PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

12.29.2009

MENGAPA BISU JEMARIKU (?)













/1/ semalam aku terpaksa membawamu pada lidah api

saat ricikricik hujan adalah pertanda

airmataku, airmatamu

lalu jadi korban abu usai foto itu tak

mengulang suara bagi panas api.


/2/ saat reda -api telah bercerita-

jemarijemari tak mampu bersandiwara, berpura

tentang cinta yang terbakar

:olehnyalah aku mencipta abu.


/3/ mengapa bisu jemariku(?)

apa kau tak sanggup berkata

bahwa nafas api tega mempermainkanmu

di atas liukan tubuhnya

meremasmu jadi tak seperti kenangan

yang tercetak oleh inderaku untuk sekian kalinya.


/4/ mengapa bisu jemariku(?)

atau tulikah aku.


2009

RELIKUI DESEMBER

di kalender


yang menuju angka

28,

aku berbisik pada

jarum jam: ada

makna akan apa


yang engkau

detikkan lewat

angkaangka baru


yang sebentar lagi

menetas dari

eraman waktu.


2009

12.24.2009

SAJAK-SAJAK UNTUK ANGKA MERAH: 25 DESEMBER

SAJAK DI BAWAH POHON NATAL
:ada kadokado cantik saling bicara

kardus usang di pojok gudang
terburai seisinya:

potongan kertaskertas
pohonpohonan lama berhibernasi
bolambolam pelangi
patungpatung tanah liat
ceritacerita Betlehem

adalah sedemikian rupa
jadi sebuah pohon benderang
di atas tanah, di samping bambu
pondok kami itu.

kami tahu, selalu jadi bentuk
ornamenornamen desember
dan kini ada untuk dibaut
untuk diharap
pada waktu kami dinanti.
-ialah wajahwajah natal-

:christmas, christmas, christmas
instrumeninstrumen mereka telah tiba
ke atas sulaman notasi syahdu untuk biji rindu
yang bersemayam di setiap pemeramnya.

datang sahutan saxophone -kenny g.-
di beranda kami, dan sambut meriah
warnawarna cahaya berlarian
ke sana ke mari
kubuskubus, balokbalok rias hinggap
oleh simpulsimpul pita
kiriman kereta kuda santa
juga orangorang Majus.

-biar saja di situ, di samping peluk kami
juga emas, mur, kemenyan yang terlambat-

kami berteduh di remang redup cahaya pohon
: meriah lampu
kejora bintang di letak paling atas
kapaskapas salju tersangkut di setiap sudut daun
bolabola gemerlap berdisko bergelantung pada dahan
gemerincing musikmusik bel di belakang tubuh pohon.

bersama mereka
kami telah merangkai senyum
merakit rindu
menempel harap
supaya engkau mau mengejutkan
doadoa kami lewat kadokado bersampul
yang masih tersimpan
kepada Si Mungil itu.

pada mitos romansa pohon natal
kami kembali lugu
seperti bayi pada palungan itu
dan, jangan ada yang terlupa di antara kami.

-eit! kaus kaki putih siapa
santa claus, kah-

2009

NATAL, BAGI KAMI
: keluarga kaum pinggiran

Bagi kami, natal bukanlah siapasiapa
Hanya merayakan saja
Bagi kami, natal bukanlah apaapa
Hanya memberi ucap saja

Bagi kami, natal bukanlah romansaromansa
Tentang benderang dan tenang di pohon dan kandang
Melainkan pelita bagi listrik kami yang begilir padam

2009

SAJAK ORANG MAJUS
: terra betlehem

di terra suriah
kami adalah para nujum itu
kami adalah larvadad, hormisdas, gusnasaf

di terra armenia
kami adalah para nujum itu
kami adalah kagba, badadilma

di terra bermusim empat
kami adalah para nujum dari negeri seberang
kami adalah kaspar, melkior, balthasar

kami berpundi-pundikan: emas, kemenyan, mur,
simpanan nubuat dalam mantera oleh para nabi

(kami bawa mereka)

untaunta bertembolok tebal mengantar jalanjalan kami
juga nyanyiannyanyian menuju titik bintang
yang kejoranya lebih terang dari gugusangugusan

di terra tempat berdiri mezbah kandang itu
kami menemukan peta yang kami cari:
betlehem tanah yudea
lalu kami mempersembahkan mereka
juga mitos jarak yang kami cipta.

2009


SAJAK PARA GEMBALA

I
tongkattongkat kami berasal dari dahandahan cemara muda
serulingseruling kami terbuat dari buluh alang-alang
dan madahmadah kami terbunyikan oleh paduan di sekeliling
kandang ternak kami:

dombadomba, di dekap peluk induk bagi anakanaknya
raung di liangliang serigalaserigala lapar
geraigerai rerumput dan ilalang bukit oleh angin
galaksigalaksi astronomi yang mengepung langit malam
tiupan sangkakalasangkakala gloria malaikatmalaikat.

II
kami jaga dingin pada gigilgigil kami
yang biasa kami jinakkan dengan siulansiulan seruling

kami jaga kawanan ternak yang kadang diselinapi
mimpimimpi buruk yang tiba jadi cerita kami

kami jaga remang cahaya kandang beralas jerami
supaya tak redup sekalipun kami mendapati
lubang bagi gerimis

kami jaga malam ini: seluruhnya
karena kami para gembala di tanah berbukit
di desa tempat sang perawan mendekap sang bayi
lewat hangat kain lampin di palungan,
betlehem kami.

2009


BUNYI LONCENG KAMI YANG TERTINGGAL

ada pula bunyibunyian yang telah kami perdengarkan
di banyak pujapuji yang menggantung pada sudutsudut gereja

pukul delapan malam selesai misa
kami pulang membawa kantungkantung berkat
yang dititipkan lewat renunganrenungan altar
di samping kedip cahaya kandang
berwujud lekuklekuk gua dari kertas semen
- dengan bunyian lonceng yang sengaja kami tinggal
di gua sunyi kami-


2009

12.22.2009

SAJAK DI HARI IBU

22 DESEMBER


Pagi yang belum tahir meriak benderang ketika anak menyalakan

berita radio: wanita yang biasa menyiapkan sarapan doa lalu

menanyakan matahari kepada pagi dan penjual susu. –ibu

memang pahlawan!-


2009


MIMPI DI JEMURAN


di jemuran Ibu mengambil pakaianpakaian kami

yang tergantung rindu di bawah rindang pepohon randu.


Ibu tahu bahwa riuh angin yang menggeraikan mendung

bisa saja melepas rintikrintiknya.


sedang kami masih berjubel pada tintatinta buku

berdiam di kotak alat tulis menunggu perintah

: jemurlah mimpimu, nak

biar bisa kering dan kau pakai lagi esok hari.


nb: hati-hati, hujan


2009

MAAF, BARU KUTULIS SEKARANG




















jujur aku katakan padamu tentang

jemariku yang menari di atas tutstuts

merupa suarasuara bernada sama

seperti gaun yang kupakai

menjelang penutupan peti di jumat sore itu


kelak, tutstuts hitam yang tersentuh

akan mengidap penyakit yang sama

sepertimu

lalu bertelur, menetas, tumbuh dan terbang

jadi gagakgagak

berkelayapan entah


jujur aku katakan padamu tentang

maaf yang baru kutulis sekarang

lewat jemari lekat akan chordchord

bahwa hitam adalah kita. kita.



2009

12.16.2009

MATA PELAJARAN HIDUP

: anak binaan di Seroja


Seminggu dalam hitung. Ibumu terbaring di ranjang itu. Di ranjang tempat kau, ibu dan adik-adikmu memendam juga mengeram mimpi. Dan ketika pagi kelabu, ibu mencibir di sampingmu. Bisik ibu, “Nak, ibu belum bisa memberi uang saku untukmu bulan ini. Tunggu sakit ibu reda, ya. Belajarlah yang baik dan benar di sekolah.”


