12.14.2014

MUSIM DI KAMPUNG HALAMAN



I.
lewat tahun-tahun yang dihisap mulut sunyi
hendak kukabarkan keadaan yang melumat rongga dadaku
sedemikian rupa;
lama waktu, susah kuperoleh padanan kata rindu
yang mulai berduri di dinding-dinding sisa pertemuan
yang terbuat dari jarak. ingatlah, ini bukan soal
aku terlampau bodoh untuk menyerahkan diri
hanya pada cinta permen karet, ini soal
bahwasanya kosa kata itu telah sesepah
buah terlarang setengah matang
yang terlanjur ditelan

II.
di kampung ini dekorasi  lingkaran harian telah satu per satu
mengungsi jauh dari peradaban yang membikin nyala lain
pada bola mata manusia. nyala itu merasuk dan mengitari
lubang pada catatan masa lalu: tapak jalan-jalan batu abad
pertengahan,  sungai-sungai venesia yang berlengan kecil,
gemuruh gema konser perbukitan islandia, hujan di gurun afrika,
kebakaran di hutan tropis; suasana-suasana menyentuh
yang barangkali tingkat keasingannya
belum bisa kubayangkan dari peta geografis masa kini

III.
siapa bilang aku tak bersemangat bergerak di kampung sendiri;
membuang sampah hampir tiap pagi, bertemu tukang rosok
yang menambal nasibnya dengan barang-barang bekas,
meratakan penghijauan di pinggir kali tempat tikus-tikus
mati diracun, menyapu pelataran, dan akhirnya
mendoakan para pekerja nafkah yang merasa kesadarannya
terjebak oleh hal-hal praktis -- sebelum kusimpulkan,
betapa puitis dan metaforisnya kisah-kisah mereka

IV.
putaran musim yang keteraturannya sangat beraneka ragam
adalah kampung halaman adalah sebagian dari narasi iman
yang tunasnya tak kunjung mekar,
sebagian dari imajinasi yang dasar perihnya selalu sama;
menyatu jadi sepasang sayap
menyulap yang dilewati dan melewati
menciptakan pintu-pintu alpa dan omega


2014





0 pembaca kata berbicara:

Posting Komentar

silakan rawat benih ini