8.14.2013

MELAWAT SUNYI DI KATEDRAL



~1.
ia ingat, malam adalah waktu yang baik untuk memulai
dan mengolah hal-hal yang belum rampung

ia masih menulis sajak-sajak, menyaksikan dunia,
menamai sunyi kota, memandang kepala orang-orang
yang terbakar cahaya bulan dan terhisap cahaya listrik

ia masih saja sibuk merayakan yang lewat
: tuhan berasal dari mana, tuhan terhafal dari mana;
manusia tah, makhluk yang terlampau gampang menyerah
pada doa?

lalu pada suatu pandangan
selalu ada yang bicara untuk menempatkan
keragu-raguan yang sangat tenang
sedang memendar di antara kelengangan dan kebisingan
dadanya

~2.
sunyi menyayat seperti belati
meminta darah dari mimpi*

ini kali sunyinya, angin yang jatuh dari atap katedral
menelusup jauh ketika jari-jarinya ingin menyentuh
kata-kata sejak waktu terulang jadi bangunan atas
perasaannya

ini kali pertemuannya. pandangannya menguning:
ada yang tiba-tiba leleh menyalakan rindu
sebab ia yakin berkali-kali,
relung kesunyian seperti ini tetap tak akan patah
meski ditukar dengan ketinggian lonceng, relief, salib
atau patung-patung;

sebab ia percaya, jalan-jalan di luar
menyimpan pusaran hasrat dirinya
membuat sunyi dan mimpi seterjal kalvari



2013
*) Potongan sajak yang berjudul Rindu karya Subagio Sastrowardoyo.

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini