PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

7.12.2009

AKU TAK MAU TERPEJAM DI TENGAH MALAM


Secangkir kopi cukup

Menyalakan sepasang lentera mata yang hampir buta

Sedang kunang-kunang tak bosannya

Mengitari lelampu yang tampak memegahkan

Kerlap cahaya di antara berkas-berkas purnama

Lalu mengerlip di setiap ujung rambutku

Dan puisi setia menanti walau tak peduli

Penyair ini kadang lupa menangisinya


(Menengadahlah ia di bawah pesta perjamuan malam terakhir...)



2009

7.11.2009

RAGAMU BUKANLAH RAGA

~4


Ilusimu cukuplah !


Cukuplah mengenyangkan jamuan pesta malammu

Bersulang bersama retakan-retakan bibirmu

Memabukkan hujan liur yang merintik

“jadikan aku kau”


Cukuplah memberi noktah merah di serat kafan

Yang kau belit di sekujur wajahmu

Seakan mengisyratkan pada tanah

“asalku kau”


Cukuplah memperindah peti pahatanmu

Dengan lapisan malam meski tanpa

Ukiran bintang gemintang dan bulatan purnama

Hanya suara-suara

“aku ingin mendesau, mendesau bersamamu”


Cukuplah mengabadikan jasadmu

Supaya burung-burung gagak berhenti menyambar

Cacing-cacing tak menggeliati lalu membuat sarang

Kutu-kutu busuk tak berduyun-duyun membangun kota barunya


Cukuplah akan ini

Akan kaitan-kaitan mahkota daun

Untuk sebuah halusinasi epilog bait raga di kepalamu

Dan pengakuan


Ragamu bukanlah raga

2009

RAGAMU BUKANLAH RAGA

3~


Ah, itu hanya sebusur panah saja

Tak bisa melubangi ragaraga perkasaku

Apalagi mengelupas mulut muakku


Kataku:

Petik saja mulutmu itu

Sebelum terlambat busuk dihinggap lalat lalat

Sebelum teridap bahasa-bahasa tak sedap

Lalu tumpuk bersama sekam, bakarlah

RAGAMU BUKANLAH RAGA

2~


Sudah kudengar

Mengapa berdengung telinga-telingamu

Bilamana benar-benar suara-suaramu

Menjadi keritan belati tajam bagi mimpimu

Mimpi yang dicuri tak kembali


Mengibaskan jeritmu dari rumah gemuruh

Atas juntaian sayat-sayat dilekukragamu


Kudengar sudah

Kau rungu lagi tak bertelinga

Rasanya ingin mengeruk liang-liang siputmu

Biar sebutir mutiara dan giok kutemu

Di hanyut sunyi rawa yang kau pasangkan

Pada redup pelita-pelita di lembah

Tanpa suara

7.10.2009

RAGAMU BUKANLAH RAGA



1~


Di mana kau panggil mata!?

Menangisimukah?

Sebab terjungkal kau dalam jurang kerangkamu sendiri

Mengenangi kelu butamu

Terhadap apa yang kau rangkai

Termasuk sulaman bangkai kata-kata ini di waktu penantian untuk bangkit


Tanyakanlah, tangisan pada sepasang mata itu

Terlalu bodohkah penafsir ini

Membacakan airmatamu

Pada kamus-kamus yang takkan bisa

Memberi arti pasti

Tangismu?

HATI

Katamu sungai itu adalah belahanmu

Sedang delta adalah kepunyaanku

Dan kita bertemu di arus tenang rawa itu

Sesaat di penantian senjakelam


Tapi ular kau !

Membisikbujuk di puncak lelahku

Menyisaciptakan adamadam baru

Memecahpuingkan kacakaca tempat dua keping

Meleburkristalkan diri, lalu

Tertumpah ke atas lontaran naskahku


(kutinggal saja kelumpuhanku)


Kataku:

Aku tak mau ditipu olehmu

Oleh irisan nadanada melodis-busukmu

Oleh lembaran lukisanlukisan firdausmu

Oleh teduhan larik puisipuisi mawarmu

; sadar inderaku tak mudah terkelabuh dua kali

2009

7.06.2009

IN NOTE

4\

REQUIEM

[selubung suara-suara kontra]

; Michael Jackson (1958 -2009)

















Tabiat nada adalah sama?

Ataukah sebuah hipotesis yang membendung

Eksperimen-eksperimen penganyamnya

Sehingga berbuih paras-paras baru

Yang menggebrak para penyulutnya

Praksis sekalipun, bahkan?


Meski lubuk lain sekalian belalang

Melekat tetap sebuah tanda tak terbilang

Yang adalah mutlak, tak pelak

Mengenangmu dalam album

Menghantar kepada bingkai-bingkai tiada nyawa

Tafsiran sendu pilumu ke dalam madah pantomim


Maka jangan peduli seakan tuli

Biarlah topeng-topeng menyatakan:


Kadang si lembut ialah duri

Tertancap menjelma perisai

Melindungi puncak mahkota paranada

Di mana kelopak-kelopak pita suara merekah

Dan terlepas jejak bunyi-bunyian yang

Meluluhmabukkan


Sedang si tajam ialah sutera

Menjadi gaun-gaun cantik bagi jentik-jentik not

Menggenangi syair samudera

Berenang mengarungi kerangka plot

Tempat sesaat suara bermetamorfosa


Maka tetaplah bermawas akan segala

Terkenang maupun terlekang

Oleh nada !


(harimau tetap meninggalkan belangnya)

IN













2009


IN NOTE


3\

DEBORAH THEME









Ombak guguran bunga suzuran, menyeretmu

Menepikan susunan keranda nada

Yang kau anyam selagi masih mampu

Bergutik dengan sekumpulan partitur


Sedang di seberang senja

Riuh dedawaian biola dan violin, lambat perlahan

Iring-iringan terompet. Contrabass dan cello. Flute dan oboe.


Simfoni deras mengalir di telaga tempat sajak

Mendayungkan perahu-perahu katanya. Melemparkan

Jaring-jaring tebal untuk menjerat gerombolan

Nada-nada berandal


Dawai itu. Bermunculan di telagamu

Menggetar walau hanya berdesis. Dan biola

Memelodikan ombak kecil, mencambuk

Perahu-perahu malang. Terkucil sebab kekosongan

Pun tanpa seekor notasi


Di pelupuk telagamu itu tertuang

Cerita-cerita tabu yang kau melodikan

Mengisi penuh hampir di sekujur bibir.....interludemu

7.03.2009

PURNAMA YANG BERSEMBUNYI



aku bertanya kepada purnama yang bersembunyi di bilik awan


apakah harus aku meninggalkan kesia-siaan ini?

menyelimutinya sebelum melelapkan diri dan

mengukir kata hanya untuknya?

menunggu bahasa yang tak akan pernah terpahat di batu nisanku sembari menghibur diri?


aku bertanya kepada purnama yang bersembunyi


muncullah kau di balik persembunyianmu, agar mataku sanggup membaringkan puisi

yang belum sempat kubenahi

sebagai tanda bahwa kesudahan telah tiba semenjak segala yang kurakit di atas malam

adalah sia semata


sekali lagi aku bertanya kepada purnama yang bersembunyi di bilik awan


2009

THE SPICE ISLAND

/kalender 1521/


maaf,

tubuh mereka tak sengaja

terdampar ke tepian pesisirmu

ternate dan tidore


bangsa asing yang sedang menanggalkan keterasingannya

lantas datang memanggil arakan perang


gerilyamu antara gold, gospel, glory

acuh kau

tak satupun pilihanmu

lawan terkecuali


menjadikan ragamu tumbal

oleh waktu menjadikan pelerai antaramu



/benteng st. paulo/


penguasa berang memandang

ladangnya dilahap pendatang

pendatang tak bersegera pulang


ternate, ternate

sekeliling tembok-tembok

kokoh kastil menginjak tanah rempah

berselubung monopoli

politik-teletong!


sekali lagi, beranglah penguasa

sesekali meludah

sesekali mendesau

meski tanpa arti


dan berseteru kemudian


/saragosa1/


menyerah!

mereka menyerah

bangsa matador itu, hanyalah

hanyalah seekor berandalan


1) tempat mengadakan perjanjian. Menjadi akhir yang mujur meski bukan yang terakhir.



/Mangkau`E2/


ternatemu, tidoremu

bersibak rimba raya, singgasanamulah


harummu pada cengkeh

menebarlah di aru, seram, ambon


ada pala yang menjadikanmu kaya

hingga ramuan tersembunyi

dimangsa oleh segerundel peramu lihai


sekian lama berjibaku

dari kudeta para asing, mencoba

mengambil sedikit selumbar matamu

dan sarangmu di mana semua ada


sekian lama mahkotamu tertinggal

tersangkut di peta

peta yang oleh sejarah

sejarah tak lupa masa


2) = bertahta

2009

6.17.2009

SECANGKIR TEH

Kuseduh kau erat-erat

Supaya arakan kabut pagi

Tak membuat puisiku kian beku

; peri yang sebentar kembali



2009

6.15.2009

DARI "DE ATJEHERS"* HINGGA PERUNDINGAN


Teungku yang mulia,

1#


Kudengar kau kewalahan

Bahkan kaummu tercecer

Mengenai perhelatan lampau. Antara

Tanahmu dan yang olehmu disebut golongan

Penyamun


Marchausse, marchausse...


Nila setitik rusaklah sebelangga

Demikian serambimu

Luluhlantah oleh taktik para tak beradab

Tersebut kaum penduduk tanah asing


Sesaat pula belati-belati sapurata kocarkacir lalu

Menjerit di pertiwimu melihat putra-putranya

Tersambar desing peluru. Kaummu sayang, kaummu

Malang. Terbahak mereka pada ragamu.

Kepada air menjadikannya

Susut. Kepada api menjadikannya

Asap. Habislah yang mulia.


2#


Kelopak matamu berkerlip masih.

Selepas subuh. Sedang

Nafas pendekmu tersendak-sendak

Sebab barak-barak tak sanggup menampung

Para kaummu. Penuhlah ia dengan raga-raga kaku.


Kelopak matamu berkerlip masih.

Zuhur memanggilmu. Dan bersegera

Kau mencuci jiwamu yang kusut.

Wudlu itu. Mengeringkan keringatmu

Sehabis menggali liang bagi insan-insan pertiwimu

Sambil berharap-dendam pada mereka

Mereka yang olehmu kafir


Kelopak matamu berkerlip masih

Senandung asar menarikmu

Kembali. Usai dentuman

Yang betapa deras. Yang betapa keras. Memaksa

Awan-awan cumulonimbus berarak-cucuran

Menghampiri hari yang hampir senja

Hampir mati

Jingga pun menangis karenanya, karenamu, karena mereka


Kelopak matamu berkerlip masih.

Tak lama magrib bergaung di antara cekaman pulaumu

Lentera-lentera tua kau nyalakan

Demikian apimu yang tak padam oleh mereka

Oleh segala yang kau sebut musnah


Kelopak matamu akan senantiasa berkerlip

Sesaat tambur isya mengantarmu pada

Serambi tempatmu berkeluh. Serambi tempatmu

Berharap. Kau tetap bersama peci hitam tua itu dan

Sarung yang kau lilitkan pada

Derita tubuhmu. Dan nada tak terlupa.


Bungong jeumpa-mu.



3#


Yang kau tunggu tibalah

Kau sengaja menggulung sajadahmu

Berai rambutmu ditepis angin yang biasa

Mengejar awan langit jingga itu. Tak lama


Mereka datang membawa serta-merta lipatan

Litani janji yang baru saja kau rundingkan. Tak lama.


Melabuh di serambimu.



2009





*) Inggris : The Acehnese, judul buku karangan Snouck Hurgronje(1857-1936) tentang sebuah research penjajahan.