3.05.2010

DI JEMBATAN KARTINI, AKU PUISIMU


= d.


sepeda yang kukayuh itu menuju namamu yang dulu

saat hujan masih menggenapi februari yang kuyup pada setiap

keringat dingin yang sering kali menjadi iringiringan

ketakutan kita akan sanksi yang diberikan oleh pak guru

untuk tiap keterlambatan waktu; mata pelajaran di kelas kita

dan nama kita selalu jadi pelanggan yang membeli sanksi

dengan alasanalasan ular di mulut kita


sepeda yang kukayuh itu bergerak-lesat lewat jembatan bambu

yang hampir tiap bulannya ada saja bambubambu yang terjatuh

ke arus sungai banjir kanal timur tanpa mengenal nama siapa

yang lewat di atasnya dan kayuhankayuhan cepat seperti kilat

ialah buah kerinduan atas buku puisi yang aku pinjam dari

reruntuhan bambubambu itu


sepeda yang kukayuh itu telah menitipkan namamu

sebagai saksi buta di setiap nama jalan yang kita lewati

dan di antara semua jalan hanya jembatan itulah melekatkan

namamu eraterat dengan simbol hurufhuruf mimpi yang datang

dari rumahrumah pinggiran bantaran sungai itu; mereka telah

jadi pesan yang terbaca untuk sebuah perjalanan tiga tahun kita


sepeda yang kukayuh itu selalu rindu mendekap jembatan

yang kini bertempel lumut di sisisisi hingga melapuk

tanpa menghilangkan ingatan kita akan nama akan cinta,

di jembatan itulah kita selalu bergegas menjemput

ucapan yang menanti lama sepanjang pagi telah menjadi

jalan yang abadi untuk bingkai hujan di garis lengkung mata kita

lalu menyebutnyebut nama kita


: aku puisimu

aku puisimu!


2010

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini