PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

11.11.2010

BEBERAPA TANYA TENTANG NAMA TENTANG KAMI


: dewa krincingwesi

di desa kami yang dulu, waktu begitu luhur

dengan segala mata yang meruncing

oleh pertanda dan penanda


sejauh sang ada tiba mencipta neraca

pada muka-muka yang belum selesai bekerja

di lahan gumpal, tanah sorga kami

tanah tempat kaki-kaki menulis jarak

mencatat masa


berjalan dari tanah barat

ke tanah lain

mendaki dari riwayat gunung jamurdipo

ke riwayat lain


sejauh kami melempar legenda yang miring

ke atas pulau kami dari perjalanan- -pendakian

yang timpang, maka tak ada

tentang kehilangan dari abad kepergian


apa mungkin kami berseberangan

dengan lengan yang menamakanmu

di puncak yang lain, dewa?


: empu rama dan permadi

ke mana tahun-tahun kami memanggil

ke mana buritan menanyakan angin

musim yang menggantikan letak daratan

laut yang lupa menarik kapal-kapal dari pulau jauh


kelupaan itu sempat saja tersimpan

pada dingin sepuh kerismu, empu

pusaka yang tak pernah kubur oleh petaka

maka, di garis batas utara adalah tempat mitos baru


dicamkan bagi kesaktian yang padam

bagi laut selatan yang berpalung tenang dan dalam

bagi kepulangan yang sadar datang dari kekalahan


adalah parau-parau kesangsian langit pada tanah

di puncak-puncak penunggu, edelweis yang haru;


batara o batara!

kenapa perapian itu tak kau padamkan kepada kami?


: resi sengkala

betapa kami ingin menumpah-susunkan

bebatu, lumut yang mendingin di nisan kami

ke atas tulahmu- -resi


sejatinya, sejarah kami ialah pesanan

dari peninggalan sesiapa

bagaimana nasib memberi nama asin

kepada setiap perjumpaan setiap perpisahan


karna kekalan bukan lagi desa kami yang dulu

bukan peristiwa ketika lereng gunung masih muda

dan lahar masih ingin belajar dari perut

gunung candrageni yang cadas


lewat peradaban lalu

kami berkaca pada tanya kami

cerita yang lupa tak dikutuk

menumbuhkan celaka di setiap

pohon dan gunung tua


sungguh! kami ingin berlarian mengejar abu

yang tak kunjung kembali

dari jasad-sanak-ternak-lahan kami


duh...ramalan apa yang bisa mengembalikan

nama prasasti di kediaman kami, resi?



Semarang, 2010

(terinspirasi dari cerita asal usul Gunung Merapi)