PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

4.26.2012

SALAH SATU ESAI YANG MEMPEROLEH PENGHARGAAN

Esai saya berikut ini mendapatkan penghargaan dari forum sastra Bekasi tahun 2012:

LUBANG HOMEOSTASIS DALAM EKSPERIMENTASI DIALOG PENYAIRNYA

4.25.2012

CARRICKFERGUS


aku membayangkan kita; bukan dalam seteru mimpi-mimpi yang sama
tapi dengan kedua tangan yang saling terbuka, pun wajah yang tak saling
berbalik. pada kenyataan perjumpaan tentang sebuah tempat ialah perjamuan
dengan seorang tamu undangan yang lama kita simpan di bawah bakaran bantal
pada pelukan-pelukan selamat datang dan sepuluh kali selamat tinggal. kita,
manisku, terbentang atas segala kata-kata yang tertarik dari tangan-tangan
kecil kepada segala yang belum sempat merekah untuk menerima keganjilan

aku membayangkan kita; menit-menit ketika kita hentikan ciuman
lalu bersepakat menuju sepanjang lorong gelap yang sampai kini
tak dapat kita namakan sebagai kebencian. hanya musik-musik di dalamnya
yang kita perhatikan setiap kita mencoba memahami perihal kasmaran,
musik-musik itu, seolah mengajak kita ke sebuah kebun yang tumbuh dari
seribu dongeng percintaan putri dan pangeran.
"ini bukan sepanjang lorong gelap lagi",
katamu

aku membayangkan kita; memegang permukaan airteluk paling tenang
bernafas dengan udara paling tegar seraya menggenggam sepasang merpati
yang hendak bergegas memenuhi angkasa menjadi putih bulu. kita melonjak
kegirangan karena kaki kita menanam sayap-sayap perkasa supaya memantul
jauh, jauh dari peradaban tentang ucapan-ucapan cinta yang palsu

aku membayangkan kita, manisku; berkejaran dengan pekat perasaan-perasaan hijau,
hijau muda, hijau bukit, hijau percaya


2012
 


4.23.2012

SEPASANG KEKASIH PADA MASA YANG JANCUK



tersebab sujiwo tejo




"Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjlog samudra
Gandheng rendhengan jejering rendheng
Reroncening kembang
Kembang temanten..."



1. berulang kali kita panjang-lebarkan telinga, kata-kata itu;
kata-kata itu seperti tubuh yang seringkali dimandikan siang hari
atau seperti perasaan tak karuan yang dicuci dini hari dengan aroma
sabun mata kita. telinga yang pernah kita seterukan ini membikin
hari-hari menjadi sepotong bahasa. bahasa yang kerap saja tak tuntas
untuk diterjemahkan sebagai dunia. berulang kali kau, kau
memperkitakan kita dari kata dari bahasa: letupan sebuah masa
di mana jujur dan munafik hadir sebagai kabut pagi-pagi. kita ini
ialah kita yang mengerti tentang cinta tapi tidak tentang ciuman,
tapi tidak tentang bagaimana kita mendengar antara kemesraan
dan kehendak bergetar di atas ranjang. kita ini ialah kita yang masih
terlalu percaya bahwasanya telinga itu berada di atas dada. kita ini ialah
kekasih peranakan masa. masa sewaktu orang-orang diam-diam
mengamini perselingkuhan dengan siapa, apa, atau tuhan yang entah

2. sepasang kekasih ialah kita, yang dihentak oleh chairil, yang didoakan
oleh rendra. demikian kita tak lekas bertaruh siapa yang mesti mengosongkan
diri terlebih dahulu, lantas mengisinya dengan sekalian doa dan nama. demikian
kalimat yang bergaung atas nama kehidupan ialah kita ialah kematian dan hujatan
pada diri sendiri. sepasang kekasih adalah cinta  kedua mata kita yang dicongkel
tersebab Gusti






"...

Mantene wus dandan dadi dewa dewi
Dewaning asmara gya mudhun bumi
Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gya sumingkir
Mahargya dalan temanten
Dalanpun dewa dewi

Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,

Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi"*



2012
*Syair lagu Anyam Anyaman Nyaman

4.21.2012

BLACKBERRY TAWAR TAWAR ASIN DIBACAKAN DI OPEN MIND COMMUNITY


Pembacaan puisi ini dilakukan bersamaan dengan pembahasan puisi ini pada tahun 2010.http://www.youtube.com/watch?v=B27Kwzw9JRQ&feature=relmfu

4.18.2012

ANALOGIA KEKITAAN

terbuat dari apakah padam lampu pagi-pagi:
kemesraan ataukah kebencian

sebagai kemesraan kita telah saling jatuhkan
pandangan yang melambat dari putaran
jam dinding; sebagai kebencian kita telah
saling sepakat bahwasanya menjadi asing
adalah perihal menenggak kebohongan
lantas bersikeras melupakan jujurnya kita

terbuat dari apakah padam lampu pagi-pagi:
kemesraan ataukah kebencian

sebuah kemesraan bertubi menjadi misteri
kenapa kematian senantiasa mencintai kehidupan,
seperti perjalanan yang tak henti-hentinya
menemui lubang pun arah yang membingungkan.
sebuah kebencian bertubi menjadi diam
mencenungkan perasaan demi perasaan
yang tanpa mulut kitapun bisa bersaksi

dalam suara, mata kita memanjang
dan menggema lalu menyala di sebuah
ruang yang belum pernah kita miliki,
manisku



2012

4.17.2012

SEJUMLAH PERTANYAAN (NON)SUKSESIF: REPETISI, REPRESI, DAN MEKANISME PERTAHANAN AF DALAM ‘PENYIMPANGAN DAN PENYATUAN[1]’

SEJUMLAH PERTANYAAN (NON)SUKSESIF: REPETISI, REPRESI, DAN MEKANISME PERTAHANAN AF DALAM ‘PENYIMPANGAN DAN PENYATUAN[1]’

Sebuah Ulasan Singkat Oleh: Ganz

Kau bilang aku mengulang

sesuatu yang telah kubilang sebelumnya.

Aku harus mengatakannya lagi,

Haruskah aku mengatakannya lagi?

[T.S. Eliot]


Octavio Paz dalam buku kumpulan esainya “Suara Lain” di salah satu babnya ia mempercayai bahwasanya ada manifestasi yang muncul dalam sebuah pengulangan pada raga puisi. Ia menyatakan lebih lanjut mengenai pengulangan yang mana dikorelasikan dengan proses rekonsiliasi dan kekinian. Menyimak puisi-puisi AF (demikian saya memanggil penyair muda yang kian licik, yang bernama panjang Arif Fitra Kurniawan), mengembriokan saya sejumlah pertanyaan terkait ‘mitos perubahan’ dalam proses menulisnya. Berikut ini sejumlah pertanyaan yang mesti saya lahirkan dalam ulasan singkat ini beserta deskripsi dan sejumlah bukti halusinatif dari sejumlah puisinya yang diberikan kepada saya:

Apakah AF sedang mampu bermain-main anafora, efoni, kakofoni, onomatope, lambang rasa, dan mempergunakannya secara sadar, atau hanya abcdefg....?

Pada beberapa puisi yang disodorkan oleh AF, saya merasa terpancing dengan kekhasannya dalam permainan bunyi-bunyi hurufnya. Puisi-puisinya yang berjudul “TUPAI-TUPAI DI TUBUHMU”, “02.30”, “Masa Lalu yang Menyala Malam Hari”, “Mitos Hujan Sore Hari”, “Siang yang Dangkal”, “Setabah Subuh”, serta “Ke Engkau Lagi” menebarkan tuduhan semacam permainan atau peletakan bunyi-bunyian. Berikut saya serta-mertakan definisi berdasar KBBI maupun buku yang berjudul “Berkenalan dengan Puisi” beserta contoh-contoh dalam puisi AF”:

1. Anafora menurut “KBBI offline versi 1.3” merupakan pengulangan bunyi, kata, atau struktur sintaksis pada larik-larik atau kalimat-kalimat yang berturutan untuk memperoleh efek tertentu. Contoh penggalan puisi AF yang dituduh melakukan anafora ada dalam TUPAI-TUPAI DI TUBUHMU:

“....

dengan sendirinya dari bibir engkau.

dari jari engkau, dari ketiak engkau

dari leher engkau, dari punggung engkau.”

Kata “engkau” yang disusun berurutan dalam penggalan bait puisi tersebut sepintas terasa sekali pengulangannya. Salah satu efek yang ditimbulkan dalam upaya seperti ini adalah semacam estetika atau dimungkinkan erotika.

Suatu kombinasi vokal-konsonan yang berfungsi melancarkan ucapan, mempermudah pemahaman arti, dan bertujuan untuk mempercepat irama baris yang mengandungnya dipanggil dengan efoni. Salah satu contohnya ada dalam penggalan bait puisi yang berjudul Mitos Hujan Sore Hari”:

“kita pertanyaan yang lebih keropos dari batang

dan cabang-cabang, bergantian patah oleh rerintang

yang membelokkan kaki dan kehendak jawaban.

begitulah kita mengulum takdir di telapak tangan.”

AF seakan-akan berupaya menegkombinasikan perpaduan suara -ang dan –an, pertanyaan yang bisa menjadi semacam refleksisasi seperti yang dinyatakan Suminto A. Sayuti adalah apakah dengan demikian puisi ini mengalami keberhasilan dalam pemahaman arti.

Perpaduan bunyi-bunyi konsonan yang berfungsi menghalangi kelancaran ucapan disebut dengan kakofoni. Nuansa kakofonik terjadi pada nukilan puisinya yang berjudul “Siang yang Dangkal” dan “Masa Lalu yang Menyala Malam Hari”:

“....

yang mana lebih hangat ketika dijumlahkan.

sungguh aku hidup tiap kali engkau tiup,

sebanyak hitungan kelopak mata

yang membuka—menutup.”

[Siang yang Dangkal]

“....

yang dari dulu engkau tuduh pancing terbalik,

lantaran mampu menangkap dan

ditangkap yang mengambang di antara langit-langit

dan engkau yang berupaya tetap tengadah ketika

terhimpit kalimat sempit.”

[Masa Lalu yang Menyala Malam Hari]

Kakofoni pada esensinya merupakan deskripsi suasana yang negasi, tidak dikehendaki, disharmoni, chaos, tidak menyenangkan, bahkan kekacauan yang membosankan. Konsonan yang biasa merepresentasikan hal ini adalah huruf /p/, /t/, /k/, dan /s/. “dan engkau yang berupaya tetap tengadah ketika/ terhimpit kalimat sempit”, dua baris ini masuk dalam nuansa kakofonik, dan bisa dikatakan sebagai kakinya.


4. Onomatope merupakan bunyi yang bertugas menirukan bunyi dari bunyi yang sebenarnya dalam arti mimetik. Hal ini dimungkinkan terjadi pada puisi yang berjudul “Siang yang Dangkal” dan “Setabah Subuh”. Berikut nukilannya:

“kau yakin, aku mampu mengalir serta

mengulurkan diri sendiri sedemikian panjang

....”

[Siang yang Dangkal]

“...

yang membuatmu lebih lenggang dari kesepian yang

dibentangkan oleh suara azan dari kejauhan.”

[Setabah Subuh]

Kata “mengalir” dan larik “dibentangkan oleh suara azan dari kejauhan” mungkin agak representatif untuk menengarai kedua nukilan sajak tersebut mempunyai aspek onomatope. Namun agaknya pula, apakah AF kurang ber-eksplore mengenai aspek ini atau tidak mengetahui karena enggan mencari padanan kata yang lebih ‘berkias-bunyi mesra’? Sehingga yang sebenarnya puisinya bisa lebih tampak anggun dengan level kiasan bunyi seperti yang sering dijumpai pada puisi-puisi Subagio Sastrowardoyo.

