11.29.2014

TERAPI PUISI*



Oleh: Hirsch Silverman**

“...puisi berada
dalam hati semua manusia.”

Thomas Carlyle

Sumber gambar: https://frombehindthepen.wordpress.com/tag/poetry-therapy/



Orang-orang di seluruh dunia memilih puisi untuk melepaskan emosi—sebagai harapan dalam menghadapi keputusasaan, untuk memperoleh kenyamanan ketika menghadapi stres, sebagai inspirasi ketika menghadapi kebimbangan. Akhir-akhir era ini, banyak terapis (psikolog, psikiater, pekerja kesehatan mental, ilmuwan perilaku) yang mengakui puisi sebagai sebuah kekuatan, bahasa yang halus, instrumen penyembuhan—penyemangat, pembebas dan penenang perasaan-perasaan yang bergejolak dari jiwa tak sehat dan dari sisi emosional individu yang terganggu.

Terapi puisi memberikan penerangan pada sisi gelap pikiran. Yang kemudian menekankan bahwa pengalaman puitik sebagai sebuah bagian penting dalam ilmu psikologi, pendidikan dan program rehabilitasi. Penggunaannya (terapi puisi) yang spesifik sebagai sebuah alat yang valid dalam mencipta kreativitas bagi pergolakan ilmu psikologi. Dalam praktik profesional, puisi dapat digunakan sebagai sebuah pemeriksaan psikodiagnostik untuk menilai keadaan tak sehat, fungsi kepribadian dan modifikasi perilaku. Terapi puisi mencoba untuk membawa kepada kesadaran yang mendasari munculnya ketegangan dan kecemasan, dengan demikian ilmu psikologi menawarkan kenyamanan dalam mempercepat proses penyembuhan. Melalui proses membuka pikiran individualitas pasien, proses ini juga membantu terapis-psikolog untuk mengenal atribut dalam bentuk kepribadian pasien.

Dalam melakukan treatment terhadap pasien yang menderita dari ketakutan-ketakutan, kecemasan-kecemasan, dan depresi, puisi dapat dibaca dan ditulis secara individual, berpasangan maupun berkelompok. Ini adalah cara terbaik yang digunakan para terapis guna mempengaruhi persepsi mereka tentang pasien. Sebuah kesadaran dari dalam diri berkaitan dengan kebutuhan dan cara-cara mencari untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka adalah dasar bagi terapis puisi, sebagaimana mereka tidak memisahkan antara kesadaran dan peran sosial dengan semua ekspektasi-ekspektasi mereka. Banyaknya wawasan diri adalah prasyarat kebijaksanaan terapis yang nantinya digunakan untuk diri mereka sendiri. Melalui pemilihan puisi-puisi yang berkaitan dengan filsafat dan psikologi stres, yang memaparkan pikiran bermasalah dengan penghiburan, dan dunia perasaan moral yang salah, terapis dapat memodifikasi, menghapus, atau memperlambat gangguan-gangguan.

Puisi adalah salah satu sumber daya alami yang dimiliki oleh manusia untuk penyembuhan. Dalam konteks ekologi manusia, puisi dapat menjadi sebuah pengaruh yang konstruktif untuk memelihara keseimbangan energi-energi dalam diri manusia.

Efek penyembuhan lebih dimungkinkan terjadi ketika pasien menullis puisi dengan spontan. Ketika pasien bebas bermain kata-kata dan imajinasi, mencampurkannya, menyusunnya, mendengarkannya dan memandangnya. Lebih dari itu, menulis spontan akan memunculkan rima, ritme, imajinasi visual, repetisi dari suara-suara. Pendekatan ini menjelaskan lebih lanjut bahwa sebuah puisi tidak dinilai dalam hubungannya dengan kesusastraan, moral dan nilai estetik, atau menyangkut apakah puisi disukai dan tidak disukai. Dalam menulis spontan, format dan struktur puisi-puisi tidak dibuang; malah sebaliknya mereka akan muncul dengan sendirinya.

