1.24.2016

PROSES KREATIF MENUNTUN STRES SEBAGAI EUSTRES*


Judul : Writing for therapy
Penulis : Naning Pranoto
Cetakan :  I, 2015
Penerbit : Buku Obor
Jumlah Halaman : xv + 187
ISBN : 978-979-461-949-0


Stres adalah istilah yang biasa muncul di benak tiap-tiap orang yang sedang menghadapi gesekan antara kenyataan dan angan-angan. dr. Handrawan Nadesul dalam prolog buku ini memaparkan bahwa stresor pada manusia milik segala umur, selalu menghadang setiap saat, dan meruntuhkan kalau jiwa kita ridak tahan banting. Stresor merupakan objek yang menjadikan manusia mengalami keadaan stres. Istilah stres yang dikaitkan dengan terapi menulis tidak bisa dipisahkan dalam dunia psikologi, meski banyak penelitian-penelitian non-psikologi bermunculan dari berbagai sumber.

Buku ini sebenarnya tidak fokus pada teori-teori cara penanganan stres, tetapi langsung pada bentuk praktik menulis yang diharapkan bisa membantu untuk menyehatkan jiwa. Naning menyediakan 11 lembar praktik terapi menulis. Tentu yang dimaksud di sini adalah menulis dengan alat tulis, bukan menggunakan komputer, laptop atau gadget lainnya.

Terapi menulis sudah lama digunakan sejak era psikoanalisis muncul. Seorang psikolog dari Amerika membuktikan dalam penelitiannya pada abad milenium bahwa menuliskan perasaan-perasaan dapat membawa pengaruh positif terhadap sistem kekebalan tubuh. Menulis perasaan-perasaan negatif, misalnya akan dapat meredam emosi dan menyembuhkan ketidakseimbangan emosi yang ada pada diri seseorang. Bahkan bisa meredam gejala-gejala penyakit kronis, misalnya serangan asma. Sebuah jurnal penelitian di Indonesia pada tahun 2012 menyatakan bahwa dengan menulis ekspresif, seseorang akan dapat meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri maupun orang lain dalam bentuk tulisan. Selain itu meningkatkan kreativitas, ekspresi diri, dan harga diri, memperkuat komunikasi dan interpersonal, mengekspresikan emosi yang berlebihan (katarsis), menurunkan ketegangan, dan meningkatkan kemampuan individu dalam beradaptasi dan menghadapi masalah.

Menulis secara kontekstual dapat diartikan sebagai bentuk yang khusus dari komunikasi (baik bagi diri sendiri ataupun bagi orang lain), menulis juga mengembangkan pikiran dan menimbulkan kesadaran akan pengalaman-pengalaman yang telah dilalui. Fokus terapi menulis adalah pada proses menulisnya bukan pada hasil tulisannya. Menulis ekspresif seperti yang ditawarkan Naning dalam buku ini membutuhkan privasi, bebas dari kritikan, bebas dari aturan tata bahasa dan sitaksis. Artinya, dalam hal ini tidak perlu mempelajari teori yang berjibun sebelum menulis. Demikian, maka penting untuk menyadari perihal menulis yang dimaksud dalam buku Naning. Terlepas dalam buku tersebut ditampilkan berbagai kilasan para penyair besar (dari Seneca, Kahlil Gibran sampai Maya Angelou), yang mana sebenarnya tidak lain sebagai pembungkus untuk sampai pada inti: menulis adalah terapi. Semata-mata terapi.

Naning menyajikan tahapan-tahapan terapi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca --terutama mereka yang ingin menjajagi proses ini--, bahasa-bahasa yang kental dengan motivasi menjadi ciri bahwa apa yang hendak digarap tidak jauh-jauh dalam rangka kesehatan dengan k besar. Kandungan lain dalam buku ini sebenarnya masih terasa campur aduk, tumpukan kata-kata mutiara dengan desain layout yang dapat dikatakan cukupan bisa menjadi keterbatasan. Oleh karena itu, barangkali penting disarankan bahwa pembaca perlu tutor atau paling tidak partner ketika mulai memetik faedah dari buku ini.

Di bagian akhir, Naning menawarkan catatan harian yang penuh manfaat sebagi langkah bersambung dari 11 praktik terapi menulis. Tentu tawaran ini menjadikan bahwa praktik terapi masih berlanjut. Buku ini baru pertama kali ada di Indonesia dan ditulis oleh seorang praktisi terapi sekaligus penulis karya sastra. Ada baiknya untuk tidak melewatkan buku ini begitu saja, mengingat pentingnya mengelola stres dengan menulis akan mengubah hal negatif menjadi positif yang biasa disebut eustres. Dengan catatan sembari menikmati aliran proses kreatif menulis tanpa berekspektasi untuk melahirkan karya serius.



Semarang, 2016

*Resensi ditulis oleh Ganjar Sudibyo 






0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini