2.19.2011

SEPATU RAK SEPATU

sore sore, saya membersihkan rak sepatu. rak sepatu ini tergolong kekar

sudah sejak tahun delapan sembilan masih saja berwarna cokelat muda.

masih tahan menampung dua puluh satu pasang sepatu. pun, tidak ada

rerayap yang mau berkoloni membangun sarang. saat bersih bersih, saya

menemukan sepatu milik ibu saya yang penuh debu. entah, kapan terakhir

ibu memakai sepatu di tahun kemarin. tapi sepatu ini seperti tak berhenti

memohon supaya ada yang mengelapnya. saya mengabulkan permintaannya.

sepatu ibu ternyata warnanya sama dengan rak sepatu. ah, tapi untuk

apa lama lama mengelap sepatu ibu. toh, ibu tidak memakainya lagi

dan tidak memanggilnya lagi dengan nama sepatu. sepatu saya letakkan

kembali. hingga tiba tiba ada yang menjerit jerit di lubang sepatu:

surga, surga! bersihkan surga kami, sepatu para ibu!

saya kaget. saya mengintip intip lubang sepatu itu. ternyata

ada ngengat rayap memenuhi bekas telapak kaki ibu

sebelum saya dilahirkan.


sore sore saya membersihkan rak sepatu. rak sepatu yang pernah

sesekali jatuh dari gempa lima koma sembilan skala ritcher. dan tak

sekalipun pernah enyah dibawa bah pada tahun dua ribu enam.

saya kagum. rak sepatu ini seperti ayah saya. tegas. tak patah

arang. suka memberi nasihat bukan kepada pemiliknya saja

seperti saya. kerap kali, saya hanya ingin menjatuhkan airmata

saya demi rak sepatu sepanjang sore. merimbunkan lumut pertama

kalinya supaya nasihat muncul semakin keras dan berteriak seperti

dulu pernah terjadi menjelang penggusuran rumah tetangga saya;

"saban sore, orang mesti berbenah bencana sambil mendengarkan

rak sepatu mereka masing masing. mungkin saja, suatu ketika

ada doadiri memanggil manggil dari dalam sepasang sepatu

yang jarang dipakai mengabulkan bahwasanya di masa depan

benar benar tak ada bencana berpasangan dengan dosa."


2011

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini