PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

7.28.2014

PUISI RAFICQ ABDULLA




Raficq Abdulla MBE adalah seorang Muslim yang lahir di Afrika Selatan. Ia telah menulis dan tulisannya disiarkan di berbagai program radio BBC tentang Islam, termasuk serangkaian pembicaraan tentang Nabi Muhammad dan empat khalifah,  program tentang kehidupan dan karya Jalaluddin Rumi. Ia telah menulis skenario pemenang penghargaan untuk Puisi dan artikel untuk berbagai jurnal, dan dia sering menulis resensi buku. Raficq Abdulla menggambarkan dirinya sebagai seorang Muslim sekuler dan pecinta seni, terutama musik dan puisi. Baru-baru ini Ia diberi penghargaan dengan gelar MBE untuk kerjanya terhadap masyarakat, terutama untuk pekerjaan okumenis di kalangan umat Muslim, Yahudi dan Kristen.


Berikut sebuah puisinya yang saya terjemahkan bebas (puisi ini termuat dalam buku Words of Paradise, antologi puisi Jalaluddin Rumi):

KEPADA MAULANA RUMI


Penyair - seorang yang pertama pencari kebenaran
Lantas seorang kekasih mengoyak sarung tangan itu
Lewat hasratmu; Engkau belajar untuk
Berbahasa dari hati. suaramu
Layaknya intonasi nabi yang buta huruf
Seluruh keajaiban, matahariMu adalah lebih dari bakaran
Bumi lantas berapi dan terikat mati
Ketika kerja telah selesai. Penderitaan
Adalah karya gelap atas kealpaannya.
Memikat engkau pada bayang-bayang cahaya
Sebuah lanskap ingatan - seorang manusia
Menjelma baru dengan detik putaran masing-masing.
Kata-katamu generasi-generasi militan.
Beserta engkau, Tuhan berhenti menjadi sebuah klise.
Dia telah datang demi menarik berlian
Atas dirinya dari hatimu yang dirampas.




7.26.2014

SANTA FLORIA

: vita brevismu, aurel

*
monika ibunya, telah berdoa lamat-lamat lewat para malaikat
kelak pada dirinya tersemat sayatan airmata orang suci

sungai arno, sungai arno, kupanggil angin arusmu supaya
tuas rambutku ini menyentuh padanya, pada lubang hidungnya
sebab aku tak ingin hanya kau cucurkan tujuh kali tujuh belahan
rambutku tapi seluruh kikisan aku, seluruh irisan renungan
tentang sebuah kediaman surga yang dihuni seluruh ingatan;
dengan demikian o sungai yang tiada henti tenang alirnya
membawa waktu serta,
masukkanlah segalanya yang kuundang ke tiap hirupnya
kedalam tebaran udara adeodatus yang isaknya tak berpembesuk


**
kini masihkah kau likatkan 
anak gelombang yang sama ketika tubuh ini begitu
dekat dengan abad-abad keperkasaan jembatan
tempat kita menata perpisahan
sebelum semua yang memiliki
lekas membangun muara kehilangan

dengan hasratmu kami telah menjadi bagian peninggalanmu;
inilah silih laku cinta yang kuratapkan hanya padamu
ratapan dari pengendalian dirimu,
liku hidup yang katamu teramat singkat
teramat singkat, santo


2014

7.17.2014

DINDING KELABU


di belakangku, sore selalu bergerak ke bawah
lekas membikin dinding kelabu,
pemandangan rumit itu kerap kali
memperanakkan pikiran-pikiran kehilangan; tapi
nasib telah lapang menerimaku
lambat laun dinding kelabu jadi tempat tanggalku
tempat meletakkan tubuh yang dijauhi masa lalu
menyandarkan jemu perasaan yang sudah-sudah
melepaskan perjalanan-perjalanan buntu;
mengenakanmu, darah-daging nafasku

di sini udara bertebar sayatan ingatan
mantra membawanya serta sebentuk angin gigil
mitos orang-orang kalian:
kepal, sengal, rapal, sakral, kekal

lantas kuucapkan selamat
hari ini bahasa kalian gagal;
bahasa kalian, selamat tinggal

...

( di suatu sore yang lain
aku tergoda bertanya,
mampukah dinding kelabuku
menghimpun sayatan ingatan
jadi sepi bangunan tanpa atap
mengerudungiku dari rimis hujan? )



2014


7.13.2014

ZOEY

dari deras air kali yang terantuk batu-batu
entah pandangan ini menujumu
ketika segalanya menghijau hampir
seperti lumut tumbuh menghisap sari batu-batu;
ada yang lain yang mengajakku bersitatap
padamu yang sebentar merasa asing
lalu berupaya membikin jembatan kecil
supaya dekat aku pada belahan
di antara rambutmu

tanda-tanda; bahasa yang belum sepenuhnya
kau diami, adalah sejumlah kecil perasaan hablur.
pandangan membuat kita tak bisa mengelak
pada hal-hal yang tak pernah kita temui atau
mengerti; kesepian teramat santun ini
lanskap nestapa atau bahagia sebenarnya?

zoey, di negeri jauh manapun,
bukankah kita tetap akan memelihara yang asing
dengan belajar dan terus belajar seperti
kanak-kanak yang sunyinya gembur kau tanami
isyarat peringatan sebelum hujan terantuk iba
melunturkan hijau parau matamu


2014

7.10.2014

DIRI BATU

dengan malam apa kutaklukkan diri ini mesti
diri yang terus menghalau kerat batu-batu
beranak pinak mengaliri rongga-rongga
dalam nadi dalam kepal jantung. diri tiada istirah
menumbuk yang pedih yang sepi supaya menetes
melapukkan dinding birahi kalian yang tak juga cair;
melek dari gelap udara

malam selalu datang menggiring para kelelawar
memangsa doa dan usaha yang payah; diri ini
pelan-pelan jelma binatang melebihi buruan
para kelelawar. selamatkanlah kami waktu,
mata kami urat-batu!


