11.30.2012

SEBELUM SUBUH



suara itu seperti kidung ibu yang meninabobokan anaknya;
lalu ada seseorang yang menggambar rumah
dengan banyak pohon perdu di sekitarnya,
ada jendela dan pintu berumur seribu kesedihan,
lalu sebuah taman kecil muncul tersembunyi
di dalamnya.

tanpa dirimu lagi, dunia membikin perasaan ini kembali kesemutan,
kitaku. sebuah cahaya telah menuntunku menuju suara itu;
aku keluar kamar, menghirup udara di sekeliling asbes
yang basah, mengusir tikus-tikus, membuka kulkas,
minum coca-cola, mematikan televisi.

kini aku berdiri tanpa cahaya, tapi suara itu masih ada
bukan siapa-siapa. tapi aku seperti pernah mendengarnya
di sebuah pertunjukkan; "rumahku, cintakan aku kepada
alamatmu....rumahku, hujan tadi bukankah milik kita hanya?"

sebuah rumah menjadi dingin dan gaduh, tiba-tiba. aku tahu
itu bukan dirimu, sebab dirimu tak pernah menjelma rumah.

inilah kita, aku yang berangan diam di rumah itu
kamu yang tidak ingin kita terus-terusan begadang
atau mengobrol tak penting, seperti kata ibu

sebelum subuh, di dekat taman kecil itu
aku bersimpuh pada nyeri kata-kata:
tabahku, atas nama suara yang dipersalinkan
ajarilah kami menjangkau jarak
bayangan-bayangan seluruh diri ini kepada rumah


2012

1 komentar:

  1. selalu ada yang rinci dalam puisimu, sob

    mungkin kau sengaja menyematkannya untuk mencirikan sajak-sajakmu

    salam

    BalasHapus

silakan rawat benih ini