2.24.2013

MENCINTAI IFIGENIA


~ jarak yang berwelas asih, langit manapun adalah
kekasih di pundak kita; langit-langit ini, bukankah medan
pertempuran yunani telah lama menampung angin-angin
yang sarat pengorbanan. melalui bagaimanapun peristiwa,
jiwa yang selalu mengeras dalam kesunyian ini ialah peringatan
akan seorang perempuan para pengasih pertumpahan darah;
percayalah, kuil-kuil tetap akan menyimpan kabar-kabar
yang mengelam berkat perantaraan dewata. dunia tahu,
takdir yang melampaui kekuasaan para dewata tidak
akan pernah tergantikan oleh kecamuk bangsa tauria;
sebab itu, yang tertinggal dan tergenggam oleh pasir-pasir
yang mengeras akan senantiasa merawat sesabar-sabarnya
pandangan menatap pulau padas: keselamatan inilah
anak semata wayang, hanya dekat detak kata-kata
yang bersemayam di antara perhitungan-perhitungan
mengenai keagungan-keagungan yang terlampau tinggi
dan kosong.

jarak yang berwelas asih, sejauh rapal doa-doaku
telah kutumpaskan dengung kekhawatiran para dewata
daripadamu

~ ada yang diam tak terjemahkan pada kalimat-kalimat
yang semestinya dapat membesarkan ketabahanmu;
sebagai nasib, dirimu yang pergi adalah bagian dari
masa-masa yang dipinang lepas dari bagaimana
cara bertahan paling baik terhadap semua hukum
dan keputusan-keputusan tak karuan. demikian
nasib ini perjalanan bahasa keindahan yang kemudian
ditutur-katakan: henyaklah sungai-sungai kesepian,
tentramlah angin-angin yang berlawanan, pembebasan
di garis depan, dan puisi-puisi sebagai petunjuk.

selebihnya di berat perasaan-perasaanku padamu,
ayahanda yang mulia, bersedialah waktu mematuki
wajah ini sampai dada bergemuruh setenang ombak-ombak
semenanjung tauris. memulangkan segala penebusan


2013   


0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini