1.29.2012

KATAMU, MASA LALU YANG RINGSEK DI SEBUAH PERLINTASAN


"solo, solo, solo, katamu,
lampu-lampu tua di sriwedari
yang cahayanya mengacaukan kenangan
seperti halnya suara perlintasan kesabaran
patung seorang wanita yang sedang membatik"

I. kaca-kaca mobil adalah rahim bagi kesunyian
bukan kekhawatiran pun kegigilan yang dicatat
berulang. gelap itu warna serak: cahaya pertama
yang terpaksa dipalingkan, katamu. di luar sana
orang-orang berusaha telanjang untuk mencatat-
warnai tahun-tahunnya. yang satu pekat hitam,
yang lain kontras selaras. lantas semuanya tergesa
masuk-resap, seperti ingin memerdekakan kesunyian.

II. mata kita bersikeras untuk membersihkan diri
dari nama-nama jalan yang terasa asam, memenuhi
lambung ingatan sebelum jam-jam melucuti asah pisau
yang tercipta oleh risik sapu jalanan pagi-pagi atau
kantong kresek yang dibakar bersama batang-batang
tumbang. mata kita bersitegang memaknai mereka:
kota-kota yang tak berlalu menumpaskan sejarah
sepanjang kita terus bertanya, sampai kapan
jalanan ini menamai dirinya dengan kesaksian
cat-cat trotoar dan pembatas jalan.

III. alangkah peristiwa-peristiwa lalu menjadi begitu
kuning seperti sinar lampu. hijau rindang seperti
beringin di tengah taman kota. air semakin terlihat
payah di pipimu. masa lalu itu sepeninggal pertemuan
yang cengeng, katamu, meringkus kebahagiaan sama
halnya dengan menyusun angin yang keluar-masuk
menyatakan keberantakan sejumlah ingatan—perjalanan:

"solo, solo, solo, katamu,
lampu-lampu tua di sriwedari
yang cahayanya mengacaukan kenangan
seperti halnya suara perlintasan kesabaran
patung seorang wanita yang sedang membatik"


2012

0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini