak seorang kata seorang anak seorang bapak yang

berkepribadian ganda dan berjiwa anda.


laptop, 2011


KURSI TUA YANG TERBAKAR

jendela itu sekarat, mungkin sebentar lagi meninggal


di tubuhnya keluar asap asap. seketika seorang penyair duduk

meramalkan usianya sendiri sepeninggal puisi tak lagi

menjadi sebuah taman bermain yang luas bagi masa

kanak kanaknya, melainkan keranda bagi dirinya

setelah kursi tua menyematkan api

lebih panas dari bara merapi tahun silam.


jendela itu penyair. kursi tua itu puisi.

dan seseorang itu adalah jasad mereka

yang tak ingin kubur dari masa.


2011

2.17.2011

CINTAMU DAUN PEPAYA


cintamu masih kukepal, seperti senja biasanya

dan sisa bau rambutmu masih menggambar ramalan

guratan di telapak tangan kiriku. sesekali aku membuat

lobang yang pernah mendadaimu, mengucap bahwa

aku tak pandai membawa ke mana bau rambutmu harus

kusimpan. aku sekali lagi masih senja. ya. dan kau

kini berambut remaja bersama segenggam perasaan

yang tak mau jatuh.


cintamu masih kukepal. jari jariku kesemutan dan hampir beku.

aku ke luar. ke luar jemariku. di luar sana

kutemukan sebuah pohon berbuah di pekarangan. ia yang

paling tinggi dan sedikit dahannya. satu daun jatuh.

dua. tiga. empat sampai lima. aih, aku tak kuat hati

mengambil daun pepaya yang rupanya menjari.

berlari dari pohon, dahan ke diri. mengepal berkali kali

mengatupkan namamu pada telapak tangan lain

yang baunya sama dengan sisir rambutmu, yang rasanya

sama dengan daun pepaya yang berjatuhan setiap senja

di pekarangan.


2011

2.13.2011

SEORANG ANAK DAN KELERENG


[1]

seorang anak keluar dari senja

mencari kelerengnya yang hilang

di tumpuk pasir, ia temukan

kelereng kelereng berjatuhan

dari dasar matanya


[2]

sepasang kelereng ia simpan di saku

kecilnya. saku berlubang, kelereng hilang.

ada pak guru lewat menggariskan tanah

tempat kehilangan adalah keterbatasan.

di perbatasan, sepasang kelereng

ia gariskan sebuah tanda tanpa nama

bahwa permainan tak segan mengenal

anak berseragam apapun


[3]

seorang ibu bingung, anaknya pergi

entah ke mana


di pojok gang rumah sebelah

di bawah pohon kresen, seorang anak

sibuk menghitung kelereng hijau-merah

berbau kresen dan rindu ibu yang bingung


[4]

kelereng sekarang sudah sadar malu bermain

seorang anak sekarang telah paham,

bahwa bermain kelereng itu haram.


2011