Pembacaan puisi serta penulisan puisi adalah kekuatan bagi penyembuhan. Ada tiga kondisi yang menawarkan penyembuhan melalui pembacaan puisi. Pertama adalah bahwa puisi harus dibaca kata demi kata, agar irama dan sajak, asonansi dan aliterasi dapat dihargai. Kualitas-kualitas akan hilang jika puisi dibaca sambil lalu. Kondisi yang kedua adalah bahwa puisi itu harus didengar. Salah satunya dapat mendengarkan puisi yang dibaca oleh orang lain atau mungkin membacanya keras-keras untuk diri sendiri atau mungkin "mendengar"kannya dalam pikiran seseorang sebagai salah bagian dari membacanya diam-diam. Kondisi ketiga untuk penyembuhan adalah seperti apa yang disebut Jack Leedy (1969) sebagai "iso-principle", yang berarti bahwa perasaan puisi harus sama dengan perasaan orang yang mendengar puisi itu. Meskipun demikian, mungkin memerlukan waktu untuk dapat bekerja terhadap pemenuhan kebutuhan seseorang. Apabila seseorang merasa putus asa dan membaca sebuah puisi putus asa tanpa harapan yang mendasarinya, perasaan seseorang mungkin akan semakin galau. Apabila terlalu banyak keputusasaan yang dirasakan, kita bahkan bisa berhenti membaca sebelum tiba di bagian membagikan harapan lebih dari puisi itu. Apabila seseorang tidak merespon sebuah puisi, kita harus menghentikan membaca dan membalikkan halaman puisi atau penyair lain, seolah-olah melihat ke atas menu untuk sesuatu yang menarik. Puisi dengan tema-tema sedih tetap harus memiliki bait yang mencerminkan optimisme.

Puisi digunakan sebagai sarana komunikasi antara terapis dan klien. Puisi akan menjadi landasan bersama dalam sebuah dialog yang mencari alternatif penyelesaian konflik. Ini tidak berarti bahwa terjadi pembicaraan yang tak ada habisnya. Pentingnya pikiran jernih yang dapat terjadi secara alami dalam pertimbangan kebenaran puisi itu harus diterima. Puisi yang dipilih harus atraktif baik bagi terapis maupun pasien.

Terapi puisi dengan cukup sukses digunakan untuk mengatasi kegelisahan dan depresi. Pasien rehabilitasi akan difokuskan pada langkah pembacaan; puisi menawarkan perasaan depresi dengan contoh-contoh bertema harapan. Dalam langkah terapi, pasien didorong untuk menghafal puisi sehingga mereka dapat menarik krisis yang mereka hadapi untuk kemudian memperoleh hasil (kesembuhan) yang diinginkan. Pasien membaca, belajar, membaca-ulang, menafsirkan puisi dan mengakui bahwa mereka tidak sendirian dalam masa keputusasaan mereka. (Puisi sering berhasil digunakan adalah " I’m Nobody " karya Dickinson, "The Road Not Taken" karya Frost, " Ode on a Grecian Urn" karya Keats, dan " I Celebrate Myself '' karya Whitman).

Para pasien menekuri puisi yang berisi prosa dan mimpi. Sebab puisi adalah jalan keluar yang lain menuju ketidaksadaran. Pasien memiliki katarsis dalam melepaskan perasaan tertekan, dan kemudian muncul intensi yang diungkapkan secara tak sadar. Keinginan bunuh diri secara langsung dapat dideteksi, hal tersebut yang sering pasien ungkapkan. Dengan kata lain bahwa mereka ingin mengatakan supaya mereka diselamatkan.

Terapis harus berusaha menggunakan puisi dengan tema-tema yang mendalam dan luas. Puisi membutuhkan pemikiran, banyak keheningan, dan semua perasaan yang tulus yang alamiah dari masing-masing individu. Bagi penyair (yang ahli dalam menciptakan puisi), hidup kadangkala agung, kadangkala tanpa harapan, berbahaya dan menakutkan. Terapi puisi harus mengeksplorasi tema-tema ini dan kemudian pengaruhnya terhadap konflik yang dialami oleh pasien. Terapis menjelaskan dan membuat saran sebagai solusi yang berangkat dari permasalahan. Upaya ini dilakukan untuk memecahkan karakter tersembunyi, membantu pasien mendapatkan kekuatan batin dan memampukan pasien untuk mengarahkan jalinan baik hubungan mereka dengan orang-orang. Meskipun individualitas sering ditekankan dalam teknik terapi, integrasi sosial ke dalam masyarakat tidak dapat dikesampingkan dari realitas.

Fungsi tertentu puisi untuk terapis harus memindahkan emosi dan untuk membawa pikiran. Pikiran itu harus mendominasi kata-kata; penyair  dengan penuh harapan telah berusaha memandang kedalaman daripada hanya permukaan. Dalam puisi, jika ingin menjadi vital dan dinamis, harus ada pemantik suasana hati, aksen dan gambar dalam intensitas yang segar. Puisi lebih dari sekedar seni; puisi mencakup seluruh rentang pengalaman manusia dan ruang takdir moral. Oleh karena itu, puisi terapi harus mewakili sesuatu yang lebih dari pengungkapan secara lisan; dengan demikian harus menggabungkan fragmen-fragmen personalitas daripada keterampilan-keterampilan retorikal (dalam membaca puisi). Garis penyair membantu untuk mengaktifkan pencarian pasien atas realitas dan penegasan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena penyair cenderung menyibukkan diri dengan tema-tema kehidupan dan kematian. Bagi pasien, karya-karya penyair (puisi) barangkali dapat mengasah beberapa aspek kehidupan: keindahan, cinta, ketenangan pikiran. Demikian puisi dapat mengembangkan sebuah kesadaran baru dalam merasakan sesuatu.

Terapi puisi bergerak ke dalam jiwa orang tersebut perlahan dan diam-diam, demi membuat individu merasa lebih baik, lebih baik, lebih baik, sebagai media pencarian diri. Shelley melihat puisi sebagai "gambaran yang sangat hidup yang diekspresikan dalam kebenarannya yang kekal." Puisi, di satu sisi dapat memantik potensi kecerdasan seseorang, juga memiliki dasar keindahan yang merawat moralitas dalam diri secara alami. Mungkin ini terlampau idealis serta individualis. Namun, keaslian dapat ditemukan dalam puisi-puisi yang berfokus pada kemampuan abstraksi seseorang.

Terapis menyadari bahwa puisi merupakan sebuah representasi dari sebuah gagasan. Di lain sisi, meliputi konten dan karakter yang "ideal", dan idealisme ini sangat erat kaitannya dengan individualisasi yang bertumbuh secara signifikan. Semakin banyak kita tahu tentang fenomena yang berikaitan dengan interpersonal, intrapsikis, tubuh, energi dan transpersonal, semakin banyak mendapati prinsip-prinsip yang mendasari pertemuan dan penyatuan diri melalui terapi puisi.

Mengaktualisasi terapi secara kreatif melalui puisi menciptakan sebuah inti dimana polaritas perasaan disintesis. Pendidikan holistik dalam setting puitik berkembang dalam pikiran. tubuh, emosi, imajinasi. intuisi dan semangat. Sebagai terapis, kita harus mengeksplorasi pengembangan dan integrasi dari masing-masing fungsi tersebut melalui pengembangan konsep diri, kesadaran sensoris, kesadaran gestalt, fantasi terkontrol, psikosintesis, afirmasi dan pemikiran individual.

Hambatan dan emosi negatif dapat dibuka melalui terapi puisi dan energi yang berharga dalam diri kita, yang kemudian digunakan untuk menjalin interrelasi secara mendalam. Menjalani psikoterapi melalui puisi sebagai pembuka kunci energi psikis membuat orang semakin terbuka untuk mengalami pertemuan-pertemuan yang lebih intens antara fisik, emosional dan spiritual.

Puisi digunakan oleh seorang terapis yang memiliki daya sensitivitas, sehingga dapat menenangkan pikiran yang berkecamuk ketika memberikan ungkapan-ungkapan emosional. Terapi puisi dipandang sebagai pekerjaan rehabilitasi yang dicapai dengan kombinasi ilmu pengetahuan dan seni. Terapis puisi akhirnya harus menyadari bahwa orang dengan kesulitan-kesulitannya adalah buah dari kesulitan dirinya sendiri dan ekspektasi dari proses terapi tersebut barangkali dibatasi oleh resistensi individu atau ruang lingkup gangguan psikisnya.

Melalui terapi puisi, seorang ahli klinis dimungkinkan berhasil mengobati kecemasan, kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian diri, gangguan-gangguan psikosomatis, fobia, gangguan hubungan interpersonal, gangguan perkawinan, keragu-raguan untuk terlibat dalam kegiatan hidup, perilaku antisosial, ketidakmampuan untuk menjalin interaksi dengan orang-orang, kebingungan, konflik, malfungsi kepribadian, dan fenomena psikologis pada umumnya.


* Sumber Jurnal: The Arts of Psychoterapy, vol.13 pp.343-345, 1986, USA. (Dialihbahasakan secara bebas oleh Ganjar Sudibyo, S.Psi.)
**Hirsch Silverman, seorang profesor emeritus, divisi pascasarjana, Universitas Seton Hall, dan Direktur Nasional Konselor Akademi dan Terapis keluarga, Hirsch juga seorang pengarang berbagai buku dan artikel.



semarang, 2014

2 komentar:

  1. terimakasih gan atas terjemahannya. kayaknya kamu bisa serius dalam terjemahan gan. arti penting kamu kelak dibidang psikologi sama sastra mungkin diterjemahan. padahal aku juga sedang menggagas tema ini dan beberapa tema lainnya, ternyata sudah ada :) mungkin aku tinggal menyempurnakan tekniknya ini. kalau ada lagi, di tag ke aku lagi gan

    BalasHapus
  2. la pie @merah naga.... ada metode yang tokcer? mari kita lakukan!

    BalasHapus

silakan rawat benih ini