2014


7.01.2014

PUISI-PUISI RAINER MARIA RILKE





Berikut ini beberapa puisi dari penyair Jerman (Rainer Maria Rilke) yang dimuat dalam antologi buku "Rilke SELECTED POEMS" yang diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh C. F. MAcINTYRE terbitan ­UNIVERSITY OF CALIFORNIA PRESS Berkeley, Los Angeles, London: 1971. Puisi-puisi ini saya terjemahkan secara bebas:




BUDDHA DALAM KEMULIAAN

PUSAT dari segala pusat, dari semua benih biji,
o badam
yang berkecubung dan berkembang indah,
di sini
tampak jelas kumpulan yang bercahaya
daging buah
mu yang tumbuh. Aku menyambut engkau.

Lo,
engkau merasakan betapa tidak ada yang lebih tergantung
daripadamu; ke dalam kulitmu
yang tak terhingga  
malam; di sana getah yang kuat bekerja dan memenuhi engkau.
Dan dari luar berjatuhan gloriole

yang menopang, demi ketinggi
an di atas kepalamu matahari-mataharimu,
penuh dan mengilat, bergantian.
Namun, dalam dirimu sudah dimulai
sesuatu yang lebih lama dari matahari
-matahari yang akan membakar.






GADIS DI ATAS SEBUAH BALKON

DENGAN LEKAS ia datang ke sana, berselimut dalam angin,
nyala dalam terang, seolah-olah dia merenggut
ke luar,
sementara ruang hitam tampak memangkas
untuk memenuhi pintu di belakangnya,

bahkan sebagai
seorang cameo yang gelap memungkinkan
sesuatu yang lembut berkilauan melalui tepian;
engkau berpikir: malam tidak ada di sini dan cahaya
sampai dia datang dan bersandar di atas pinggiran yang sempit,

meletakkannya
hanya sesaat pun tangan-tangannya
jauh darinya barangkali telah ia pisahkan,
dan lep
askan mereka ke atas kepada bayang langit
deretan gelap
dari semua atap.







KEGILAAN

MEREKA diam karena dinding-dinding terbelah
terpecah dalam isi kepala,
dan jam-jam ketika mereka
sama sekali bisa dimengerti
memulai dan meninggalkan kembali.

Seringkali ketika mereka pergi melalui jendela pada malam hari, 
segalanya tiba-tiba tampak baik-baik saja:
tangan
-tangan mereka menyentuh sesuatu yang nyata,
hati
mereka mulia dan mampu mendoakan,
mata
mereka yang tenang menatap
 
turun demi yang tidak diharapkan, acapkali melesap
taman dalam jeda peristirahatan yang
menenangkan ini, 
ada akibat dunia yang asing 
tumbuh semakin besar, tak pernah hilang.







LEDA

KETIKA tuhan dalam kehendaknya merayu demi
angsa
itu, keindahan yang pergi membuat kecemasan semakin dekat;
tapi, meski bimbang, ia lenyap dalam burung
itu.
Lalu dengan sigap bersiap menyingkap tipu daya
  
atas nama perbuatan yang belum terbukti terjadi
perasaan dalam makhluk itu belum pernah muncul. Tapi ia tahu
siapa yang siap menjelma angsa dan bergerak
untuk hasil dari satu hal yang mesti ia lakukan.
  
Perjuangan dan kebimbangan, ia tahu arah tak ke mana
bersembunyi darinya, atau bagaimana ia bisa bertahan. . .
lehernya menyelinap melalui sayapnya
yang terus melemah,
 
dan
atas nama cinta ia melepaskan langkah yang ilahi.
Lalu ia merasa bahagia pertama kali dalam bulu-bulunya
dan
menjelma sesungguhnya angsa dalam pangkuannya.






BUDDHA

Seolah-olah ia mendengarkan. Sunyi, jauh dan jauh. . .
kami memperoleh kembali hingga kami mendengar tak lebih dari kedalamannya.
Dan ia adalah bintang. Dan bintang-bintang raksasa lainnya
yang tidak dapat kita lihat berpijak di atasnya di sini.

Oh, ia adalah segalanya. Dan benar-benar, kami menunggu
sampai ia akan melihat kami? Apa yang Ia perlukan?
Bahkan seharusnya kami tak memantaskan diri di hadapannya,
ia akan menjadi daya, sekaligus lembek seperti kucing.

Ia yang telah menjadi pekerja untuk satu juta tahun 
yang menarik kami untuk langkah suci kakinya.
Ia yang lupa bahwa ada yang harus kita tanggung,
yang mengenal apa yang dicabut dari bayang nasib kami.



Semarang, 2014