Sejenak kau ingat pelajaran yang ditanam di kepala dan hatimu oleh seorang pengajar di teras kelurahan, sore lalu. Cita, usaha dan doa adalah benih diri. Dari situlah kau simpan mereka, para nasihat. Dalam tas lusuh di tubuhmu. Supaya kau tak lupa ada buku mata pelajaran hidup di setiap tempat.



2009

12.11.2009

MATA DAN SIANG


melihat mata adalah siang di muai wajahmu

melihat siang adalah pelupuk di beku waktumu.

2009

12.09.2009

SAJAK PERTAMA KEPADA NOTEBOOK


LAYAR,

puisipuisiku menyebutmu

lebih dari ranjang empuk yang

dipakai tubuh kaca mimpi itu

cermin pada wajahmu.


KURSOR,

aku memakaimu sebagai

musim-musim baru

penghujan di kemarau panjang

kemarau di penghujan genang.


KEYBOARD,

tak ada yang sembunyi darimu

para abjad, simbol, tombol

jemariku.


SPASI,

di runtuhan kata itulah

kau membelahku

menjauhkan dari keramaian.


KLIK,

tak ada yang menandingimu

kepastianku.


2009

12.07.2009

DIJADIKANNYA AKU TUBUH


membentukmu serupa pahatan batu itu, di balik wajah waktu yang hampir tiba. melumuti angka-angka mati, yang mana tangis adalah pantangan bagi doa di atasnya. melapukkanmu seperti akar-akar angsana di samping rumah kita, lalu jadi arang di antara puisi yang jarang. mengabukanmu.


mencairkanmu kepada beku, kepada dingin, kepada angka, kepada abjad, kepada mata, kepada puisi. mengalirkanmu menuju hulu di pelupuk cinta itu. Menguapkanmu pada sepi yang melejit. Mengeringkanmu.


menemukanmu beradu dengan batu dan waktu. menjadikanmu kapur di sisi penghapus papan tulis, kumal di nadi telapak tangan pengemis muda. menyeretmu dari setapak-setapak malam yang diam. membawamu untuk bantaran di sisi-sisi rumah gusuran. menepikanmu.


merapikanmu jangan sampai sendiri jadi penyakit, penyakit jadi sendiri. menggantungkanmu, memakaimu.

2009

12.05.2009

DI BAWAH HUJAN-DOA DAN DOA-HUJAN


/1/


bahkan, cinta pun tak

menjawab cibir pengemis kecil

menengadah tanpa

berhalusinasi: tuhanku sudah mati.

(aku bukan nietzsche itu)


tertunduk lalu dilepaskan

hinggap gagakgagak

di sarang kepalanya,

telapaktelapak tangan terkatup,

mata pejam,

sujud tubuh.


/2/


ada sekantung tangis, di doa

menjelang hitunganhitungan

uang demi uang

peser demi peser

takut demi takut.


ada sekantung murung, di doa

wajah yang bukan topeng

bukan mahkota

namun abjadabjad bahasa

dari kitabkitab nasib

pada masa kaum jalanan.


ada sekantung harap, di doa

menjelang kata mimpi

di atas tikar permadani diri


ada sekantung hujan

di doanya.


/3/


disisipkannya, gelindinggelinding

bolabola tanya menuju sekolah hati

tanpa menggurui, digurui

hanya melalui.


dimudahkannya, doa yang sulit

mengendarai mendung menuju tepian

muara kotakota malam.


sungguh, zikir yang lekat!

sebelum segalanya terbenam, terbenam

pada keakuan hidup.


/4/


berdiamlah ibu nasihat

di samping lelapnya:


belantarakan, ego-id-superegomu

supaya jangan ada freudian

membercak di kulitkulit

kidung kemiskinannya

hingga memaksa lalatlalat luka

meminum nurani yang salah


pecahkan, purnamapurnamamu

supaya wajahmu ada

pada setiap pertemuan

petang yang baru

di bawah hujan-doa

di bawah doa-hujan.


2009