12.22.2015

8 DI ANTARA MEREKA YANG TERMUAT DI RIAU POS


Dari kabar M. Asqalani R., saya diberitahu bahwa pada Ahad, tanggal 13 Desember 2016 koran Riau Pos di rubrik HARIPUISI memuat puisi-puisi saya. Mereka berjumlah 8. Berikut mereka yang termuat:




ADAWIYAH

darimana kecantikanmu berasal, puan
dari tangis yang disediakan cahaya rembulan 
atau kegembiraan yang ditawarkan suatu pagi?

sebab itu satu-satunya cintamu
telungkup di atas kemanusiaan
bukan neraka
bukan surga;

sebab itu,
bayang-bayang rupawan semesta berhasil
memantul ke arah pandanganmu





NOTIFIKASI PEJALAN

memikirkanmu terlalu dalam di antara keramaian
rasanya aku ingin dibawa pada tikungan-tikungan
tanpa tanda-tanda serupa anak panah dalam lingkaran,
yang mungkin belum sungguh aku mengerti
bahasa siapa bahasa macam apa;

pada sebuah bundaran yang kita pun tahu, tempat itu
tempat orang-orang meletakkan rasa gusar untuk sementara
memeram penghiburan memotong rasa sunyi melupakan
alamat pulang. kita jadi lumrah meniadakan segala pendar
perasaan yang dipantulkan matacemas orang-orang.

baiklah kita seperti para pejalan, mengungsikan ingatan
menuju nama-nama tempat dan apapun yang berlalu,
memikirkanmu di antara berjejal kabar:
kerumitan yang kita pun tak bisa menolaknya





MENGGAGALKAN RENCANA

ia yang percaya mendengar sayup
dari dekat pandangan kirinya
semacam orkestra tua yang sisi nada-nadanya
berulang, bukan main, bukan secara kebetulan,
masa lalu yang lalu lalang di antara ruko-ruko
mereka tak pernah lengang, sekalipun
menjauhi ke mana sisi suara-suara lainnya

langit yang lampau mencoba menggerakkan
yang tak kasat mata di dalam batinnya sendiri;
selain upaya untuk kembali jatuh mencinta
putaran perjalanan di atas kepastian
yang dilelahkan genggaman orang-orang

kini sebuah rencana utuh telah ia bentuk
tapi apa daya seperti kawanan babi dikutuk
terjerumus ke jurang, yang-lalu itu merasuk
semacam ramalan bintang jatuh. sungguh
ia yang paham: ada yang tak ingin
ditinggalkan melebihi lidah kenyataan





MADAM

madam, terbikin dari apakah itu cinta kini;
ahasveros lain yang tak ingin lahir di dunia
suatu masa di antara bayang-bayang shakespeare
atau semacam petunjuk arah kisah-kisah picisan?

sungguh di wajahmu, kami tak mampu memandang terlalu dalam
sebab kami tak punya cukup ketelanjangan yang layak
untuk disimpan ke dalam bunga-bunga kotak pikiran picasso;
ruang-ruang gelap dan dihindari orang-orang,
nasib yang disusui kesunyian itu sendiri

modigliani, cinta lain kami adalah sisi dari hasil
bahwasanya percintaan tak melulu bisa diberhentikan oleh
paras siapapun, bahwasanya ia terlahir dari rahim imaji dalam
derit pusaran waktu, yang kami pun tak pernah tahu
kapan jarak bisa berkabar

hingga derita telah semestinya bekerja
rindu tetap tak bisa berbuat apa-apa
pada kuas yang sama: ancaman sedang dipatahkan
oleh seorang pelukis itali
di sudut remang himpitan sebuah galeri perkabungan





PERIHAL YANG MENDEKAT

seperti sophie, mencipta rasa gumun yang tak henti
aku dan kamu yang tak pasti;
dalam biru langit menataplah
sebab pada mulanya cinta itu sebongkah ratap
yang jatuh untuk dipahat

berkali kita dihadapkan pada sesuatu
yang sama; perasaaan, pikiran, laku;
sesuatu-sesuatu itu membentuk kita
membantu mencipta sophie kecil
yang dirancang mirip bagaimana
riuh dunia mengasuh kita

kini sebelum ada yang perlamban mendekati
mari kita rayakan pertemuan-pertemuan
yang kelewat perih, mari kita rayakan kepergian,
barangkali di sana ada seri airmata
sebelum manusia pertama mengenal bahasa dan cinta





HANTU DALAM DIRIMU

seperti halnya seseorang hendak memutuskan sesuatu
kita mesti menimbang-nimbang; ke mana arah kemudi,
seperti halnya seseorang memandang tegap satu tujuan
ia tak akan goyah.

kata orang, biasanya ada takhayul yang menjangkiti
barisan cita-cita. takhayul yang terasa diam tapi
sebenarnya tajamnya kejam. ia menularkan sesuatu
yang banyak tak disadari, namun bukan bernama
kenangan.

takhayul telah mencipta hantu-hantu kecil
pada semayam tubuhmu. bersama masa lalu, ibunya
aku berjanji dirimu adalah kemudi
yang ketakutannya semakin dekat kepadaku





ELI PAGISABANA

sepantasnya kita menjadi bahasa yang ditinggal kamus-kamus
menjadi bahasa yang tak sempat tercatat. di luar kecamuk
yang kita pelihara adalah indung-rindu dalam cangkang waktu,
kita semenjak suatu pertemuan berusaha melupakan jarak,
semenjak itu, eli, tunjukkanlah pada waktu:
kita sepasang silih-kekasih yang telah lama dijauhkan dari
ucapan-ucapan cinta dan segala yang berkata,
aku hendak memelukmu

sepantasnya kita hanya mendamba pada lengan yang papa
seperti perumpamaan itu: janda di sarfat
sebab dari lengan kecil dan penuh borok, diciptakannya
ketakutan orang-orang pada dunia, kebahagiaan yang mustahil.
bahwasanya kita tidak akan jauh-jauh dari buah perumpamaan itu,
maka telah kusumbangkan lenganku demi sebuah perjalanan
masa depan. sampai kita mengerti, merayakan setiap pagi
di balik jendela yang ratapnya sama-sama kita pandangi:
sang maha adalah zat yang tak sekalipun takut kehilangan, eli




DI BANGKU KERETA

kita tak sedang bercanda, flu di tubuhku terus memburu
kota sarat lelah-wajah di perhentian selanjutnya;
kita yang sebenarnya sedang didera kabar,
pada jalan tak pasti, ke mana kita musti sembunyikan
masa depan?

peluit panjang, antrean para penumpang
aku berdiri meninggalkan kotamu, lalu kursi-kursi tunggu
seolah hendak menegaskan bahwa manusia pernah sendiri
di hadapan deret penantian.

pintu kereta dibuka, para penumpang menjemput bangkunya
masing-masing. di peron yang tak asing bagi kita. aku tak lagi
fasih menyebut namamu, mengingat kapan pertama dulu
kita memberi tanda pada yang berlafal perpisahan.

kita tak sedang bercanda, meski kamu menganggap ini biasa
sedang aku berusaha menertawakan nasib yang sama
membuang gatalnya lewat tatapan jauh dari jendela kereta


Sumber palingakurat:  http://issuu.com/riaupos/docs/2015-12-13/28

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini