PERCAKAPAN ANTARA LAWRENCE DENGAN AMICHAI [1]

Terjemahan atas Pembacaan Wawancara antara Lawrence Joseph dengan Yehuda Amichai (bagian 1)

NASIHAT-NASIHAT BEN ONKRI

Bagian Satu: 15 Nukilan “A Way of Being Free” (Phoenix House, 1997)

SESEORANG TELAH MENGACAK-ACAK MAWAR-MAWAR INI

Terjemahan atas pembacaan cerpen Gabriel Garcia Marquez

CETAK ULANG: "PADA SUATU MATA KITA MENULIS CAHAYA"

Cetak ulang buku Sepilihan Sajak oleh penerbit Garudhawaca

WAWANCARA ORTOLANO DENGAN COELHO

Terjemahan atas pembacaan wawancara antara Glauco Ortolano dengan Paolo Coelho

3.05.2010

MENUJU EKSTASE PLACEBO DI GUBUK TUA


= ontong kusuma


1.

endorfinendorfin yang kita kepulkan, tertera manis

pada rabu ambulasi empunya kita:

usai agenda opera kita hanguskan

lewat musikmusik klasik di setiap sudutnya

-dindingdinding berspiker itu-


kita tegak melalui jalanan naga di antara

wajah ambang pematang, lantas menyimpannya

dalam demi dalam, lewat hembus demi hembus yang bersegera

di gubuk tua milik para petani kecil bersemadi harap:

kabulkanlah doa panen masa pancaroba kami.


-kita tenggak semua. semua, tak terkecuali doa itu-


2.

sampailah kita pada tanya yang menjadi apa

dengan tujuantujuan palsu di balik risik padipadi kering

gubuk tua telah kita hanyutkan bersama

euforiaeuforia kekal yang mati tersebab dosis mimpi

terlalu banyak kita hirup untuk menyempurnakan segala menuju

ukuran pasti ekulibrium cinta di kurva

memori kita


sampailah kita pada apa yang menjadi tanya

dengan bumbungan barisbaris refleksi kemiskinan lewat

mulutmulut bebal dengan asapasap tebal di bibir,

akankah enzimenzim yang kita peram dari para pengkotbah

mewujud ilusi bodoh yang pernah kita kenal dulu:

ekstase placebo di dunia sarat ego


sampailah kita menuju mereka:

kawanan penyamun doa


-mungkin kita perlu menjadi korek sekali lagi,

supaya putungputung itu tak habis oleh api waktu-

2010

SAJAK-SAJAK INTERPRETASI GAMBAR I













(SAJAK I)
PAGI MENUJU SEBERANG JENDELA


1.

bagaimana aku bisa menyampaikan gerimis

di kedua mata mungilku kepada abjadabjad puisi

sedang lampu belajar masih saja membacakan nyalanya

pada kertas dan pena di meja belajar itu


bagaimana aku bisa berbicara tentang seberang jendela

di bibir-puisi yang baru saja mengatakan bahwa

gerimis adalah tekateki yang kurancang semalam


- pun engkau tahu meja belajar itu melihatmu

perlahan muncul di uapan cangkir kopi


2.

lewat tanya yang telah aku tuliskan,

lewat alis yang kupertebal semalam

aku mencium baumu dari uapan itu

: kopi yang terasa manis untuk lidah-gerimis


3.

tulisan bahwa aku berdiam di antara halaman tumpukan buku

adalah isyarat lama yang kutujukan pada rerintik

yang jatuh menebalkan pagi melebihi jumlah halaman itu

aku adalah alismu


dan kita, kita telah lupa akan waktu yang tak berhenti

menebalkan kulitnya supaya kita tahu bagaimana

cara mengajarkan pagi menuju seberang jendela

yang dipenuhi anak-anak gerimis.


2010



(SAJAK II)

SEMALAM MENUJU SEBERANG JENDELA


semalam lampu belajar bilang padaku,

“remangkanlah mata yang engkau

letakkan pada gerimis di seberang jendela dan cungkillah

gerimis itu satu per satu ke atas mata penamu.”


salah satu sisi jendela telah terbuka mengizinkan gerimis menanggalkan

gigilgigilnya ke halamanhalaman buku yang kusandarkan lekat pada jendela

itu; aku sendiri telah jelma pada coretan di kertas tempat pena membaringkan

puisi yang selesai dihurufkannya.


perlahan gerimis mengajakku dan seluruh isi meja belajarku untuk

menerjemahkan malam yang tak sanggup menampung airair di kantung

matanya; sedang lampu belajar masih saja tinggal di atas meja menemani

gambar mataku yang redup.


semalam gerimis belajar berpesan padaku,

“jangan lupa matikan lampu

sebelum jendela menyuruh mata yang engkau

kenakan itu menujuku.

-engkau tahu akan nama di seberang jendela itu

: mimpi yang tak habis diterjemahkan- ”


2010


(ilustrasi gambar oleh sheila qinu)