5. Lambang rasa adalah bunyi-bunyi tertentu yang membawa nilai rasa berbeda antara yang satu dan yang lainnya. Lambang rasa dapat diketemukan dalam puisi super mininya AF yang berjudul 02.30:

“semakin dini

semakin dingin

semakin engkau”

Kombinasi antara bunyian vokal-konsonan -i, -in, -au dalam puisi tersebut tampak jelas sekali. Pada puisi ini seolah-olah AF ingin mendeskripsikan suasana pada waktu itu dengan komparasi ekspresi bunyi dan metafora. Lapis bunyi ini menimbulkan semacam lapis arti yang mengerucut pada kata “engkau”. Terlepas dari penyuksesan itu, apakah AF sempat memikirkan untuk mempertimbangkan kombinasi vokal-konsonan beserta keketatan yang dikandungnya?

Apakah AF sedang menyediakan puisi-puisinya yang kini untuk mengaktifkan lubang dirinya?

Hangat-hangat letong sapi, rupanya AF diam-diam sengaja ataupun tidak, perlahan merubah pola menulisnya. Beberapa puisi yang ada di buku antologi puisi “10 Kelok di Mouseland”, misalnya. Di sana sangat rapat dengan populasi imajinasi, tipografi struktur dan tentunya judul ‘rel kereta apinya’. Pada puisi yang baru dipublikasikan seperti “Menyentuh Kotamu”, sebuah puisi yang ditulis untuk seorang penyair muda yang stylish: Rendy Jean, secara tipografi judul tampak memini, dan AF mulai menaruh kata “membayangkan” pun menggunakan kata “yang” sebagai drive bagi kata-kata selanjutnya. Apakah keterpengaruhan gaya kepenulisan penyair-penyair muda di bandung yang menyebabkan demikian? Tapi, setelah coba ditelisik kembali, saya terhantui oleh bait ini:

“yang menyeret sandal jepit hijauku pada jam 5.30 pagi

mendaki kota-kota di kakimu yang berawalan ci—

kota yang tumbuh dari perumpamaan.”

Larik yang berbunyi “kota yang tumbuh dari perumpamaan” bisa dikatakan sebagai imbuhan akhiran yang mungkin gagal. Mungkin, karena AF tergesa untuk menyebut kota yang ia injak kesekian kalinya itu sebagai perumpamaan. Dari segi enjambement, salah satunya, juga teras kurang match. Begitukah AF yang pernah suatu ketika mengungkapkan ingin mengejar kuantitas karya memproduksi karya lekas-lekas? Dugaan yang lain, ini semacam pengaktifan lubang. Dalam arti bahwa, ada sisi kekurang-sinergisan antara apa yang ia inderai, kehendak kepenulisan dan teks yang ia tullis. Hal ini, bisa saja mengakibatkan tumpulnya “ego puitif” dalam dirinya yang selanjutnya puisi-puisinya bisa mengalami ‘penyimpangan’ atau terombang-ambing ke sana ke mari. Namun, di lain sisi AF kiranya tetap teguh dengan kiasan-bunyi yang hendak dibangunnya—mengisi lubang dirinya.

Apakah dengan mekanisme pertahanan yang dimunculkannya, AF mempercayai dirinya sendiri, puisinya sendiri?

Persatuan antara kata, tubuh, dan kejadian kerap kali banyak memunculkan konflik yang sedemikian pelik. Dan bilamana gagal mengatasinya akan terjadi penyimpangan dan bilamana sebaliknya akan terjadi penyatuan sehingga menciptakan sajak yang utuh serta sublim. Nukilan puisi terakhirnya ini pantas menjadi motivasi dalam konflik yang tersiar dalam dirinya;


“mimpi, entah kenapa selalu bisa menggagalkan

pertemuanmu dengan nama yang engkau susun

dengan ledak bibir tertahan. lampau. lampau sekali.

kesalahan mengetuk matamu minta diampuni.

apa memang terlampau sukar ketika ingin

memaafkan diri sendiri yang ingkar?”

[Setabah Subuh]

Seperti subuh, tabahlah AF.....atau haruskah aku mengatakannya lagi ?


