1.01.2011

ESAI PSIKOLOGI SASTRA I

CORETAN KECIL PSIKOLOGI 5 : REINFORCEMENT [1] DALAM PUISI (SEBUAH PERCOBAAN TINJAUAN DALAM PERSPEKTIF BEHAVIORISME[2])


Oleh: Ganz (A. Ganjar S.)



Tentang Puisi-Berpuisi

Kata “puisi” berasal dari bahasa Yunani “poesis”, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata “poet” dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, sekaligus filsuf, negarawan, guru, dan orang yang dapat menebak kebenaran tersembunyi. Dalam kenyataannya sekarang, puisi semakin jauh berkembang dengan segala bentuk kesubjektivan masing-masing penulis. Pun pada era digital culture ini, di dunia maya marak dengan berbagai jenis puisi dengan latar belakang penulis yang berbeda-beda. Pada kesempatan ini, puisi akan dilihat dengan teropong psikologi yang menggunakan lensa behaviorisme. Sebuah perspektif di mana dalam puisi mengandung banyak makna bagi perkembangan (ber)puisi, pembaca dan penulis puisi itu sendiri.


Peran Reinforcement dalam Kejeniusan Memainkan Gaya Puitik

Kejeniusan mengungkapkan gaya dalam berpuisi begitu identik dengan kelahiran sebuah karya yang bermutu. Dalam pemikirian Coleridge (ahli sastra), terdapat tiga hal penting yang dapat diasosiasikan dengan kejeniusan mengungkap gaya puitik. Inspirasi puitik, gaya puitik lemah gemulai dan kejeniusan natural merupakan tiga hal penting tersebut. Sementara itu, seorang yang menciptakan karya memerlukan reinforcement eksternal dan internal untuk mencapai kejeniusan masing-masing. Reinforcement eksternal dapat berupa apresiasi lebih terhadap karya, bagaimana stimulus bisa membangun motivasi pada diri masing-masing untuk memperoleh respon yang diharapkan oleh pembaca dan “puisi”. Sehingga, sebagai contoh dalam reinforcement eksternal muncul slogan “menulis untuk mencinta, mencinta untuk menulis” yang kemudian (slogan ini) dikemas di berbagai esai tentang sastra demi perkembangan dunia sastra itu sendiri. Sedangkan reinforcement internal dapat berupa pengorganisasian kata dalam puisi, bagaimana penataan semiotika atau heuristik dalam puisi tersebut. Tentu,reinforcement ini sangat dibutuhkan oleh setiap pencipta dengan harapan bahwa dirinya atau karyanya (puisi) semakin dipahami dan dimaknai oleh para pembaca.


Korelasi Positif Reinforcement internal - Performa Heuristik Puisi

Magrib

Di bawah alismu hujan berteduh.

Di merah matamu senja berlabuh.

2006

(sumber: buku “Kepada Cium”, halaman 21)

Bulan

Bulan yang kedinginan

berbisik padamu: “Bolehkah aku mandi sesaat saja

di hangat matamu?”

***

Malam sepenuhnya milikmu

ketika bulan tercebur

ke dingin matamu.

***

Bulan itu bulatan hatimu,

bertengger di dahan waktu.

2010


(sumber: joko pinurbo.blogspot.com yang diakses pada tanggal 17 Oktober 2010)


Dua puisi di atas adalah puisi-puisi karya Joko Pinurbo (Jokpin) yang ditulis pada tahun yang berbeda. Dalam waktu yang berbeda pun puisi tersebut masih memilikireinforcement yang cenderung pada kesamaan gaya diksi. Kata “matamu” tetap dipakai dalam dua puisi tersebut. Kata tersebut seperti memiliki reinforcementyang positif bagi kemunculan karya-karyanya, sehingga dapat dikatakan bahwasanya dalam puisinya seringkali kekuatan kata begitu menonjol dalam pemaknaan. Kata tersebut juga bisa dikatakan sebagai representasi stimulus yang mengikuti respon dan menambah kemungkinan respon tersebut kembali muncul sebagai fungsi dalam memperkuat puisi. Tidak hanya dalam dua puisi yang ditampilkan seperti di atas, namun penggunaan model ini sering dipakai oleh Jokpin acapkali dipergunakan dalam puisi Jokpin yang lainnya.

Puisi berjudul “Magrib” mungkin saja bukan puisi pertama Jokpin yang memilikireinforcement dalam pembacaan heuristik, mengingat pengorganisasian dalam publikasi karya. Demikian dengan halnya puisi berjudul “Bulan” yang merupakan hasil pengembangan reinforcement penyusunan diksi, sehingga didapatkan karya yang lebih adaptif dengan pembaca dan zeitgeist zaman (dapat berkaitan dengan hubungan intertekstual). Tentunya, ini juga tak lepas dari proses belajar dalam mengembangkan korelasivitas yang positif antara reinforcement internal dengan performa heuristik puisi. Pengaplikasian reinforcement dalam puisi bisa dilakukan dengan cara yang demikian, namun ada pula yang memiliki kekhasan berbeda karena setiap penulis yang “kuat” memiliki karakter yang berbeda. Dan karakter tersebutlah yang sebenarnya terbentuk dari proses pembelajaran reinforcementini. Heterogenitas reinforcement dalam puisi memiliki kecenderungan kedinamisan yang tinggi seperti misalnya puisi-puisi mantera milik Sutardji[3]. Jika melihat puisi-puisi milik Sutardji, reinforcement dalam behaviorisme akan lebih memandang pada topografi dan pembentukan kata. Namun, secara garis besar puisi-puisi siapapun memiliki interpretasi yang sama tentang bagaimana reinforcement bertindak sebagai stimulus untuk mendapatkan respon yang sama atau lebih. Dengan demikian, eksistensi penulis dan karya-karyanya menjadi bagian dari pembaca bahkan zaman.


Reinforcement : “Kepribadian Puisi”

Pada sisi yang lain, keberadaan reinforcement akan mempermudah para kritikus dan pembaca sendiri untuk menginterpretasikan kepribadian puisi. Setiap pembaca yang kritis pun memiliki kesubjektivitasan masing-masing mengenai setiap karya yang ia baca, yang kemudian akan berimbas pada perkembanganreinforcement eksternal yang diterima oleh penulis secara langsung maupun tak langsung. Hal inilah yang juga berpengaruh pada kekonsistenan dan komitmen yang dimiliki oleh penulis(penyair) muda. Di mana faktor yang sangat erat kaitannya dengan pembentukan kepribadian itu dari sudut pandang behaviorisme adalah struktur dan pola reinforcement. Kecenderungan seperti contoh puisi Jokpin yang dirasa memuntahkan image tentang puisi adalah sebuah upaya untuk mengeksistensikan kepribadian puisi yang ia miliki dari proses penguatan berulang. Terlebih dari itu, proses pembelajaran menjadi bagian penting untuk memperbaikki kepribadian yang dianggap tidak koheren dengan kepemilikan gaya puitik pada masing-masing penulis. Proses pembelajaran inilah, yang sangat membuka akan peran reinforcement sebagai bentuk pribadi puisi yang konsisten dan khas.



Semarang, 2010

(Penulis adalah seorang mahasiswa Psikologi Undip dan penyair muda)



Keterangan Footnote:

[1] Istilah dalam behaviorisme, yang berarti penguatan. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor stimulus-respon.

[2] Sebuah aliran psikologi yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner, kemudian resmi didirikan oleh J.B.Watson pada tahun 1913.

[3] Ulasan puisi-puisi Sutardji untuk sementara ini tidak dibahas dalam esai pendek ini.


Sumber Pustaka:

Endrasawara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: MedPress.

Djoko Pradopo, Rachmat. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hall, Calvin S., Lindsey, Gardner. 1993. Teori-Teori sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius.




0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini