PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

10.18.2011

MITOS PENYESALAN

selepas tuwung kuning*


--kita tak perlu menghunus kebhakilan
sendiri, bukan?

dengan melihat mata masing-masing seutuhnya
perlahan cakar ayam keluar satu-satu untuk beradu
di semesta lain, sedang tangan-tangan kita
akan bersilih-tumbuh bulu-bulu ayam jago
lalu setiap waktu berjalan menuliskan
rasa lupa yang ditimpa berat maki lelaki
sesak. semakin sesak. seolah membelukar.
dan tangan tak juga bergerak, selain berusaha
menerima selendang tuwung kuning untuk kafan
kesendirian menjelang ayam berkokok memanggil
panggil keserakahan yang lenting mengalihkan
pandangan, menempelkan sedu muka ke tajam
mata pedang. karena kita terlalu ceriwis menenun
basah api demi sebening api, karena siapa merasa
besar kelaklah memakai mata paling banyak airnya.
alangkah suara pohon kesayangan berbau hantu
seperti membenturkan kepulangan pagi-pagi sekali,
meniadakan memar nafas yang tak sengaja terbakar
dalam sekam batang pisang kering. kita ini
yang tercinta dan mencinta, seringkali harus
membuang hunus pedang. mencacatkannya,
seperti merobek pakaian baru kita. menyemat
sesal yang was-was hingga bulu-bulu rontok
lalu kita dibawa bangga atas pengaduan
ke pengaduhan, melepas persembunyian perih
untuk mempersunting diri kandung kita,
merayakan sesal kuat-kuat tanpa sedikitpun
mengeluhkan udara yang telah berton-ton cemar.


2011

MITOS KEHENDAK

selepas datu untal*


“barangsiapa menentukan nasib terlebih
dulu, kemudahan akan menunjukkan taring
yang luhur yang bukan lahir dari mulut buaya.”

sebab katamu mengucap lafaz tak henti
luas menyeberang dari gili ke gili
menghindari pasir yang menyerpihkan
kaki menjadikannya gaib dan begitu
nyeri seperti ditumbuhi sisik-sisik
barisan taring-taring yang berhunusan
dari buaya muara. berenang menjauh
lekas supaya tak merasa hidup ini
fiksi atas kesepian demi kesepian sebab
keterasingan yang kerap menganga
seolah ingin melempar kehidupan lain
atau sekedar menitipkan rintih kutuk
sebagai langkah membuat sungai seabadi
mungkin, seumpama nama. melafalkan
maklumat kesadaran kalau dunia
ini bukan angkasa tak terpetakan,
kalau dunia ini tempat tinggal roh-roh
duduk bersebelahan, terkadang menyapa:
“puan-tuan, kita sedemikian dekat
hanya saja kalian tak kunjung melek
menjaga diri baik-baik adanya.”
maka perlahan,
tubuh ini akan tertinggal khusyuk sendirian
tanpa kerangka karena manusia kini seperti
tersandung lebih dari satu abad lamanya
membuka mulut dan tak ada yang keluar
membaca mantera dan tak ada yang jelma
mengusiri nenek moyang di tanah sendiri
melupakan muasal detak-detik kecil. berdenyut
seakan mendebar-debarkan pelarian panjang
yang sesat dan tak tahu ke mana langkah
sebenarnya berlamat-lamat berat, berat
nampak selamat atau tamat.


2011

MITOS KETAATAN

selepas ni timun mas*


sepanjang tak lupa mencintai diri
berterimakasihlah karena ni timun mas
yang kepadanya pintu telah ditetapkan
sebagai ruang diri untuk tumbuh bergantian
menjagai dengan penuh kehati-hatian
bahwasanya setiap orang mesti tahu
ke mana berbuat kelu atas nasibnya
memperbaikki kedunguan yang tak
berkunci pada kedangkalan di bawah
telapak kaki wanita. demikian selebihnya
orang bertembang seperti nyai timun mas,
layaknya ibu yang menghaturkan mantera
ke atas tidur anaknya di samping puting
memercikkinya dengan doa sepanjang
mungkin. hingga kelak datang pencobaan
yang seringkali muncul wanita-wanita palsu
--ibu bersuara lain. berterimakasihlah akan
masa depan yang senantiasa menampakkan
pembebasan raksasa i lantang hidung. sebab
diri tak seharusnya begitu saja mempercayai
mitos tikus, kucing, ular, anjing. mitos diri,
sebelum mempelajari siapa diri telanjangnya
di antara yang lahir. inilah bab kesekian
tentang bagaimana tak mengingkari
yang hidup yang tak setimpal atas tumbal
yang menjadikan pelanggaran
menuliskan kenapa kini banyak
berhala palsu silih bergentayangan
mengetuk-ketuk pintu orang dengan
bersenandung nafsu lagu-lagu mesin
serupa seorang ibu merindukan kepulangan.



2011

10.02.2011

DI TELAPAK TANGAN - OKTOBER, HUJAN YANG AKAN DATANG

mari belajar meramu-ramal dengan telapak tangan yang ada
:tengadahkan telapak tangan kiri, mari belajar meraba
garis-garis sayatan lahir yang kian tebal dengan mozaik
seperti sulaman sutera. ingatlah tiga garis utama: kesehatan,
keuangan, relasi. masukilah satu per satu, ikuti jalan garis
itu masing-masing. hingga merasakan bagaimana
cintanya diri ini kepada tubuh dan jiwa seperti tusukan
rimbaud di telapak tangan verlaine. maka sepanjang
diri mengenal siapa yang ada di diri, ialah yang sekarang
--oktober yang belum banyak bisa ditebak. hanya jika
perjalanan adalah kepastian, itu mungkin berada
di antara ribuan takhayul. kenanglah oktober
yang tetap menjadi bagian dari telapak tangan
dan tafsiran-tafsiran masa depan serta segaris
kekinian. sebab siapapun akan kembali pada
timbunan titik yang menyatakan ia ada-tiada.
ketahuilah akan hujan yang kerap kali diperkarakan
orang, ia akan segera memataairkan langit, seperti
keringat dingin berembun di telapak tangan.


2011