Semarang, 2012

[1] Judul subbab Puisi dan Modernitas dari buku “Suara Lain” oleh Octavio Paz

*Esai ini dibuat untuk keperluan Ngopi komunitas sastra LACIKATA

GUNJINGAN SEPANJANG TAWANG

siapa yang terlebih dahulu lelah menyelesaikan
waktu yang berdiam-diam cemas pada arus-arus
kubang air; kau atau aku? waktu tak selamanya
hijau adanya seperti daun-daun angsana muda,
tak selamanya menjadi genang seperti penghujan
menautkan siapa air siapa udara. siapa.
lalu siapa yang terlebih dahulu paham bahwasanya
langit ini tak bersobek sekertas buku-buku di perpustakaan
pada dada kita; pada lelah ini yang semenjana kita taruh:

selisih mana yang terjauh menembus cahaya,
cahaya telanjang lampu-lampu tua atau pucat bulan
yang menjadikan mimpi kita bersaur-suar kelelawar
ditimpali warna kelam tebal pun bebal. katamu,
perkiraan kita kian renggang. perkiraan kita itu
adalah pertanyaan-pertanyaan, jadi semacam
selisih perasaan seorang psk dengan gaya seks
seorang pns

di udara, kata-kata brengsek kita sampirkan
sebagai suara peristiwa-peristiwa gaduh
seperti kesabaran seorang pemancing yang menunggu
air polder beriak-riak. di udara, kita lepas siapa atau mana
yang tabu terhadap bau kotoran kepala sepasang kekasih
di tepian polder. kita lepas bau penasaran kita tentang
sandiwara, sejarah perasaan, kata-kata. kita berharap
mereka mengendap bersama jawaban yang tak lekas mencair
di langit hijau beludru



2012

4.08.2012

MALAM PASKAH

- Perarakan –
arak-arakkan datang dari arah yang redup
dua lentera menuntun jalanan yang padam
kami menjemput arak-arakan itu
dengan mata yang belum bisa membaca
sesungguhnya, siapa di balik jejak kaki-kaki
yang tercetak di pelataran gereja

“Manusia Kain Kafan?”

- Upacara Cahaya –
ada percakapan antara lilin dan korek
di depan pintu-pintu gereja
sebelum api dilahirkannya;
ada pastor kami yang berucap tentang
bagaimana lilin yang diarak itu ditandai
diangkat tinggi-tinggi dalam gedung gelap
tanpa ada cahaya yang melebihi lilin;
ada nyanyian yang mengiring perjalanan lilin itu
menuju letak samping upacara altar

“: bersoraklah nyanyikan lagu gembira !”

- Sabda –
kejadian adalah kisah penciptaan yang patut dikumandangkan
oleh setiap pemeluk dan peneguk dari cawan-cawan baru
firman sekali lagi telah bertuah akan zaman
yang ada asal-muasal;
Tuhan kami sekali lagi telah mengingatkan
akan bumi kami yang sesungguhnya
“: maka jadilah petang dan pagi”

keluaran benar-benar kembali menjatuhkan
ayat-ayat pembebasan tatkala israel kami
lepas dari tanah firaun
musa, memang pahlawan!

barukh telah mencatat tentang ketetapan
yang jadi pelajaran cahaya di kegelapan mata
umat yang terpilih

kepada umat di roma, paulus membawa pundi
tentang sabda untuk mengutuk kematian dosa dan merahmati
kebangkitan di kepala dan hati supaya diarahkannya
kepada alam maut yang takkan wafat lagi

lukas menyatakan kesaksiannya yang abadi
kisah pintu makam yang terbuka
wanita-wanita yang membawa-serta rempah-rempah
jenazah yang betul-betul tak ada
dan malaikat nampak bersabda di antara
kepucatan mereka
“: mengapa kamu mencari yang hidup di antara orang mati?”

-Litani Para Kudus-
lewat santo-santa kami memohon
dengan doa kasihan untuk kebebasan diri kami sendiri
lewat mereka pesan kami tersampaikan
kepada Tuhan yang Maharahim
“kabulkanlah kiriman-doa hambaMu”

- Pembaruan Janji Baptis –
ingatan akan baptis lekat pada
percik-percik air yang menghampiri dahi kami
dengan lagu kami minum air yang telah jadi janji
yang telah jadi baru

dan sampailah suara yohanes yang berjalan
ke arah nurani kami
“iman telah mengalahkan dunia!”

