11.04.2010

MAAF PERTIWI KAMI SEDANG TAK INGIN MENJADI ANAKMU, IBU?


~ bencana merapi dan mentawai


*

ada orangorang menggulung dadanya yang rusak

sedang kami menjadi batu di masing-masing mata;

ikat yang kami kenakan di kepala begitu pitam

menanyai ke mana tubuh lain yang sedang gagal

mengikat liat airmata kami


kini, orangorang itu tumbuh menjadi tanah pekuburan

dengan segala pengingatan untuk melupakan

siapa dan apa yang menamakan dirinya mayat;

maka kami tak akan merusak mata dan dada

yang engkau berikan, ibu- -sebab di desa dan pulau kami

masih setia memeram lara di pundak dan menanam

bunga kamboja putih di setiap kepala


**

pulau kecil kami sedemikian sesak

oleh tsunami yang ingin belajar diam dan redam

pun ombakombak lautan tak kenal lagi

ke mana ia biasa menjadi anak pesisir


jauh di matadoa kami yang kecil,

kami tak pernah ingin rumah menjadi pasir

menjadi remasan bagi dada kami masing-masing


***

apakah engkau sungguh tidur atau sedang insomnia

di desa kami yang sorga?


biarlah kami sesekali menjadi debu dari arah gunung

menjadi awan yang panas dan lahar yang dingin

lalu berkalikali bernama jasad

yang menuju lugu bibir pertiwi kami

sebagai pertanda bahwasanya

kami sedang tak ingin datang menciummu,


ibu?


2010

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini