PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

2.12.2012

HOMEOSTASIS



matahari itu telah tergunting, katamu
sebagian menempelkan cahayanya di perut-perut
yang menahan lapar. langit yang hijau, rupanya
sedang mempercintakan setiap ngilu yang kejang
dengan kebahagiaan secara bergantian.


2012

SEBAB AIR ITU TERLALU LELAH TERTAMPUNG DI AKUARIUM


mengingat putu wirawati

1. gelembung-gelembung udara pecah di permukaan
seperti mempermainkan perpisahan yang lama,
mengenalmu. sungguh berbenak-benak mataku
ditanak oleh bunyi riak sepanjang obituari ini
merapal namamu. diam-diam. bergantian
seperti bulatan gelembung yang tasbih
menguatkan air untuk tetap sebagai air,
bukan udara yang tampak janggal

2. ini tabiatku yang sedang tak tahu negeri asing,
mana mungkin bunyi anyir yang kau idap itu
mendekapi koral-koral putih dalam kotak air ini
bahkan mempersunting sebuah ingatan untuk
ditenggelamkan ke dasar kaca, bercinta selamanya
dalam sangsai duka yang suci dan basah tanpa merasa
bosan. ini tabiatku yang tak panjang-panjang
memperkarakan tawar percintaan

3. kau iris ngilumu saja, kau tebar bersama letupan
gelembung-gelembung udara di permukaan yang
tak pernah kau hitung berapa ganjilya atau sampai
kapan sebuah kenangan berkelahi dengan arus
yang selalu sama hingga membuat limbung
selekas perasaan kauhanyutkan ke buih-buih
sebagaimana bunyi deras pompa air.
kau iris ngilumu saja, kau tebar berdua bersama
air sebagai kesatuan yang merestui kegelisahanmu

4. air itulah yang membuatmu kepayang lalu pingsan
demikian seterusnya, kau mencoba membikinnya lebih
abadi karena langit hanyalah air yang bertahun-tahun
terus bergerak dalam akuarium dengan alangkah tenang
keletihannya


2011-2012

SAJAK UNTUK HAN : REQUIEM NEGERI BHINEKA


karena Indonesia tidak tunggal ika*


han, ingatlah negerimu
para pecundang yang tak mau
menghentikan aksinya di jalanan
di gedung-gedung, di penjara-penjara
di kantor-kantor, di mana saja
mereka menegakkan kuasa
di atas segala. halal segalanya halal
oleh kekuasaan

seribu tahun kau tak pulang,
apa kau takut menyaksikan orang-orang
yang meremas jantung mereka sendiri
mempersilakan keburukan mengubur
nasib mereka di tanah kelahiran yang
berulangkali kena gusur dan tembakan
senapan ke udara

mungkin saja tak ada yang berani melek
atau mungkin di negeri ini orang-orang
terlalu feminin untuk menegaskan kebenaran
--menyatakan cuman satu yang mesti
diperjuangkan

ya han, bisa saja kau benar
tentang berapa warna yang coba
disatukan dengan paksa lewat
batu-batu dan senjata tajam
atau desing peluru

betapa di tempat lain
orang-orang tampak merisau
berapa yang harus mereka bayar
untuk menebus kehilangan
di negeri tempat orang bersalah
dipancung;

demikian di lain tempat
orang-orang sedang berusaha
mengembalikan ladang-rumah mereka
dengan cara menjahit mulut
menghadap istana merdeka
ke mana nurani persatuan-kesatuan
seperti yang membikin sejarah tujuh belas
agustus empat lima. segalanya seakan
tercerai-berai perlahan-lahan. hingga
yang ada hanyalah rasa amarah kepahitan
dan pancasila yang sayup-sayup hampir lenyap

hah!



2012
(*Semboyan majalah bhinneka)

MEMORIABILIA ORANG PINGGIRAN



“The struggle of man against power is
the struggle of memory against forgetting”
[Milan Kundera]


1.
tanah yang kami huni sekarang tak mengenal tanda baca seperti dulu
mana kala kami masih mampu menuliskan isyarat mimpi bagi sanak-saudara
bagi kesederhanaan di rumah rumah kami

- ternyata, yang lebih tak pasti dari mimpi kami itu tersangkut
antara dinding dinding cokelat retak sehabis penggusuran -

2.
kami tak ingin menceritakan airmata kami sendiri
karena airmata telah sering menjadi tontonan yang dijual
pada mata layar layar televisi

kami ingin belajar mengamalkan keadilan.
keadilan. hanya dengan tanah nenek-moyang kami

demikian, kami bisa menguburkan separuh riwayat kami sendiri
tanpa melupakan harapan yang berjatuhan di sidang-sidang
gedung pengadilan

3.
barangkali, ini takdir yang salah. kami terlahir di tanah yang salah.
beranak-cucu dengan penghidupan yang salah tanpa banyak kesah
kenapa mereka bilang terserah;
tapi, biarlah. segalanya telah tumpah dan sebah.

4.
keadilan, lewat pertanda kami meringkasmu
lantas melumatnya ke muka wajah wajah kami
menjadikan tanya dan pinta untuk setiap kedukaan
setiap kemarahan yang hendak mudah dilupakan

: tentang harga berliter liter doa-airmata
yang berasal dari tanda baca kami sendiri
menikam di ulu ingatan!


Semarang, 2010