- Komuni –
lidah kami merasakan ada malaikat dengan warna baru
yang kami kecap menuju dada kami
dada yang kami berkati dengan tangan kami sendiri
tangan yang menengadah kepada Hosti

- Berkat Meriah -
o, inilah paskah kami
perayaan kemeriahan iman Tuhan kami
lalu kami madahkan kidung telur-telur
yang iman dan paskah

“: alleluya !”


2010-2012

JUMAT AGUNG

- Perarakan –
kami mengarakMu dengan sederhana
tanpa lagu-lagu beku
karena merah telah jadi perlambang
ada bekas darah di altar kosong,
tujuan kami

kami mengarakMu dengan doa
seperti tangis maria

- Sujud –
apa yang pejam oleh mereka
terjejal antara jubah-jubah
yang telungkup di tanah

dan kami mendapati iba
berpendar seperti nyala lilin

- Sabda –
yesaya menceritakan nubuat-nubuatnya
kepada hamba yang diwartakan
untuk setiap kata yang jelma
setiap jelma yang sabda;
“…seperti induk domba yang kelu
di depan orang-orang yang
menggunting bulunya,
ia tidak membuka mulutnya.”°

kepada orang ibrani
surat telah bersaksi
: kita mempunyai imam agung!

- Pasio -
tiga orang jubah putih
pembawa madah-madah
sepanjang telapak tangan mereka
: segenggam Injil yohanes

-seberang sungai kidron
adalah permulaan dan pengkhianatan
tentang cinta yudas pada malam
yang menghendakinya

-hari masih pagi, ketika
bait penyangkalan petrus genap
dan Tubuh-luka hampir lengkap
dihujat oleh mereka yang tak pernah
tahu siapa yang sebenarnya pantas
dihujat

-pilatus telah berketetapan
atas putusan hukuman yang mencuci –tangan
salib adalah penyelesaian untuk jabatan yang abadi
bagi seorang gubernur

-mahkota duri dan mantol ungu
menjadi sulaman pahit di wajahMu
yang sakit oleh teriakan tanpa dosa
“ecce homo!”

-selepas cuka mencelupkan kehausan
tempat tengkorak berderak dalam gempar
sengaja untuk menyelesaikan
ucapan akhir:
“selesailah sudah”


maka, demikian kisah yang bermadah
menjadi tempat terlentang
antara manusia dan Tuhan

dan sebenarnya,
mimbar telah mencatat nada-kata
yang melengking ke arah sudut-sudut gereja
pilar-pilar telah mengerti bahwa yang mendirikannya
ialah yang membangun dalam tempo tiga hari

- Penghormatan Salib –
kami mencium dan mengulum kakiMu
yang merah di kayu-salib kami sendiri
dan kami telah membuka kain ungu kami
yang berdiam sekian lama pada dosa adam-hawa

- Komuni –
kami telah mengunyah tubuh yang darah
supaya perasaan kami takluk pada kesengsaraan
di lingkaran hosti yang tenggelam
pada lambung-iman kami

- Doa Penutup –
kepada pieta dalam nyala mata kami
kami berdoa:

bunda, izinkanlah kami menyimpan
airmatamu di kantung-mata kami
untuk kami jadikan bekal
menuju golgota Tuan-kami
amin.


°nukilan Kitab Yesaya 52:7
°°ecce homo: lihatlah manusia ini


2010-2012

KAMIS PUTIH

- Perarakan -
jubah-jubah yang tergerai
dari lelangkah kaki tercetak jelas
pada keramik-keramik gereja
seperti ingin membacakan prolog animator
tentang kenangan yang bebicara
bagaimana semestinya misa perjamuan
ditandakan dan diadakan

- Sabda –
keluaran bercerita mengenai aturan
yang mesti dikenakan sebelum Tuhan lewat
di pintu-pintu berwarna darah tanah Israel
“: beginilah cara kamu makan”

korintus bercerita mengenai Korban
yang ditubuhkan dalam bagian-bagian roti
demikian juga anggur yang didarahkan
dalam cawan-cawan meja perjamuan
“: kenangkanlah Aku”

yohanes berbicara mengenai warta
mengenai petang hari menjelang pesta paska
dan bejana yang diletakkan untuk kaki-kaki rasul
supaya pembasuhan adalah simbol perbuatan
yang tetap dan dibekap oleh tanda cinta akanNya
“: tidak semua kamu bersih”

- Cinta Itu Pembasuhan –
nyanyian yang disindenkan mengirimkan isyarat
sebagai upacara yang merayakan cara bercerita
adalah kasula yang tertanggal ke atas altar
lalu lengan jubah disingsingkan menuju
para pemeran rasul; malam ini
air dan ciuman telah diletakkan di setiap kaki mereka
dosa telah diperah dalam bejana sebelum pesta
menyimpannya pada setiap pemeluk

- Komuni -
hosti-hosti telah jadi begitu putih, putih
di antara sebelum dan sesudah mulut-mulut
mengamini untuk setiap waktunya

- Sakramen Mahakudus –
beginilah dupa mewangi di depan tempat
yang sarat warna putih di depan sibori yang dilampini
oleh kain luka dari jubahNya sendiri;
beginilah dupa menjadi bau-pekat untuk
kehadiranNya yang lekat dan likat

pastor dan velum mengaraknya lewat pintu-pintu gereja
sementara umat berjajar memadah teks lagu dan doa
menyederhanakan prosesi yang mengitar
menuju tabernakel yang diputihkan
karena di sanalah airmata dan tubuhNya
disimpan
(pastor menyujud dan mengkhidmatkan
kamis atas dukaNya)

- Tuguran –
kami yang bertugur-jaga di depanMu
ingin menyatakan lukaMu dan luka kami sendiri

inilah jamuan perayaan-kenangan sesungguhnya
bagi kami, peluka dan pendosa:

“Tuhan, bersihkanlah kami
sebelum kami membersihkan altarMu.”


2010-2012

4.05.2012

VIA DOLOROSA

kesedihan ini adalah jalan salib kelima belas. beribu abad lamanya
jalan-jalan semacam gang ini telah menjadi naga yang naik turun
dan tak pernah selesai untuk menimbun batu-batu kecil jelmaan
airmata. tikungan-tingkungan tua nilah yang sebenarnya adalah nafas
kenapa orang-orang yahudi mempercayai tembok ratapan, seperti
orang-orang kristen mempercayai golgota, tempat darah dan airmata
menjadi sinagoga yang terbelah. “sebab konon kesedihan bermula
dari pengkhianatan”, kataNya


2012

KONTEMPLASI GETSEMANI

pada batu, airmata terantuk satu per satu. itu rabbi, kata mereka.
bukan, bukan, itu pengkhianat, katamu. salah seorang pemimpin
bermimpi bahwa ia akan cuci tangan di atas batu dan di sekitarnya
hantu-hantu taman menjelma ular-ular beludak. pada batu, taman itu,
seorang rabbi dihampiri malaikat dan warna kilat. “jangan takut,
ular-ular itu beserta mereka tak punya sayap”, katanya



2012

4.03.2012

DI PAHLAWAN, MELIPUT PIZZAMAN

ia kenakan kembali jubahnya di pinggir jalan pahlawan
sorai-sorai, para potografer mencatatnya
lewat cahaya yang dipecahkan dari lensa;
"kebun binatang pindah, kebun binatang pindah"
kata mereka

ia tahu, cepat-lambat kebun binatang akan pindah,
pindah ke kota-kota, ke dalam mall, ke gedung bioskop 21,
ke pameran elektronik, ke konser-konser di dalam hotel;
tak pelak, ia percaya akan apa yang ia kenakan
kostum karton kebanggannya adalah ketebalan suhu
matahari yang tak lepas terik-terik, mengusir binatang-binatang
untuk bermigrasi ke tempat di mana langit terlihat lebih tebal


2012