PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

10.13.2014

TERSEBAB TUAN PENDONGENG PUISI ( I )



“butuh 100 tahun
bagi seekor burung
sampai ke pantai bau nyale
...
barangkali ia menangis
dengan cara yang belum aku pahami[1]        
           
Ini bukan tentang sebuah nama yang berawal dalam sebuah buku bacaan sore[2] berisi 100 puisi Indonesia terbaik di tahun 2008. Namun karya cipta yang membikin mata saya memiliki keinginan untuk masuk kehidupan itu, menyelaminya dalam-dalam. Pada suatu kesempatan saya diizinkan untuk berkenalan dengan beliau melalui jejaring sosial. Sebentar kenal, beliau menanyakan alamat saya. Ingin berbagi buku, katanya. Saya bahagia sekali, tentu. Sebab akhir-akhir ini saya sedang ingin gemuk bacaan. Beberapa hari berlalu, dua bukunya sampai di alamat. Beliau mengirim dua buah buku yang berisi kumpulan puisinya “Dongeng Anjing Api” (2008) dan “Biografi Burung” (2013). Secara ringkas, riwayat buku “Dongeng Anjing Api” pernah mendapatkan penghargaan dari KLA pada tahun 2009.
Pada bagian dari kesempatan menulis atas bahan bacaan kali ini saya tidak akan menawarkan analisis yang mendalam. Saya hanya ingin berterima kasih atas buku-buku ini terlebih kepada penulisnya yang rela mengirimkan buku kepada seorang yang belum beliau kenal sepenuhnya. Demikian saya melihat nilai dalam kepribadian beliau yang menonjol, yaitu berbagi. Di antara berbagai macam kepribadian sastrawan yang saya rasa belum tentu mengenal sebentar kemudian membagikan karyanya (apalagi dalam bentuk buku), beliau melakukannya. Ya barangkali dugaan saya ini salah dan setiap sastrawan mempunyai cara sendiri-sendiri untuk menindaklanjuti rasa berbagi.
Saya semakin penasaran dengan beliau, maka saya mencari perihal yang berkaitan dengan beliau. Pada pencarian itulah saya menemukan wawancara ook nugroho dengan beliau[3]. Di sana, Saya mengamati proses penciptaan dan eksplorasi beliau dalam kepenulisan. Tentu ada hal-hal yang dapat saya pelajari beliau lewat wawancara tersebut.
Akhirnya saya hendak menikmati kedua buku ini untuk kesekian kali terlebih dulu (sebelum menelisik lebih dalam)--barangkali ada cara memantik "kesedihan" muncul ketika membaca puisi-puisi yang belum saya pahami. Dua buku kumpulan puisi yang sebagian besar diksinya menggunakan kosa kata makhluk hidup seperti binatang (burung, kupu-kupu, anjing) dan tetumbuhan. Mereka seolah menjelma dongeng-dongeng ketika saya beranjak dari masa kanak-kanak. Ya, semacam ada kehidupan yang kembali dihidupkan dalam kepala saya ketika proses membaca saya lakukan secara khusyuk.

Terima kasih atas perkenalanmu, Bli!




Semarang, 2014



[1] Penggalan dalam puisi yang berjudul “Burung Bau Nyale” (Sindu Putra, 2013)
[2] Dulu sekali, saya sering membaca buku-buku sastra di sore hari.
[3] http://ooknugroho.blogspot.com/2009/11/sindu-putra-raih-khatulistiwa-literary.html