6.29.2014

MEMANDANG KETIADAANMU





sahaya hendak memandangmu dari pelupuk, begitulah
nafas sahaya mengalir seperti limpahan utuh
sungai di utas rindu awal musim hujan;
lalu sahaya tak sengaja menangkap dingin matamu: kail
yang menancap pada wajah para pertapa, tubuh yang
mengizinkan segala godaan menjadi keras batu candi
sebab dunia telah alpa dari surga;
jiwa mereka seolah tak peduli orang-orang lalu lalang
mengumpan kesucian yang diciptakan minuman keras,
senjata, dan cinta;
padahal semuanya itu rumusan semu, kata seorang tua
yang tiba-tiba menghilang dari keramaian

sahaya hendak memandangmu dari jarak, begitulah
biru menjadi batasannya umpama langit. dari situ
sahaya mendapatimu bergerak tanpa wujud
barangkali seperti mendorong gelung awan
pelan-pelan;
mata sahaya yang cembung seperti terus menerus
membiaskan tubuhmu yang julang, terik dan kosong,
tuan!

sahaya berpaling saja semampu sahaya
di luar sana sebuah gempa mendentumkan
orang-orang yang kembali saling kepal
karena dosa sebiji:
sampai lewat benturan kata,
lewat sisi-sisi ruang yang tak terasuh,
lewat bentang sepi dalam batu-batu
yang belum dimiliki kerat tangan

orang-orang. orang-orang di luar sana
sedang gemar menghatamkan kitab
berbahasa kuman di seberang laut
dari agama yang lapar dan gagal


2014

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini