6.01.2015

CATATAN-CATATAN KECIL SEBELUM KOKOK SI JAGO MERAH*





DI LANTAI SEKIAN
Suatu siang terik ia pergi ke sebuah keramaian. Setelah meletakkan kuda besinya di luas lahan parkir yang tak seberapa, ia gegas menuju pusat keramaian itu. Berbekal pengalaman masa kanaknya, ia menelusuri jalan-jalan sempit cum sumpek yang kanan-kirinya serba padat barang-barang konsumsi -katakanlah kebutuhan sandang dan pangan-, sedangkan jalan-jalan sempit itu penuh huru-hara orang-orang lalu lalang. Tapi ada sesuatu yang menarik ketika ia naik ke tangga. Di lantai yang ia namai sekian itu. Orang-orang ramai mencari buku-buku pelajaran, ia malah ramai mendapati pelajaran mencari judul-judul buku.


LAPAK KAYU LAPUK
Kadang, hidup itu yang tidak realistis. Tidak hanya orang yang hanya pandai bermimpi  dan fanatik idealisme di luar realita. Ia sadar posisi dirinya, ketika ia berada di antara lapak-lapak lantai berangin terik itu. Demi menemu judul-judul buku yang sudah ada di daftar kepalanya; Ia tanya satu per satu yang ia temui. Memang waktu itu belum bisa berjodoh dengan daftar yang telah ia hafal. Satu hal, di lapak yang pembatasnya terbuat dari kayu lapuk, ia bercengkerama lama dengan harga Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi sembilan puluhan.


LANSKAP LAWAS
Lantaran sebuah jarak di luar menuju kota yang katanya bersejarah itu bisa ia pandang, namun di sini, pandangannya dijejali oleh bertumpuk-tumpuk kertas berwarna agak buram, dengan warna sampul bermacam.  Lantaran sebuah jarak juga ia ciptakan, di antara arsitektur karsten dan cetakan-cetakan buku kuno; sebuah lanskap telah menjadi bagian yang intim dari suatu nostalgia: potret masa kanaknya bersama buku tulis halus cap banteng.     


NAFAS PEDAGANG TUA
ada yang terengah-engah di sekitar perhatiannya. setelah ia sempat lewat beberapa waktu lalu. Sebab ia percaya, pekerjaan adalah soal peribadatan. Ritual  nafas yang dihembuskan demi tugas luhur seraya jujur. Orang itu temannya, yang mengenalkan udara siang di bawah asbes.


WARISAN YANG BELUM SEMPAT
Hal-hal dunia memang tidak serta merta bisa diduga. ia  mengerti bahwa manusia mesti siap sedia. kehilangan dan datangnya sesuatu yang sekilas asing. --menatap kobaran itu dari jauh. meratap ia pada yang belum sempat ia kenal. Kita mesti berjaga untuk apapun, katanya


HANTU API 9 MEI
1933 karsten mendesain dengan jeli, seluruh pondasi. Bangunan perkasa untuk ingatan masa depan.

Jauh sebelum ia merencanakan untuk kembali mencari halaman-halaman yang hilang dilalap si jago merah dan tak berpikir tentang asuransi.

















*tersebab terbakarnya Pasar Johar
Semarang, 2015

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini