9.18.2012

MENGGAMBAR PUISI

“tidak ada yang berada di luar teks”
[derrida]


MENGGAMBAR PUISI
memperkenangkan amal bayu ramdhana

1.kata-kata hijau lampau. kau membaringkannya
tak sengaja, di dadaku yang tampak kiasan;
ini kemarau panjang, tapi tampak hujan, sebenarnya
dalam kata-kata, dan penglihatan telah disamarkan,
pembacaan menjadi sangat lugu
: membaca buku harian bergambarmu.
ini dada yang mengunyah perasaan-perasaan jatuh
dari jendela pagi hari,
ini isyarat dan bunyi gema panjang sekembalinya
dari jalan-jalan malam
: segala yang kau takzimkan.

kata-kata adalah penghujan yang nakal
adalah kemarau yang seksi, kataku. kenangkanlah:
sejumlah cerita fiksi memperhijaukan kita yang gelisah.
sebab itu percaya saja, kata-kata akan hijrah dan jelma
lewat pertunjukan tanpa prolog maupun narator;
ia pulang, lalu pergi. barangkali, ia juga
yang membuat rambut kita mesti digaruk
dengan jari-jari berkuku panjang.
sebab itu percaya saja, kata-kata akan membikin
batasnya sendiri-sendiri. menggambar hujan,
kemarau, pun menggambar kau, mengecilkan
tubuhmu sebelum dimampatkannya dalam bait

ini tubuhmu: pertanyaan kenapa kenangan
sedemikian mahal, kenapa percakapan
sedemikian hafal

2. kata-kata hijau lampau. aku menggambarnya
tersebab manusia dan sekitarnya. kau membaringkannya
sebagai gambaran seorang gadis tanpa busana,
kita rupanya sedang sama-sama menimbang seberapa berat,
bersepakat memperpasangkan dan mempersalinkan kenyataan,
merayakan ketelanjangan selapang diri masing-masing

sejauh kita merasa asing dan kata-kata menjadi bising,
ketahuilah, bahwa diri ini, perpanjangan dari sekian
diksi pertaruhan, dari sekian diksi peruntungan.
diri ini, kita, rebahkanlah, apabila suatu saat turun gerimis,
kata-kata akan lindap bersama cahaya melalui mata kita
yang khusyuk memandang

3. kata-kata hijau lampau, karena itulah kita menjadi
: masa lalu dalam gambar dengan garis tepi yang tipis


2012

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini