PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

5.25.2010

PUISI : MUSIM PADA SUATU RINGKASAN NAMA NAMA


“musim ialah bibir yang mengering, berjuang

menenggelamkannya ke air yang jatuh-pergi

dari nama nama liang mata”


~ 1/

suatu musim, kebebasan kita ialah sejauh kita dulu telah berdiskusi tentang ilmu ilmu buku,

di emper warung tengah hari itu. tentang kegagalan percobaan percobaan einstein yang tak

sama halnya dengan puisi.


puisi,


puisi-puisi kecil yang coba kita tetaskan di sarang laboratorium tua. di sanalah kita bersama

sama mengetahui bahwasanya pemahaman yang dangkal bukanlah rangkaian ilmu pasti. dan

selebihnya kita telah lama mencibirkan musim di sepanjang percobaan renta yang berhasil

mengering, kuncup pada bibir kita masing masing.

- suatu musim, pada bibir bibir kering

: pertanda waktu kita untuk saling dihayatkan oleh ratusan nyala puisi,

bukan oleh eksperimen einstein yang padam -


~ 2/

pernah pada awalnya kita elukan musim perjuangan kaum proletar dari penindasan

kapitalisme para borjuis, dengan bendera merah karl marx. alhasil? alhasil kalender agustus

telah menetapkan bangsa mana yang tiga abad lamanya. tiga abad lamanya, baru

mengatakan bahwasanya perjuangan tidak hanya satu.


lantas,


lantas separuh tahun lamanya kita tak bersua tentang buku buku filsafat. separuh tahun

lamanya kita mengubur kepala karl marx ke dalam mata kita sendiri. tanpa mengenal mata

kita yang tak semerah dulu. separuh tahun lamanya ternyata, kita baru sadar. kita tak

semestinya memperingati bendera merah yang tertancap di bibir kering. karena sebenarnya

perjuangan kita telah ada sebelum karl marx berkata. sebelum kita mengucap ikrar kosong

tentang marxisme. memusim-keringkannya ke suhu bibir.


~ 3/

kerumitan adalah kewajaran dan sepenuhnya tempat kesederhanaan itu bermula. kita bukan

berasal dari kebenaran Kata-Kata sartre

“eksistensi mendahului esensi”


dan Kata-Kata hanya semacam teori kuno bukan kitab atau kamus bahkan puisi. sebab,

kita juga pernah menulis dekat kolam ikan yang keruh. tentang kebenaran seumpama riak

riak air di kolam. bergelombang sejenak lalu tenang. bergelombang lagi, tenang lagi. begitu

seterusnya. tak pernah berhenti sebelum musim kering jatuh dan pergi dari riwayat bibir

kita sendiri.


~ 4/

manusia. manusia hakikatnya menyimpan ribuan lebih ketidaksadaran. seperti gunung es.

bertahun tahun freud menyimpan perumpamaannya sebelum ia terkenang oleh tulisan

tulisan yang mengabadikannya. dalam mimpi, kita serupa anak anak freudian. di sana kita

hanya melukis tawa tak lepas atas diri yang lupa dan baka pada gigil gigil pemukiman kemah

yang kita dirikan ke atas gunung es. lalu membicarakannya bagaimana kita mengartikan

kertak gigi setelah kita tak lagi ada dalam mimpi.


begitulah kiranya kita. manusia yang bertanya, manusia yang menjawab. bahwa pemahaman

ke mana arah tingkah laku kita tertuju pada musim yang teringkas oleh bibir kita sendiri.


~ 5/

maka di ibarat yang selanjutnya. kita adalah garam di luas lautan musim. sementara mereka

yang kita sebut hanyalah kapal kapal yang lewat sebentar. maka kita tahu, mana di antara

nama nama itu yang jatuh-pergi dari liang mata kita. bukankah di pertemuan terakhir, kita

berjanji pada suatu tanya


musim bukan lagi seperti bibir yang mengering,

einstein,

marx,

sartre,

ataupun freud?


maka ingatlah saja akan perjuangan. musim yang telah tenggelam. tenggelam ke air

yang jatuh-pergi dari nama nama liang mata. sebab dari merekalah kita mengerti

puisi mana yang paling bijak kita baca untuk suatu musim tanpa bibir bibir

yang ingin jatuh ke dasar air mata.


demikianlah. demikianlah musim mengenal bibir siapa yang sedang rajin menyulam

tekad menuju jalan-seribu tahun duka chairil, selain


puisi.



2010